Matahari tampak akan
tenggelam, angin pun bertiup sepoi-sepoi di sekitar pepohonan. Harum semerbak
mulai memenuhi mihrab Maryam. Bau itu menembus jendela mihrab dan mengepakkan
sayapnya di sekeliling gadis perawan yang khusuk dalam salat tanpa seorang pun mendengar
suaranya. Maryam merasa bahwa udara dipenuhi dengan bau harum yang mengagumkan.
Ia kembali melakukan salatnya dengan khusuk dan mengungkapkan syukur kepada
Allah SWT.
Seekor burung hinggap
di jendela mihrab. Ia mengangkat paruhnya ke atas dan mengarahkan ke matahari
serta mengepakkan kedua sayapnya lalu ia terjun ke air dan mandi di dalamnya.
Kemudian ia terbang ringan di sekitamya. Maryam ingat bahwa beliau lupa untuk
menyirami pohon
mawar
yang tumbuh secara tiba-tiba di tengah dua batu yang tumbuh di luar mesjid.
Maryam menyelesaikan salatnya lalu ia keluar dari mihrab dan menuju pohon.
Belum selesai beliau siap-siap untuk keluar sehingga para malaikat memanggilnya
:
“Hai Maryam,
sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas
segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).”(QS. Ali ‘Imran: 42)
Maryam berhenti dan tampak wajahnya yang pucat dan semakin bertambah. Mihrab
itu dipenuhi dengan kalimat-kalimat para malaikat yang memancarkan cahaya.
Maryam merasa bahwa pada hari-hari terakhir terdapat perubahan pada suasana
ruhaninya dan fisiknya. Di tempat itu tidak terdapat cermin sehingga ia tidak
dapat melihat perubahan itu. Tetapi ia merasa bahwa darah, kekuatan dan masa
mudanya mulai meninggalkan tempatnya dan digantikan dengan kesucian dan
kekuatan yang lebih banyak. Beliau menyadari bahwa ia sedang gugup. Beliau
merasakan kelemahan manusiawi dan adanya kekuatan yang luar biasa. Setiap kali
tubuhnya merasakan kelemahan, maka bertambahlah kekuatan dalam ruhnya. Perasaan
yang demikian ini justru membangkitkan kerendahan hatinya. Maryam mengetahui
bahwa ia akan memikul tanggung jawab besar.
“Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya
Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala
wanita di dunia (yong semasa dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Dengan kalimat-kalimat yang sederhana ini Maryam memahami bahwa Allah SWT telah
memilihnya dan menyucikannya dan menjadikannya penghulu para wanita dunia.
Beliau adalah wanita terbesar di dunia. Para malaikat kembali berkata
kepada Maryam:
“Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama
orang-orangyang ruku.” (QS. Ali ‘Imran: 43)
Perintah
tersebut ditetapkan setelah adanya berita gembira agar beliau meningkatkan
kekhusukannya, sujudnya, dan rukuknya kepada Allah SWT. Maryam lupa terhadap
pohon mawar dan beliau kembali salat. Maryam merasakan bahwa sesuatu yang besar
akan akan terjadi padanya. Beliau merasakan hal itu sejak beberapa hari, tetapi
perasaan itu semakin menguat saat ini.
Matahari
meninggalkan tempat tidurnya sementara malam telah bangkit sedangkan bulan
duduk di atas singgasananya di langit dan di sekelilingnya terdapat awan-awan
yang indah dan putih. Kemudian datanglah pertengahan malam dan Maryam masih
sibuk dalam salatnya. Beliau menyelesaikan salatnya dan teringat pohon mawar
itu lalu beliau membawa air di suatu bejana dan pergi untuk menyiramnya.
Pohon
mawar itu tumbuh di antara dua batu di tempat yang tidak jauh dari mesjid yang
hanya ditempuh beberapa langkah darinya. Tempat itu jauh dari jangkauan manusia
sehingga tak seorang pun mendekatinya. Tempat itu sudah dijadikan tempat yang
khusus bagi Maryam untuk melakukan salat di dalamnya atau beribadah. Maryam
mendekati pohon mawar itu dan menyiramnya. lalu beliau meletakkan bejana,
kemudian ia memikirkan pohon mawar itu di mana tangkainya semakin panjang pada
dua malam yang dilaluinya.
Tiba-tiba,
Maryam mendengar suara derap kaki yang mengguncang bumi. Beliau tidak mendengar
suara kaki yang berjalan, tetapi beliau mendengar suara kaki yang menetap di
atas batu serta pasir. Maryam merasakan ketakutan. Ia merasakan bahwa ia tidak
sendirian. Ia menoleh ke sebelahnya namun ia tidak mendapati sesuatu pun.
Kemudian kedua matanya mulai berputar-putar dan memperhatikan suatu cahaya yang
berdiri di sana.
Maryam gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya. Maryam berkata dalam
dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di sana.
Maryam memandang kepada wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia gelisah.
Wajah orang itu sangat aneh, di mana dahinya bercahaya lebih daripada cahaya
bulan. Meskipun kedua matanya memancarkan kemuliaan dan kebesaran tetapi wajah
orang itu justru menggambarkan kerendahan hati yang mengagumkan.
Pandangan
pertama yang dilihat oleh Maryam kepada orang itu mengisyaratkan, bahwa orang
itu memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama
julaan tahun. Maryam bertanya kepada dirinya, siapa gerangan orang ini?
Kemudian seakan-akan orang asing itu membaca pikiran Maryam dan berkata: “Salam
kepadamu wahai Maryam.” Maryam dibuat terkejut mendengar adanya suara manusia
di depannya. Maryam berkata sebelum menjawab salamnya:
“Sesungguhnya
aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang
yang bertakwa.” (QS. Maryam: 18)
Maryam
berlindung di bawah lindungan Allah SWT dan ia bertanya kepadanya, “Apakah
engkau manusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa kepadanya?” Kemudian orang
itu tersenyum dan berkata:
“Sesungguhnya
aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki
yang suci.” (QS. Maryam: 19)
Orang
asing itu belum selesai menyampaikan kalimatnya sehingga tempat itu dipenuhi
cahaya yang menakjubkan yang tidak menyerupai cahaya matahari, cahaya bulan,
cahaya lampu, cahaya lilin bahkan cahaya api. Di sana terdapat cahaya yang
sangat jernih. Kemudian terngianglah di kepala Maryam kalimat:“Aku adalah
seorang utusan Tuhanmu.” Kalau begitu, dia adalah penghulu para
malaikat, Ruhul Amin (Jibril) yang telah berubah wujud menjadi
manusia.
Maryam
mengangkat kepalanya dengan gemetar menahan luapan cinta. Jibril berdiri di
depannya dalam bentuk manusia. Maryam memperhatikan kejernihan dahinya dan
kesucian wajahnya. Benar apa yang diduganya bahwa Jibril memiliki kemuliaan
yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama jutaan tahun. Kemudian
Maryam mengingat kembali kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril. Malaikat itu
telah mengatakan bahwa ia adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk
memberi Maryam seorang anak laki-laki yang suci. Maryam ingat bahwa dirinya
adalah seorang perawan yang belum tersentuh oleh seorang pun. Ia belum menikah
dan belum dilamar oleh seseorang pun, maka bagaimana ia melahirkan anak tanpa
melalui pernikahan. Pikiran-pikiran ini berputar-berputar di kepala Maryam lalu
ia berkata kepada Jibril:
“Maryam
berkata: Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah
seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorangpezina!” (QS.
Maryam: 20)
Jibril
berkata:
“Demikianlah
Tuhanmu berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami
menjadikannya suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu
adalah suatu perkara yang sudah diputushan.“‘ (QS. Maryam: 21)
Maryam
menerima kalimat-kalimat Jibril. Tidakkah Jibril berkata kepadanya bahwa ini
adalah perintah Allah SWT dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti akan
terlaksana. Kemudian, mengapa ia harus (ketika) melahirkan tanpa disentuh oleh
seorang manusia pun. Bukankah Allah SWT mendptakan Nabi Adam tanpa seorang ayah
dan seorang ibu? Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan wanita.
Hawa diciptakan dari Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari laki-laki, tanpa
perempuan.
Biasanya
manusia diciptakan melalui pasangan laki-laki dan perempuan; biasanya ia
memiliki ayah dan ibu, tetapi mukjizat terjadi ketika Allah SWT menginginkannya
untuk terjadi. Kemudian Jibril meneruskan pembicaraannya:
“Sesungguhnya
Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran searangputra yang didptakan) dengan
kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang
terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan
(kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah
dewasa, dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (QS.
Ali ‘Imran: 45-46)
Keheranan
Maryam semakian bertambah. Betapa tidak, sebelum mengandung anak itu di
perutnya ia telahmengetahui namanya. Bahkan ia menhetahui bahwa anaknya itu
akan berbicara dengan manusia saat ia masih kecil. Sebelum Maryam menggerakan
lisannya untuk melontarkan pertanyaan lain, Jibril mengangkat tangannya dan
mengerahkan udara ke arah Maryam. Kemudian datanglah hembusan udara yang bercahaya
yang belum pernah dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya tersebut ke jasad
Maryam dan memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan pertanyaan yang lain,
Jibril yang suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.
Udara
yang dingin telah bergerak dan Maryam pun tampak menggigil. Maryam segera
kembali ke mihrabnya. Ia menutup pintu mihrab dan ia tenggelam dalam salat yang
khusuk dan ia pun menangis. Maryam merasakan kegembiraan, kebingungan dan
kegoncangan serta kedamaian yang dalam. Kini, Maryam tidak lagi sendirian.
Sejak Jibril meninggalkannya, ia merasakan bahwa ia tidak lagi sendirian. Ia
menggerakkan tangannya yang dipenuhi dengan cahaya, kemudian cahaya ini berubah
di dalam perutnya menjadi anak, seorang anak yang akan menjadi kalimat Allah
SWT dan ruh-Nya yang diletakkan pada Maryam. Ketika anak itu besar, ia akan
menjadi seorang rasul dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan kasih
sayang.
Maryam
di malam itu tidur dengan nyenyak dan ia bangun di waktu Subuh. Belum lama ia
membuka kedua matanya sehingga ia dibuat terkejut ketika melihat mihrab
dipenuhi dengan buah-buahan yang sebenarnya tidak lagi musim. Maryam heran
melihat hal itu. Ia mulai mengingat apa yang telah terjadi padanya kemarin,
yaitu bagaimana kejadian saat menyiram pohon mawar, bagaimana pertemuannya
dengan malaikat Jibril, bagaimana Allah SWT meniupkan kalimat-Nya padanya,
bagaimana ia kembali ke mihrab, dan bagaimana tidurnya yang nyenyak. Maryam
berkata kepada dirinya sambil melihat buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan
memakan sendirian buah-buahan ini. Kemudian ada suara dalam dirinya yang
berkata: “Engkau tidak lagi sendirian wahai Maryam. Kini, engkau bersama Isa.
Engkau harus makan dengan baik. Dan Maryam mulai makan.
Lalu
berlalulah hari demi hari. Kandungan Maryam berbeda dengan kandungan umumnya
wanita. Ia tidak merasakan sakit dan tidak merasa berat; ia tidak merasakan
sesuatu telah bertambah padanya dan perutnya tidak membuncit seperti umumnya
wanita. Alhasil, kehamilan yang dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang baik.
Datanglah bulan yang kesembilan. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa
Maryam tidak mengandung Isa selama sembilan bulan, tetapi ia melahirkannya
secara langsung sebagai mukjizat.
Pada
suatu hari, Maryam keluar ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa bahwa sesuatu
akan terjadi hari itu. Tetapi ia tidak mengetahui hakikat sesuatu itu. Kakinya
membimbingnya untuk menuju tempat yang dipenuhi dengan pohon kurma. Tempat itu
tidak biasa dikunjungi oleh seseorang pun karena saking jauhnya; tempat yang
tidak diketahui oleh seseorang pun kecuali Maryam.
Tak
seorang pun yang mengetahui Maryam bahwa sedang hamil dan ia akan melahirkan.
Mihrab yang menjadi tempat ibadahnya selalu tertutup. Orang-orang mengetahui
bahwa Maryam sedang sibuk beribadah dan tidak ada seorang pun yang
mendekatinya. Maryam duduk beristirahat di bawah pohon kurma yang besar dan
tinggi. Maryam mulai merasakan sakit pada dirinya, dan rasa sakit tersebut
semakin terasa. Akhirnya, Maryam melahirkan:
“Maka
rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon
kurma, ia berkata: ‘Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku
menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” (QS.
Maryam: 23)
Rasa
sakit saat melahirkan anak yang dialami wanita suci ini menimbulkan
penderitaan-penderitaan lain yang segera menantinya. Bagaimana manusia akan
menyambut anaknya ini? Apa yang mereka katakan tentangnya? Bukankah mereka
mengetahui bahwa ia adalah wanita yang masih perawan? Bagaimana seorang gadis
perawan bisa melahirkan? Apakah manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan
anak itu tanpa ada seseorang pun yang menyentuhnya? Kemudian
pandangan-pandangan keraguan mulai menyelimutinya. Maryam berpikir bagaimana
reaksi manusia kepadanya dan bagaimana perkataan mereka terhadapnya sehingga
hatinya dipenuhi dengan kesedihan. Belum lama Maryam membayangkan dan meminta
agar ia dimatikan dan dilupakan, tiba-tiba anak yang baru lahir itu
memanggilnya:
“Janganlah
kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di
bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu
ahan mengugurkan buah kurma yang masak kepadamu makan, minum dan bersenang
hatilah kamu. Jika kamu rnelihat seorang manusia, maka katakantah:
‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka
aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” (QS.
Maryam: 24-26)
Maryam
melihat al-Masih yang tampan wajahnya. Wajahnya tidak kemerah-merahan dan rambutnya
tidak keriting seperti anak-anak yang lahir di saat itu, tetapi ia berkulit
lembut dan putih. Anak itu diselimuti dengan kesucian dan kasih sayang; anak
itu berbicara kepada Maryam agar ia menghilangkan kesedihannya dan meminta
padanya agar menggoyangkan batang-batang pohon kurma supaya jatuh darinya
sebagian buahnya yang lezat dan Maryam dapat memakan dan meminum darinya
sehingga hatinya pun penuh dengan kedamaian serta kegembiraan dan tidak
berpikir tentang sesuatu pun. Jika Maryam melihat atau menemui manusia, maka
hendaklah ia berkata kepada mereka bahwa ia bernazar kepada Allah SWT untuk
berpuasa dan tidak berbicara kepada seseorang pun.
Maryam
melihat al-Masih dengan penuh kecintaan. Anak itu baru dilahirkan beberapa saat
tetapi ia langsung memikul tanggung jawab ibunya di atas pundaknya.
Selanjutnya, ia akan memikul penderitaan orang-orang fakir. Maryam melihat
bahwa wajah anak itu menyiratkan tanda yang sangat aneh. Yaitu tanda yang
mengisyaratkan bahwa ia datang ke dunia bukan untuk mengambil darinya sesuatu,
tetapi untuk memberinya segala sesuatu. Maryam mengulurkan tangannya ke pohon
kurma yang besar. Belum lama ia menyentuh batangnya hingga jatuhlah darinya
buah kurma yang masih muda dan lezat. Maryam makan dan minum dan kemudian ia
memangku anaknya dengan penuh kasih sayang.
Saat
itu, Maryam merasakan kegoncangan yang hebat. Silih-berganti ketenangan dan
kegelisahan menghampirinya. Segala pikirannya tertuju pada satu hal, yaitu Isa.
Ia bertanya-tanya dalam dirinya: Bagaimana orang-orang Yahudi akan
menyambutnya, apa yang akan mereka katakan tentangnya, apa yang akan mereka
katakan terhadap Maryam, apakah para pendeta dan para pembesar Yahudi percaya
bahwa Maryam melahirkan seorang anak tanpa disentuh oleh seseorang pun?
Bukankah mereka terbiasa hidup dengan suasana pencurian dan penipuan? Apakah
seseorang di antara mereka akan percaya—padahal ia jauh dari langit—bahwa
langit telah memberinya seseorang anak.
Akhirnya,
masa pengasingan Maryam telah berakhir dan Maryam harus kembali ke kaumnya. Maryam
kembali dan waktu menunjukkan Ashar. Pasar besar yang terletak di jalan yang
dilalui Maryam menuju mesjid dipenuhi dengan manusia. Mereka sibuk dengan
jual-beli. Mereka duduk berbincang-bincang sambil minum anggur. Belum lama
Maryam melewati pasar itu sehingga manusia melihatnya membawa seorang anak
kecil yang didekapnya. Salah seorang bertanya: “Bukankah ini Maryam yang masih
perawan? Lalu, anak siapa yang dibawanya itu?” Seorang yang mabuk berkata: “Itu
adalah anaknya.” Mari kita dengar cerita apa yang akan disampaikannya.
Akhirnya, orang-orang Yahudi mulai “mengepung” dengan berbagai macam
pertanyaan: “Anak siapa ini wahai Maryam, mengapa engkau tidak
mengembalikannya, apakah itu memang anakmu, bagaimana engkau datang dengan
membawa seorang anak sedangkan engkau adalah gadis yang masih perawan?”
“Hai
saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan
ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (QS.
Maryam: 28)
Maryam
dituduh melakukan pelacuran. Mereka menyerang Maryam tanpa terlebih dahulu
mendengarkan sanggahannya atau mengadakan penelitian atau membuktikan bahwa
perkataan mereka memang benar. Maryam dicerca sana-sini dan ia diingatkan,
bahwa bukankah ia seseorang yang tumbuh dari rumah yang baik dan bukanlah
ibunya seorang pelacur? Lalu mengapa semua ini terjadi padanya? Menghadapi
semua tuduhan itu, Maryam tampak tenang dan tetap menunjukkan kebaikannya.
Wajahnya dipenuhi dengan cahaya keyakinan. Ketika pertanyaan semakin
menjadi-jadi dan keadaan semakin sulit, maka Maryam menyerahkan segalanya
kepada Allah SWT. Ia menunjuk ke arah anaknya dengan tangannya. Maryam menunjuk
Isa.
Orang-orang
yang ada di situ tampak kebingungan. Mereka memahami bahwa Maryam berpuasa dari
berbicara dan meminta kepada mereka agar bertanya kepada anak itu. Para
pembesar Yahudi bertanya: “Bagaimana mereka akan melontarkan pertanyaan kepada
seorang anak kecil yang baru lahir beberapa hari? Apakah anak itu akan
berbicara di buaiannya” Mereka berkata kepada Maryam:
“Bagaimana
kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (QS.
Maryam: 29)
Berkata
Isa:
“Sesungguhnya
aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (injil) dan Dia menjadikan aku
seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku
berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan)
zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku
seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan
kepadahu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku
dibangkitkan hidup kembali. ” (QS. Maryam: 30-33)
Belum
sampai Isa menuntaskan pembicaraannya sehingga wajah-wajah para pendeta dari
kalangan Yahudi dan para uskup tampak pucat. Mereka menyaksikan mukjizat
terjadi di depan mereka secara langsung. Anak kecil itu berbicara di buaiannya;
anak kecil yang datang tanpa seorang ayah; anak kecil yang mengatakan bahwa
Allah SWT telah memberinya al-Kitab dan menjadikannya seorang Nabi. Ini berarti
bahwa kekuasaan mereka sebentar lagi akan hancur. Setiap orang dari mereka akan
menjadi tidak berarti ketika anak kecil itu dewasa. Tak seorang pun di antara
mereka yang dapat “menjual pengampunan” kepada manusia atau menghakimi mereka
melalui pemyataan bahwa ia adalah wakil dari langit yang turun di bumi. Atau
pernyataan, bahwa hanya dia yang mengetahui syariat.
Para
pendeta Yahudi merasa akan terjadi suatu tragedi kepribadian yang akan datang
kepada mereka dengan kelahiran anak kecil ini. Kedatangan al-Masih berarti
mengembalikan manusia kepada penyembahan semata-mata kepada Allah SWT. Ini
berarti menghapus agama Yahudi yang sekarang mereka yakini. Perbedaan antara
ajaran-ajaran Musa dan tindakan-tindakan orang-orang Yahudi menyerupai
perbedaan antara bintang-bintang di langit dan lumpur-lumpur di jalan. Para
pendeta Yahudi menyembunyikan kisah kelahiran Isa dan bagaimana ia berbicara di
masa buaian. Mereka justru menuduh Maryam yang masih perawan dengan kebohongan
yang besar. Mereka menuduh Maryam melakukan pelacuran, padahal mereka
menyaksikan sendiri mukjizat pembicaraan anaknya di masa buaian.
Mula-mula
cerita tentang itu mereka sembunyikan untuk beberapa saat. Meskipun demikian,
berita tentang kelahiran Isa sampai ke Hakim Romawi, yaitu Heradus. Ia memimpin
orang-orang Palestina dan orang-orang Yahudi dengan kekuatan pedang. Ia
menakut-nakuti mereka dengan menumpahkan darah serta banyaknya mata-mata yang
dimilikinya. Pada suatu hari, ia duduk di istananya dan meminum anggur. Lalu ia
mendengar berita yang samar tentang kelahiran seseorang anak tanpa ayah;
seorang anak yang dikatakan ia mampu berbicara saat masih di buaian, lalu ia
menyampaikan pembicaraan yang menjurus pada ancaman terhadap kekuasaan Romawi.
Kemudian bergetarlah kursi yang ada di bawah tubuh Heradus. Ia memerintahkan
untuk diadakan suatu pertemuan mendadak yang dihadiri oleh para pengawalnya dan
para mata-matanya. Pertemuan itu pun terlaksana. Heradus duduk dengan wajahnya
yang hitam mengkilat, lalu ia memutarkan pandangannya ke arah mata-matanya dan
bertanya: “Bagaimana berita anak kecil yang berbicara di buaiannya?”
Salah
seorang kepala mata-mata berkata: “Tampak bahwa masalahnya tidak benar. Kami
telah mendengar isu-isu sekitar anak kecil yang mereka katakan bahwa ia membuat
mukjizat dengan berbicara saat ia masih belia. Lalu saya mengutus anak buahku
untuk mencari kebenaran berita itu, tetapi mereka tidak menemukannya. Jelas
bagi kami, bahwa berita itu dilebih-lebihkan.” Kemudian salah satu anggota
mata-mata raja berkata: “Aku telah mendapatkan bukti yang terpercaya bahwa tiga
orang dari orang-orang Majusi datang di balik suatu bintang yang mereka lihat
menyala di suatu langit dan bintang tersebut mengisyaratkan kelahiran anak
kecil yang membawa mukjizat, yaitu anak kecil yang akan menyelamatkan kaumnya.”
Hakim berkata: “Bagaimana ia dapat menyelamatkan kaumnya dan kaum siapa yang
diselamatkannya?” Salah seorang mata-mata berkata: “Anak buahku tidak
mengetahuinya karena orang-orang pandai dari Majusi itu pergi dan tak seorang
pun menemukan mereka.”
Hakim
berkata: “Bagaimana mereka dapat pergi dan bersembunyi lalu bagaimana cerita
anak kecil ini? Apakah di sana ada persekongkolan untuk menentang Romawi?”
Hakim melompat dari tempat duduknya ketika ia menyebut Romawi, dan ia mulai
berbicara dengan keadaan emosi: “Aku menginginkan kepala tiga orang yang cerdik
itu dan aku juga menginginkan kepala anak kecil itu. Dan aku menginginkan
informasi yang lengkap. Sungguh masalah ini semakin samar hai orang-orang yang
bodoh.” Lalu kepala mata-mata berkata: “Barangkali ini hanya mimpi yang
dibayangkan orang-orang Yahudi bahwa mereka melihatnya.” Hakim berkata:
“Sungguh kepala-kepala kalian semua akan terbang lebih cepat dari merpati jika
kalian tidak mendatangkan cerita secara lengkap tentang anak ini. Kebingungan
dan kekacauan apa yang aku rasakan! Pergilah kalian dari sini.”
Anak
buah Heradus dan para mata-mata pergi, sedangkan ia masih duduk memikirkan
masalah tersebut. Tampaknya masalah itu sangat menggelisahkannya. Ia tidak
peduli dengan kedatangan agama baru kepada manusia tetapi yang dipikirkannya
adalah kekuasaan Romawi yang ia menjadi simbolnya. Kemudian Heradus menetapkan
untuk memanggil pemuka orang Yahudi dan bertanya kepadanya tentang masalah ini.
Para pengawalnya yang khusus memanggil orang Yahudi itu. Tidak beberapa lama
orang Yahudi itu ada di depan hakim. Heradus berkata: “Aku ingin berbicara
kepadamu tentang suatu masalah yang sangat menggelisahkanku.” Pendeta Yahudi
itu berkata: “Aku ingin mengabdi kepadamu.”
Heradus
berkata: “Aku mendengar berita-berita yang saling berlawanan tentang anak kecil
yang bisa berbicara di masa buaiannya dan ia mengatakan bahwa ia akan
menyelamatkan kaumnya. Maka bagaimana berita yang sebenarnya tentang itu?”
Pendeta itu berkata—dan ia merasa bahwa pertanyaan itu sepertinya berupa
jebakan yang tidak diketahuinya secara pasti: “Apakah tuan yang mulia peduli
dengan agama Yahudi?” Heradus berkata dalam keadaan emosi: “Aku tidak peduli
sedikit pun selain kekuasaan Romawi. Jawablah pertanyaanku wahai pendeta.”
Pendeta Yahudi itu telah melihat Isa berbicara di buaiannya. Ia memahami bahwa seandainya
ia mengatakan itu, maka ia akan mendapatkan penderitaan pada dirinya, maka ia
lebih memilih sedikit berbohong. Ia berkata kepada Heradus bahwa ia mendengar
cerita itu tetapi ia meragukannya.
Heradus
berkata: “Apakah benar agama kalian berbicara tentang kedatangan seorang
penyelamat bagi rakyat kalian?” Pendeta berkata: “Ini benar wahai tuan yang
mulai.” Heradus berkata: “Apakah kalian mengetahui ini adalah persekongkolan
menentang keamanan kerajaan Romawi? Apakah kalian menyadari ini adalah bentuk pengkhianatan?”
Pendeta berkata: “Aku harap tuan membiarkan aku meluruskan suatu pemikiran yang
sederhana. Berita tentang hal itu adalah berita yang kuno. Berita ini diyakini
ketika rakyat menjadi tawanan di Bebel sejak ratusan tahun.”
Heradus
berkata: “Apakah memang di sana ada yang membenarkan berita ini? Sekarang,
apakah kamu secara pribadi membenarkannya? Apakah engkau melihat anak kecil itu
yang mereka katakan bahwa ia dilahirkan tanpa seorang ayah?” Pendeta itu
berkata: “Apakah ada seorang yang percaya wahai tuan yang mulia jika dikatakan
ada seorang anak yang lahir tanpa seorang ayah. Ini adalah mimpi rakyat biasa.”
Heradus
berkata: “Tidak ada sesuatu yang mengusir tidur dari mata seorang penguasa
selain mimpi-mimpi rakyat. Pergilah wahai pendeta dan jika engkau mendengar
berita-berita, maka sampaikanlah kepadaku sebelum engkau sampaikan kepada
istrimu.” Belum lama pendeta itu pergi sehingga Heradus berpikir, bagaimana
seandainya pendeta itu berbohong. Ia menangkap benang kebohongan pada kedua
matanya. Ia mengetahui kebohongan ini karena ia sendiri sangat pandai
berbohong. Kemudian bagaimana cerita tiga orang cerdik yang mereka mengikuti
bintang? Apakah di sana terdapat persekongkolan menentang Romawi yang tidak
diketahuinya?
Heradus
berteriak di tengah-tengah pengawalnya dan memerintahkan mereka untuk menangkap
semua orang yang mendengar cerita ini atau ia akan melihat akibatnya. Mula-mula
dia memerintahkan untuk mencari gadis perawan yang melahirkan anak itu dan
membunuh setiap anak yang lahir di saat itu. Sementara itu, Maryam keluar dari
Palestina menuju ke Mesir. Sebelumnya, pada suatu malam, datanglah kepadanya
seseorang yang belum pernah dilihatnya dan orang itu menyampaikan salam
kepadanya serta menyerukannya dan sambil berkata: “Bawalah anakmu wahai Maryam
dan keluarlah menuju Mesir.” Dengan nada ketakutan Maryam bertanya, “Mengapa?
Bagaimana aku keluar menuju ke Mesir; dan bagaimana aku bisa mengenali jalan?”
Orang asing itu menjawab, “Keluarlah engkau niscaya Allah SWT akan
melindungimu. Sesungguhnya Hakim Romawi mencari anakmu dan ingin membunuhmu.”
Maryam
bertanya: “Kapan aku keluar?” Orang asing itu menjawab: “Sekarang juga.
Janganlah engkau khawatir sedikit pun karena engkau keluar bersama seorang Nabi
yang mulia. Semua nabi diusir oleh kaumnya dari negeri mereka dan rumah mereka.
Demikianlah hukum kehidupan. Kejahatan selalu berusaha untuk menyingkirkan
kebaikan tetapi pada akhirnya, kebaikan akan kembali menduduki singgasananya.
Keluarlah wahai Maryam.” Akhirnya, Maryam pun pergi menuju ke Mesir. Maryam
melalui gurun Saina’ bersama suatu kafilah yang menuju Mesir. Maryam berjalan
membawa Isa di jalan yang sama yang pernah dilalui Nabi Musa di mana
ditampakkan kepada Nabi Musa api yang suci dan beliau dipanggil dari sisi thur
al-Aiman. Setelah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan, Maryam
sampai di Mesir. Mesir yang dipenuhi dengan kebaikan, kemuliaan,
kebudavaan klasik serta cuacanya yang stabil mempakan tempat yang terbaik untuk
pertumbuhan Isa as.
Al-Masih
tumbuh dan berkembang serta menjalani masa kecilnya di Mesir. Kemudian
datanglah kepada Maryam orang asing yang telah memerintahkannya untuk
meninggalkan Palestina. Kali ini, ia memerintahkannya untuk kembali ke
Palestina. Orang asing itu berkata kepadanya: “Raja yang lalim telah mati, maka
kembalilah bersama anakmu wahai Maryam. Telah datang kesempatan emas bagi Isa
untuk menduduki singgasananya. Isa akan menjadi penyayang orang-orang fakir dan
orang-orang yang benar. Kembalilah wahai Maryam.” Maryam pun kembali. Dalam
perjalanan Maryam melalui banyak mata air di sungai Jordania.
Isa
pun tumbuh menjadi dewasa dan mencapai masa mudanya. Isa keluar dari rumahnya
dan menuju tempat penyembahan kaum Yahudi. Saat itu bertepatan dengan hari
Sabtu. Di sana tidak ada satu rumah pun dari rumah kaum Yahudi yang dapat
menyalakan api atau memadamkannya pada hari Sabtu, atau mengambil buah di hari
itu. Dilarang bagi seorang wanita untuk membikin adonan roti atau seseorang
anak kecil mencuci anjingnya. Nabi Musa telah memerintahkan untuk menghormati hari
Sabtu dan hanya mengkhususkanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Terdapat
hikmah di balik penghormatan hari Sabtu sehingga hari Sabtu menjadi hari yang
sangat disucikan di kalangan orang-orang Yahudi. Mereka melaksanakannya dengan
berbagai macam tradisi dan mereka mencurahkan segala konsentrasi mereka untuk
menjaga hari Sabtu dan tidak meremehkannya. Sebab, mereka meyakini bahwa hari
Sabtu adalah hari yang dijaga dari langit sebelum Allah menciptakan manusia
sebagaimana mereka percaya bahwa Bani Israil telah diberikan pilihan kepada
satu jalur saja, yaitu menjaga hari Sabtu. Mereka bangga karena mereka dapat
menjaganya meskipun hal itu menyebabkan mereka kalah di kancah peperangan atau
mereka tertawan di tangan musuh. Bahkan saking ketatnya mereka mempertahankan
kehormatan hari Sabtu sampai-sampai mereka menambah-nambahi berbagai macam
larangan di hari Sabtu. Majelis kaum Yahudi menetapkan ratusan larangan yang
tidak boleh dilakukan di hari Sabtu, seseorang dilarang untuk memakai gigi
palsu di hari Sabtu. Seorang yang sakit dilarang untuk memakai perban atau
memakai minyak di tempat yang sakit pada hari Sabtu atau memanggil dokter.
Dilarang pula di hari Sabtu untuk menulis dua huruf abjad; dilarang juga untuk
mempertahankan diri pada hari Sabtu; dilarang untuk panen dan belajar di hari
Sabtu. Kemudian, bepergian di hari Sabtu diharuskan untuk tidak lebih dari dua
ribu yard. Dilarang juga dihari Sabtu untuk membawa sesuatu ke luar rumah.
Jadi,
banyaknya syariat, hukum serta larangan-larangan biasanya diikuti dengan
banyaknya keburukan atau paling tidak membantu terciptanya keburukan. Setiap
timbul suatu larangan, maka timbul bersamanya cara untuk menghindar darinya.
Demikianlah, kehidupan kaum Yahudi dipenuhi dengan kemunafikan yang luar biasa
di mana secara lahiriah mereka menampakkan penghormatan terhadap hari Sabtu,
tetapi secara batiniah mereka berusaha menodai kehormatan dengan berbagai macam
cara.
Meskipun
kelompok Farisiun bertanggung jawab terhadap tugas pelaksanaan syariat dan
mengawasinya dengan banyak mendapatkan jarninan-jaminan, maka kita akan melihat
bahwa mereka siap untuk menciptakan berbagai rekayasa dan tipu daya yang
memungkinkan mereka untuk menghindar dari hukum-hukum syariat di saat yang
tepat. Saat yang tepat adalah saat di mana syariat-syariat tersebut
bertentangan dengan kepentingan pribadi mereka atau dapat menjadi penghalang
bagi mereka untuk mendapatkan mata pencaharian yang haram yang sudah siap masuk
pada kantong mereka. Misalnya, terdapat kaidah syariat yang menetapkan
perjalanan pada hari Sabtu tidak boleh melebihi dua ribu yard. Namun
orang-orang Farisiun mengadakan walimah di mana mereka mengundang orang-orang
untuk menghadiri acara tersebut pada hari Sabtu, padahal tempat diadakannya
acara itu berjarak lebih dari dua ribu yard dari rumah mereka. Lalu, bagaimana
mereka dapat melaksanakan hal tersebut? Sangat mudah sekali. Mereka meletakkan
pada sore hari Sabtu sebagian makanan yang berjarak dua ribu yard dari rumah
mereka lalu setelah itu mereka mendirikan suatu tempat tinggal di mana mereka
dapat berjalan setelahnya dan menempuh dua ribu yard yang lain. Dari sini
mereka dapat menambah jarak yang mereka inginkan. Begitu juga agar mereka
menghindar dari larangan membawa sesuatu ke luar rumah pada hari Sabtu, maka
mereka membuat tipu daya yang lain. Yaitu mereka mendirikan gerbang-gerbang
pintu dan jendela di berbagai jalan sehingga seluruh kota seperti rumah besar
yang dimungkinkan bagi mereka untuk membawa segala sesuatu dan bergerak di
dalamnya.
Contoh
lain yang menunjukan bagaimana orang-orang Yahudi mempermainkan syariat
sedangkan mereka mengklaim menjaganya adalah, bahwa syariat Musa menetapkan
agar seorang anak menginfaki kedua orang tuanya saat mereka menginjak usia tua
dan membutuhkannya. Tetapi kaum Farisiun memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk lari dan menghindar dari tanggung jawab ini dengan suatu tipu daya yang
sederhana. Ketika seorang anak dituntut oleh kedua orang tuanya untuk memberi
nafkah, maka ia pergi ke para pendeta dan bersepakat kepada mereka untuk
mewakafkan semua hartanya dan kekayaannya kepada haikal, yaitu
tempat sembahan kaum Yahudi. Saat itu kedua orang tuanya tidak mampu mengambil
sesuatu pun darinya. Ketika mereka berdua telah putus asa dan tidak lagi
menuntut padanya untuk memberi nafkah, maka semua harta kekayaannya akan
dikembalikan kepadanya oleh para pendeta, dengan catatan hendaklah ia
memberikan bagian tertentu dari hartanya kepada para pendeta itu. Demikianlah
yang terdapat dalam Injil Mata.
Di
tengah-tengah suasana kebodohan pemikiran yang luar biasa ini, juga terdapat
sikap keras kepala dan kejumudan berpikir yang mengelilingi kaum Yahudi.
Terdapat tujuh tingkat kesucian dan dua puluh enam salat yang harus mereka
lakukan saat mereka membasuh tangan sebelum memakan makanan, namun mereka
menganggap bahwa meniadakan pembacaan salat-salat sebagai bentuk pembunuhan
terhadap jiwa dengan cara bunuh diri dan tercegah dari kehidupan abadi. Demikianlah
kekerasan sikap masyarakat Yahudi yang menunjukkan bahwa moral mereka telah
rusak dan dipenuhi dengan kemunafikan yang tiada taranya.
Sementara
itu, Isa berjalan menuju tempat beribadah. Orang-orang berjalan di
sekelilingnya. Mereka tampak membanggakan pakaian-pakaian yang berwarna dan
berharga sedangkan Isa berjalan dengan memakai baju putih dan menampakkan
kezuhudannya. Rambut Isa tampak lembut yang mencapai kedua bahunya dan tampak
ia basah terkena air awan yang menurunkan gerimis. Kemudian kedua kakinya
berjalan di atas tanah sehingga tanah itu dipenuhi dengan bau harum yang tidak
diketahui sumbernya. Baju yang dipakai oleh Isa terbuat dari bulu domba yang
sangat sederhana dan kasar. Meskipun hari itu hari Sabtu, Isa memetik buah di
suatu kebun dan mengambil dua buah yang beliau berikan kepada anak kecil yang
fakir dan lapar. Tindakan semacam ini menurut kepercayaan Yahudi dianggap
sebagai tindakan yang menentang agama Yahudi.
Isa
mengetahui bahwa menjalankan agama yang hakiki bukan terletak pada ketaatan
eksternal sementara hati jauh dari sikap rendah diri. Oleh karena itu, Isa
mencabut buah dan memberikan makan kepada manusia pada hari Sabtu. Beliau
menyalakan api untuk wanita-wanita tua sehingga mereka tidak mati kedinginan.
Isa
sering mengunjungi tempat sesembahan orang Yahudi. Isa berdiri di dalamnya dan
mengamati para pendeta dan manusia yang hilir mudik di sekitarnya. Sesampainya
Isa di tempat sembahan, ia berdiri di dalamnya. Isa mengamat-amati apa yang ada
di dalamnya. Dinding-dinding tempat beribadah itu terbuat dari kayu gahru yang
memiliki bau yang harum. Di samping itu, terdapat kelambu-kelambu yang terbuat
dari kain-kain yang mengagumkan yang dicampur dengan emas. Juga terdapat
lampu-lampu yang terulur dari atap dan juga ada lilin-lilin yang memenuhi
ruangan dengan cahaya. Meskipun demikian, kegelapan menyelimuti hati
orang-orang yang ada di situ.
Nabi
Isa berdiri cukup lama di tempat penyembahan itu. Setiap kali ia memutarkan
wajahnya, ia mendapati para pendeta di sana. Terdapat dua puluh ribu pendeta.
Nama-nama mereka tercatat dalam haikal. Mereka adalah kaum
Waliyun yang memakai saku-saku yang besar yang di dalamnya ada kitab-kitab
syariat. Sedangkan kaum Farisiun, mereka memakai pakaian yang lebar yang
sisi-sisinya tertenun dengan emas. Mereka adalah pembantu haikalyang
resmi dengan memakai baju-baju mereka yang putih. Adapun kaum Shaduqiyun adalah
kelompok para pendeta aristokrat yang bersekutu dengan penguasa di mana mereka
memperoleh kekayaan melalui persekutuan ini. Nabi Isa memperhatikan bahwa
jumlah pengunjung haikalita lebih sedikit daripada jumlah para
pendeta dan para tokoh agama. Tempat penyembahan itu dipenuhi dengan kambing
dan merpati yang dibeli oleh para pengunjung tempat penyembahan itu. Mereka
menyerahkannya sebagai kurban kepada Allah. Yaitu kurban yang disembelih di
dalam tempat persembahan di atas tempat penyembelihan. Alhasil setiap langkah
yang diayunkan oleh para pejalan di tempat penyembahan itu akan menghasilkan
uang.
Di
tempat penyembahan Yahudi itulah tersingkap hakikat kehidupan kaum Yahudi.
Nilai satu-satunya yang disembah oleh manusia di zaman itu adalah uang. Jadi,
kemewahan materi atau kekayaan adalah nilai satu-satunya yang karenanya manusia
akan bergulat satu sama lain. Dalam hal itu, tidak ada perbedaan antara
tokoh-tokoh pembawa ajaran syariat dengan manusia-manusia biasa. Kaum
Shaduqiyun dan kaum Farisiun bekerja sama di antara mereka di dalam haikal itu
seakan-akan mereka di dalam suatu pasar di mana mereka memanfaatkannya untuk
diri mereka dengan terus mencari kurban-kurban di dalamnya. Seringkali kaum
Shaduqiyun dan Farisiun berseteru dalam persoalan syariat dan hukum. Demikian
juga, mereka berseteru dalam menentukan kurban yang harus mereka raih di haikal itu.
Kaum Farisiun berpendapat bahwa hewan-hewan kurban itu harus dibeli dari
harta haikal sedangkan kaum Shaduqiyun menganggap bahwa harta
darihaikal adalah hak mereka. Oleh karena itu, mereka menganggap
bahwa hewan kurban itu harus dibeli dengan jumlah tersendiri. Begitu juga kaum
Farisiun mewajibkan untuk membakar hewan yang disembelih di atas tempat
penyembahan, sedangkan kaum Shaduqiyun mereka mengambil hewan sembelihan ini
untuk diri mereka sendiri.
Di
dalam Talmud disebutkan bahwa kaum Shaduqiyun menjual merpati di toko-toko
mereka yang mereka miliki. Mereka sengaja memperbanyak kesempatan-kesempatan
yang diharuskan di dalamnya untuk mengorbankan burung-burung merpati sehingga
harga seekor burung merpati saja mencapai beberapa Dinar. Melihat hal itu,
salah satu tokoh Farisiun yaitu Sam’an bin Amlail mengeluarkan fatwa yang
intinya mengurangi kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya seseorang
menyerahkan merpati sebagai kurban. Setelah itu, harga burung cuma mencapai
seperempat Dinar. Pergulatan antara kedua kelompok itu mendatangkan pukulan
berat bagi pemilik toko yang menyimpan burung merpati terutama anak-anak dari
kepala pendeta.
Nabi
Isa memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya; Nabi Isa melihat kaum
fakir yang tidak mampu membeli hewan kurban sehingga mereka tidak mampu berkurban;
Nabi Isa melihatbagaimana para pendeta memperlakukan mereka dan memangsa mereka
seperti serigala yang buas. Nabi Isa berpikir di dalam dirinya, mengapa
binatang-binatang itu mereka bakar lalu dagingnya menjadi asap di udara,
padahal di sana terdapat ribuan kaum fakir yang mati kelaparan? Mengapa mereka
mengira bahwa Allah SWT ridha ketika tempat penyembelihan dilumuri dengan
darah, lalu hewan kurban itu dibawa ke rumah-rumah para pendeta dan toko-toko
mereka untuk dijual? Mengapa orang-orang fakir banyak berhutang dan
mengeluarkan banyak uang untuk membeli binatang-binatang kurban? Mengapa
binatang-binatang kurban itu harus dimiliki dan hanya dirawat oleh para pendeta
lalu apa yang mereka lakukan dengan uang-uang ini? Lalu, di manakah tempat
orang-orang fakir dihaikal itu? Bukankah hal yang aneh ketika
seseorang memasuki rumah dengan keharusan membawa uang?
Nabi
Isa pergi dari tempat penyembahan itu dan ia meninggalkan kota menuju gunung.
Dada Nabi Isa dipenuhi dengan kecemburuan yang suci terhadap yang Maha Benar.
Wajahnya tampak semakin pucat ketika melihat berbagai macam kejahatan memenuhi
dunia. Nabi Isa berdiri di atas sebuah bukit dan beliau mulai melakukan salat.
Tetesan-tetesan air mata mulai berlinang dari pipinya dan jatuh ke bumi. Nabi
Isa mulai merenung dan menangis. Di sana terdapat bunga yang nyaris mati karena
kehausan lalu ketika ia mendapatkan tetesan air mata al-Masih, maka bunga itu
mekar kembali dan mendapatkan kehidupan. Tetesan air mata al-Masih
menyelamatkannya, sebagaimana beliau akan menyelamatkan manusia dengan
dakwahnya. Di malam yang penuh berkah ini pula, dua orang Nabi yang mulia
meninggalkan bumi, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Zakaria. Kedua Nabi itu dibunuh
oleh penguasa. Sejak kepergian mereka berdua, bumi kehilangan banyak dari
kebaikan. Pada malam itu juga, turunlah wahyu kepada Isa bin Maryam. Allah SWT
memutuskan perintah-Nya agar ia memulai dakwahnya.
Nabi
Isa menutup lembaran halus dari kehidupannya yaitu lembaran yang penuh dengan
tafakur dan ibadah. Beliau memulai perjalanannya yang berat dan penuh tantangan
serta penderitaan: beliau mulai berdakwah di jalan Allah SWT; beliau mulai
membangun kerajaan yang tegak berdasarkan kerendahan hati dan cinta. Kerajaan
yang penguasanya bertujuan untuk membebaskan dan menyucikan ruh. Kerajaan yang
memancarkan sikap rendah diri dan cinta. Nabi Isa ingin menyelamatkan ruhani.
Ajaran Nabi Isa berdasarkan keimanan terhadap hari kiamat dan kebangkitan.
Nilai-nilai dan pemikiran tersebut tidak ditemukan dalam kehi-dupan orang-orang
Yahudi.
Syariat
Musa menetapkan pemberlakuan hukum qisas: barangsiapa yang memukulmu di pipi
sebelah kananmu, maka pukullah pipi sebelah kanannya. Lalu bagaimanakah
orang-orang Yahudi menerapkan hukum qisas tersebut? Jika yang dipukul mampu
untuk menghancurkan rumah orang yang memukul, maka ia tidak perlu merasa puas
hanya sekadar memukul pipi sebelah kanannya, namum jika ia tidak mampu, maka
hendaklah ia memukul pipi sebelah kanannya. Namun boleh jadi hatinya dipenuhi
dengan dendam karena ia tidak dapat menghancurkan rumahnya.
Jadi,
kebencian adalah pelabuhan tempat bersinggahnya syariat Musa. Meskipun beliau
adalah seorang Nabi yang merupakan cermin cinta Ilahi yang besar namun
syariatnya kini berada di bawah kekuasaan hati-hati yang mati, yaitu hati-hati
yang penuh dengan dendam dan kebencian. Lalu, apa yang dilakukan Nabi Isa
terhadap semua ini? Allah SWT telah mengutusnya dan memperkuat Taurat yang
dibawa oleh Musa sebagaimana Allah SWT menurunkannya kepada Musa. Jadi, seorang
nabi tidak menghancurkan tugas nabi sebelumnya. Para nabi bagaikan satu mata
rantai yang tujuannya adalah satu, yaitu menciptakan kesucian dan
mempertahankan kebenaran serta mengesakan Allah SWT.
Kemudian
apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap syariat qisas cersebut? Yang jelas,
tindakan yang dilakukkan oleh Nabi Isa murni dari ilham yang didapatnya dari
Allah SWT. Nabi Isa mengem-balikan kaum kepada tujuan asli dari syariat. Nabi
Isa mengembalikan mereka kepada hikmah syariat yang asli. Nabi Isa
mengembalikan mereka kepada cinta. Nabi Isa tidak mengatakan sesuatu pun kepada
orang yang memukul pipi sebelah kanannya. Nabi Isa tidak berusaha untuk memukul
pipi sebelah kanannya. Al-Masih justru akan membalikkan pipi sebelah kirinya.
Inilah syariat Nabi Isa yang tidak berbeda sedikit pun dengan syariat Nabi
Musa. Ia merupakan kedalaman yang mengagumkan dari kedalaman syariat Nabi Musa.
Nabi Isa ingin menetapkan kepada kaum di sekelilinginya tentang sesuatu yang
penting. Nabi Isa ingin memberitahu mereka bahwa syariat bukan mengajari kalian
untuk meletakkan dendam pada diri kalian lalu kalian memukul lawan kalian.
Syariat yang hakiki adalah, hendaklah kalian menebar kasih sayang, pemaaf, dan
cinta.
Terdapat
banyak binatang-binatang buas di hutan. Binatang-binatang itu mencintai diri
mereka sendiri. Mereka bermusuhan dan saling membunuh demi makanan dan minuman.
Mereka memberikan makan kepada anak-anaknya. Perbedaan antara manu-sia dan
binatang adalah perbedaan pada tingkat cinta. Hewan tidak akan mampu melampui
derajat cintanya kepada makhluk yang lain. Atau dengan kata lain, hewan tidak
dapat membagi cintanya kepada jenis yang lain. Sedangkan manusia mampu
melakukan hal itu. Di situlah manusia mampu dapat mencapai kemuliaannya dan
kemanusiaannya. Al-Masih memberitahu kaumnya bahwa manusia tidak akan menjadi
manusia sempurna kecuali setelah ia mencintai orang lain sebagaimana ia
mendntai dirinya sendiri.
“Aku
mendengar bahwa dikatakan, hendaklah engkau mencintai orang yang dekat denganmu
dan membenci musuhmu, sedangkan aku berkata kepada kalian, cintailah musuh
kalian dan doakanlah orang yang melaknati kalian. Berbuat baiklah kepada
pembenci kalian dan salatlah untuk orang-orang berbuat buruk kepada kalian.”
(Injil Mata).
Dakwah
Nabi Isa datang dan menghapus syariat Nabi Musa dalam bentuk eksternal. Jika
kita berusaha membandingkan dua syariat tersebut dalam bentuk yang sederhana,
maka pada hakikat-nya dakwah Nabi Isa bertujuan untuk menghapus bid’ah yang
dilakukan oleh kaum Farisiun dan Shaduqiun terhadap syariat Nabi Musa dan
menunjukkan hakikat syariat ini dan tujuan-tujuannya yang tinggi. Di
tengah-tengah masa materialisme yang sangat luar biasa dan dunia dipenuhi
dengan penyembahan terhadap emas dan tersebarnya berbagai macam kejahatan,
munculah dakwah al-Masih sebagai reaksi ideal yang menunjukkan ketinggian dan
kesucian. Al-Masih mengetahui bahwa ia mengajak manusia untuk menciptakan
perilaku ideal dalam kehidupan; Al-Masih menyadari bahwa dakwahnya penuh dengan
idealisme tetapi idealisme ini sendiri pada saat yang sama merupakan solusi
satu-satunya untuk mengobati kehidupan dari kesengsaraan dan penyakit-penyakit
menular; Al-Masih mengetahui bahwa tidak semua manusia tidak mampu untuk
mencapai puncak yang diisyaratkannya. Tetapi paling tidak, hendaklah setiap
orang berusaha sedikit mendaki sehingga ia selamat.
Dakwah
Nabi Isa terdiri dari kesudan yang mengagumkan; dakwah Nabi Isa bertujuan untuk
menyelamatkan ruh atau dakwah yang dapat dianggap sebagai pedoman perilaku
individu, bukan suatu system perincian-perincian tersebut dan hanya memfokuskan
kepada sumber utama, yaitu ruh. Isa ingin raenghidupkan ruhani manusia dan
membimbingnya untuk mencapai cahaya Sang Pencipta. Oleh karena itu, Isa datang dengan
didukung oleh ruhul kudus. Ruhul kudus adalah Jibril. Kita
tidak mengetahui bagaimana Allah SWT memperkuat Isa dengan Ruh Kudus: apakah
Jibril menemaninya dan menyertainya sepanjang pengutusannya? Jibril turun
kepada nabi untuk menyampaikan risalah atau membawa mukjizat atau justru
mendatangkan hukuman atas kaumnya, tetapi ia tidak bersama mereka sepanjang
waktu. Oleh karena itu, apakah memang Jibril menemani Isa sehingga beliau
diangkat ke langit?
Hampir
saja hati menjadi tenang dengan tafsiran ini karena dalam kehidupan Nabi Isa
terdapat sisi-sisi malaikat di mana beliau mempunyai kemampuan yang luar biasa
yang berupa mukjizat-mukjizat. Bahkan kemampuan beliau sampai pada batas
menghidupkan orang-orang mati dengan izin Allah SWT. Begitu juga, beliau memiliki
kemampuan yang luar biasa di mana beliau dengan hanya meniupkan pada suatu
tanah, maka tanah itu terbentuk menjadi burung dan ia terbang dengan izin Allah
SWT. Selain itu, Nabi Isa sama sekali tidak mendekati wanita sepanjang hidupnya
sehingga beliau diangkat oleh Allah SWT. Beliau tidak menikah. Ini juga sifat
malaikat di mana kita saksikan bahwa sebagian para nabi yang diutus oleh Allah
SWT dan memiliki beberapa wanita bahkan kitab-kitab Yahudi menyebutkan bahwa
jumlah istri-istri nabi mereka Sulaiman misalnya, mencapai seribu wanita.
Isa
hidup dalam keadaan tenggelam dalam ibadah seperti anak dari bibinya, yaitu
Yahya. Jika Yahya khusuk beribadah dan tinggal di gunung dan gurun bahkan dia
menginap di gua, maka hal itu adalah hal yang alami baginya, sedangkan Isa
hidup justru di tengah-tengah masyarakat kota .
Persoalannya adalah, bukan hanya Isa tidak terkait hubungan dengan seorang
wanita dan bukan hanya mukjizat-mukjizat yang diperolehnya yang luar biasa yang
berhubungan dengan ruh, tetapi yang lebih dari itu adalah, bahwa beliau
didukung oleh ruhul kudus sepanjang masa dakwahnya. Tentu itu
adalah nikmat yang tak seorang pun dari para nabi sebelumnya diberi. Allah SWT
berfirman:
“(Ingatlah),
ketika Allah mengatakan: ‘Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan
kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan roh kudus. Kamu dapat
berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan
(ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat, dan Injil, dan
(ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa
burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi
burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu
menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang
berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan
orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu
Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu
mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang
kafir di antara mereka berkata: ‘Ini tidak lain hanya sehir yang nyata.’ Dan
(ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: ‘Berimanlah
kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’ Mereka nienjawab: ‘Kami telah beiiman dan
saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh
(kepada seruanmu).’” (QS. al-Maidah: 110-111)
Ayat-ayat
tersebut menyebutkan lima mukjizat Nabi
Isa. Pertama, bahwa beliau mampu berbicara dengan manusia saat beliau masih di
buaian. Kedua, beliau diajari Taurat dan Taurat yang diturunkan kepada Nabi
Musa telah tersembunyi dan telah mengalami perubahan yang dilakukan oleh
orang-orang cerdik dari kaum Yahudi. Ketiga, beliau membentuk tanah seperti
burung kemudian meniupkannya lalu tanah itu menjadi burung. Keempat, beliau
mampu menghidupkan orang-orang yang mati. Kelima, beliau mampu menyembuhkan orang
yang buta dan orang yang belang. Terdapat mukjizat yang keenam yang disebutkan
dalam Al-Qur’an al-Karim:
“(Ingatlah),
ketika pengikut-pengikut Isa berkata: ‘Hai Isa putra Maryam, bersediakah
Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?’ Isa menjawab:
‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orangyang beriman.’ Mereka
berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan
supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi
orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.’ Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan
kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari
turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama
kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri
rezekilah kami dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.’ Allah
berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa
yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku ahan
menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di
antara umat manusia.’” (QS. al-Maidah: 112-115)
Mukjizat
yang keenam itu adalah turunnya makanan dari langit karena permintaan
Hawariyin. Juga terdapat mukjizat yang ketujuh yang terdapat surah Ali ‘Imran
yaitu beliau diberi kemampuan melihat hal-hal yang gaib melalui panca inderanya
meskipun beliau tidak menyaksikannya secara langsung. Oleh karena itu, beliau
memberitahu kepada sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya apa yang mereka makan
dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka:
“Dan
aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku)
bagimu, jika kamu benar-benar beriman. ” (QS. Ali ‘Imran:: 49)
Inilah
mukjizat Nabi Isa yang ketujuh yang didahului oleh mukjizat kelahirannya yang
sangat mengagumkan. Beliau lahir tanpa seorang ayah, lalu diikuti mukjizat
berikutnya di mana beliau diangkat dari bumi ke langit ketika penguasa yang
lalim berusaha menyalibnya. Barangkali pembaca akan bertanya-tanya: mengapa
mukjizat-mukjizat seperti ini diperoleh oleh Nabi Isa? Kita mengetahui bahwa
mukjizat adalah hal yang luar biasa yang Allah SWT berikan kepada nabi-Nya.
Tetapi pemberian itu menjadi sempuma jika mukjizat itu disesuaikan dengan
keadaan zaman diutusnya nabi tersebut sehingga mukjizat itu sangat berpengaruh
dalam jiwa kaum dan mampu menggoncangkan hati mereka dan menjadikan mereka
berimana kepada pemilik mukjizat ini. Jadi, mukjizat menjadi suatu hal yang
luar biasa. Oleh karena itu, Allah SWT berkehendak agar mukjizat ini sesuai
dengan zaman diutusnya nabi tersebut.
Jadi,
setiap mukjizat yang dibawa oleh rasul selalu berlain-lainan. Nabi Saleh diutus
di tengah-tengah kaum yang melihat bagaimana seekor unta yang melahirkan dari
gunung atau mampu membelah batu-batuan gunung. Sedangkan Nabi Musa diutus di
tengah-tengah kaum yang gemar memainkan sihir sehingga sihir mendapat tempat
istimewa. Oleh karena itu, mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa bentuk lahirnya
seakan-akan menyerupai sihir, tetapi pada hakikatnya ia justru menjatuhkan
sihir. Mukjizat itu berupa tongkat yang menjadi ular dan kemudian ular itu
memakan tongkat-tongkat para tukang sihir.
Lain
halnya dengan Nabi Isa, beliau diutus di tengah-tengah kaum materialis yang
mengingkari ruh dan hari kebangkitan. Mereka menduga bahwa manusia hanya
sekadar tubuh tanpa ruh. Mereka adalah kaum yang meyakini bahwa darah makhluk
adalah ruhnya atau jiwanya. Taurat yang ada di tangan Yahudi menyebutkan bahwa
tafsir an-Nafst adalah darah. Disebutkan di dalamnya:“Janganlah engkau
memakan darah dari tubuh manusia karena jiwa setiap tubuh adalah darahnya. “
Nabi
Isa diutus di tengah-tengah kaum yang mereka disesatkan oleh falsafah yang
dasarnya mengatakan bahwa penciptaan alam memiliki sumber pertama, seperti
sebab dari akibat. Jadi, alam memiliki wujud yang mendahuluinya. Di
tengah-tengah masa yang niaterialis ini, di mana ruh diingkari, maka secara
logis mukjizat Nabi Isa terkait dengan usaha menunjukkan alam ruhani.
Demikianlah Isa dilahirkan tanpa seorang ayah. Mukjizat ini cukup untuk
membungkam kaum yang mengatakan bahwa alam memiliki sumber pertama. Jelas bahwa
alam tidak memiliki wujud yang mendahuluinya. Kita berada di hadapan Sang
Pencipta yang mengadakan sistem bagi segala sesuatu dan menjadikan sebab bagi
segala sesuatu. Dia menjadikan proses kelahiran anak berasal dari hubungan
laki-laki dan wanita, tetapi Pencipta ini sendiri menciptakan sebab-sebab dan
sebab-sebab itu tunduk kepadanya sedangkan Dia tidak tunduk kepada sebab-sebab
itu. Dengan kehendak-Nya yang bebas, Dia mampu memerintahkan kelahiran anak
tanpa melalui ayah sehingga anak itu lahir. Dan, kelahiran Isa pun terjadi
tanpa seorang ayah. Cukup ditiupkan ruh kepadanya:
“Lalu
Kami tiupkan ke dalamnya (tubuhnya) roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan
anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. ” (QS.
al-Anbiya’: 91)
Kelahiran
Isa membawa mukjizat yang luar biasa yang menegaskan dua hal: pertama, kebebasan
kehendak Ilahi dan ketidak terkaitannya dengan sebab karena Dia adalah Pencipta
sebab-sebab, kedua pentingnya ruh dan menjelaskan kedudukannya serta nilainya
di antara kaum yang hanya mementingkan fisik sehingga mereka mengingkari ruh.
Seandainya kita mengamati sebagian besar mukjizat Nabi Isa, maka kita akan
melihatnya dan mendukung pandangan tersebut. Misalnya, mukjizat Nabi Isa yang
mampu membentuk tanah seperti burung lalu beliau meniupkannya sehingga tanah
itu menjadi burung. Mukjizat ini pun menguatkan adanya ruh. Semula ia berupa
tanah yang bersifat fisik yang tidak dapat disifati dengan kehidupan tetapi
ketika Nabi Isa meniupnya, maka segenggam tanah itu menjadi burung yang
memiliki kehidupan, Sungguh sesuatu yang bukan fisik masuk ke dalamnya. Sesuatu
itu adalah ruh. Ruh itu masuk ke dalam tanah sehingga ia menjadi burung. Jadi,
ruh adalah nilai yang hakiki, bukan jasad atau fisik. Di samping itu, juga ada
mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati. Bukankah ini juga menunjukkan
adanya ruh dan adanya hari akhir atau hari kebangkitan. Orang yang mati telah
ditelan oleh bumi di mana anggota tubuhnya telah hancur berantakan sehingga ia
hampir menjadi tulang-belulang yang hancur lalu al-Masih memanggilnya dan
tiba-tiba dia hidup kembali dan bangkit dari kematiannya.
Seandainya
orang yang mati hanya berupa fisik sebagaimana dikatakan orang-orang Yahudi,
maka ia tidak akan mampu bangkit dari kematiannya karena fisiknya telah hancur
tetapi mayit itu mampu bangkit dari kematian. Jasadnya kembali hidup dan ia
bangkit dari kuburannya serta berbicara. Jadi, ruh adalah nilai yang hakild.
bukan fisik atau jasad. Kalau begitu, di sana terdapat hari
kebangkitan dan hari kiamat. Hal ini bukanlah mustahil sebagaimana yang
dikatakan orang-orang Yahudi, karena setelah kematian jasad menjadi tanah yang
berterbangan di udara. Itu bukan mustahil tetapi mungkin-mungkin saja. Dalil
dari hal itu adalah, kebangkitan orang-orang yang telah mati di hadapan mata
kepala mereka sendiri. Nabi Isa telah menghidupkan mereka agar kaumya vakin
bahwa kiamat fisik akan terjadi dari kematian dan itu adalah benar dan bahwa
hari akhir adalah benar.
Juga
terdapat mukjizat yang lain, yaitu beliau mampu memberi tahu kaumnya tentang
apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka, tanpa terlebih dahulu beliau
masuk ke rumah mereka atau dapat bocoran dari seseorang. Mukjizat ini
menetapkan bahwa panca indera bukanlah nilai yang hakiki. Nabi Isa tidak
melihat apa yang ada di rumah mereka tetapi ruhnya mampu untuk melihat dan
berbicara atau memberitahu mereka. Jadi, ruhani adalah nilai yang hakiki, bukan
fisik. Demikianlah mukjizat-mukjizat Isa datang untuk memberitahukan pentingnya
ruh dan kebebasan kehendak Ilahi. Mukjizat-mukjizat Nabi Isa—sebagaimana
dikatakan oleh guru kami Muhammad Abu Zahra’—termasuk dari jenis propagandanya
dan sesuai dengan tujuan risalahnya, yaitu dakwah untuk mendidik ruhani dan
keimanan kepada hari kebangkitan dan hari kemudian, dan di sana ada kehidupan
lain di mana seseorang yang berbuat baik akan dibalas kebaikannya dan orang
yang berbuat buruk akan dibalas keburukannya.
Lalu,
apakah mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati masih memberikan celah
kepada para pengingkar akhirat untuk terus mengingkarinya atau memberikan
ruangan kepada penentang hari kebangkitan untuk meneruskan penentangannya? Kami
telah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi telah diracuni dengan pikiran
ketidakpercayaan atau penentangan pada hari akhirat serta tidak beriman kepada
hari akhir, maka menghidupkan orang-orang yang mati yang dibawa atau dikuasai
oleh Isa menjadi suatu pukulan telak bagi mereka yang membuat mereka beriman,
tetapi mereka masih menentang tanda-tanda kebesaran Allah.
Nabi
Isa menutup lembaran kehidupannya yang lembut dan dan ia mulai berdakwah di
jalan Allah. Beliau didukung oleh ruhul kudus dan
mukjizat-mukjizat yang luar biasa. Al-Qur’an al-Karim menceritakan kepada kita
bahwa esensi dakwah al-Masih tidak banyak berubah dari esensi dakwah para nabi
sebelumnya, yaitu menyuarakan Islam yang intinya adalah menebarkan tauhid yang
sempurna hanya serta menyerahkan diri kepada Allah: “Sembahlah Allah,
Tuhanku dan Tuhan kalian.”
Al-Qur’an
memberitahu kita bahwa yang mengatakan kalimat tersebut adalah Isa. Kalimat
tersebut adalah kalimat yang sama yang pernah disampaikan seluruh nabi, meskipun
nama mereka, sifat mereka, mukjizat mereka, baju mereka, bahasa mereka, usia
mereka, bentuk mereka, dan warna kulit mereka tidak sama. Mereka semua
bersepakat untuk menyuarakan Islam dan hanya menyerahkan diri kepada Allah SWT
serta beriman bahwa Allah SWT adalah Tuhan mereka dan Tuhan alam semesta. Tiada
sekutu bagi-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya. Dia Maha Esa yang tidak
beranak dan tidak diperanakkan dan tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.
Isa
tidak mengatakan persoalan tauhid lebih banyak atau lebih sedikit dari apa yang
pemah disampaikan oleh para nabi. Al-Qur’an datang kira-kira setelah lima ratus tahun
dari pengangkatan Nabi Isa. Allah SWT, melalui ilmu-Nya yang azali mengetahui
apa yang terjadi di tengah-tengah kaum Masehi di mana mereka berselisih tentang
hakikat Isa. Oleh karena itu, Al-Qur’an al-Karim berusaha menyingkap dialog
mereka yang belum terjadi. Allah SWT berfirman:
“Dan
(ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain
Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah
Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku
tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali
apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: ‘Sembahlah Allah,
Tuhanku, dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada
di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi
mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.’” (QS.
al-Maidah: 116-117)
Al-Qur’an
secara tegas mengatakan bahwa dakwah al-Masih adalah dakwah tauhid. Al-Qur’an
ingin mengatakan bahwa al-Masih terlepas dari segala tuduhan yang dialamatkan
kepadanya, yaitu tuduhan bahwa ia anak Tuhan atau ia justru tuhan itu
sendiri. “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang
Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: ‘Sembahluh Allah, Tuhanku,
dan Tuhanmu.“
Nabi
Isa pergi berdakwah di jalan Allah SMT. Inti dakwahnya adalah, bahwa tidak ada
perantara antara Pencipta dan makhluk; tidak ada perantara antara seorang
penyembah dan yang disembah. Allah SWT menurunkan kitab Injil kepada Nabi Isa.
Ia adalah kitab suci yang datang untuk membenarkan Taurat dan berusaha
menghidupkan syariatnya yang pertama. Injil adalah cahaya, petunjuk, dan
peringatan bagi orang-orang yang bertakwa. Nabi Isa ingin meluruskan tafsiran
orang-orang Yahudi terhadap syariat di mana mereka menyampaikan tafsir dari
syariat itu secara harfiah dan sesuai dengan kepentingan mereka. Nabi Isa
menenangkan orang-orang yang yang menjaga syariat bahwa ia tidak datang untuk
menghilangkan syariat, tetapi ia datang untuk menyempurnakannya dan menyelesaikan
tugas para nabi. Namun Isa lebih menekankan pada penafsiran esensinya, bukan
kepada bentuk lahiriahnya.
Nabi
Isa memberi pengertian kepada orang-orang Yahudi bahwa sepuluh wasiat yang
dibawa oleh Isa mengandung makna-makna yang lebih dalam dari apa yang mereka
bayangkan. Wasiat yang keenam bukan hanya melarang pembunuhan materi,
sebagaimana yang mereka pahami tetapi juga menyangkut penindasan dan usaha
rnencelakakan orang lain. Sedangkan wasiat yang ketujuh bukan hanya melarang
zina (dalam pengertian terjadinya hubungan antara laki-laki dengan perempuan
melalui cara-cara yang tidak sah), tetapi zina berarti segala bentuk perbuatan
yang menjurus kepada dosa. Misalnya, ketika mata diarahkan kepada lawan jenis
disertai syahwat dan hasrat seksual, maka itu pun berarti zina. Nabi Isa
berkata: “Sesungguhnya lebih baik bagi manusia untuk menghindarkan matanya dari
sesuatu yang dapat menghancurkannya daripada ia harus hancur dengan mata itu
sendiri. Syariat yang dibawa oleh Isa melarang untuk melanggar sumpah dan janji
Nabi Isa memberi pengertian kepada kaumnya bahwa hendaklah mereka tidak
melakukan sumpah palsu karena merupakan “kesalahan besar jika nama Allah dibuat
main-main di atas mulut-mulut manusia.” (Injil Mata 21 sampai 48).
Dakwah
Nabi Isa juga berbenturan dengan arus materialisme yang sangat mendominasi
masyarakat saat itu. Oleh karena itu, beliau mengingatkan manusia dari
perbuatan munaflk, pamrih, tamak, dan gila pujian. Begitu juga beliau
mengingatkan mereka dari sifat rakus terhadap kekayaan dunia; beliau
mengingatkan agar jangan sampai mereka menimbun harta di dunia. Yakni, hendak
lah mereka tidak memfokuskan perhatian mereka pada urusan-urusan duniawi semata
yang sifatnya tidak abadi. Tetapi hendaklah rnereka memfokuskan perhatian
mereka pada hal-hal yang bersifat samawi (ukhrawi) karena itu bersifat abadi.
Nabi
Isa memberitahu kepada masyarakatnya agar mereka menjadi orang-orang yang
teliti saat memilih gaya hidup mereka karena pada gilirannya akal mereka akan
menjadi cermin darinya. Kecenderungan manusia itu terkait kuat dengan hatinya.
Jika hati tertuju kepada cahaya langit, maka kehidupan manusia akan tampak
bersinar tetapi jika hati tertuju pada kegelapan dunia, maka kehidupannya pun
tampak gelap. Nabi Isa mengingatkan kaumnya dari sikap pamrih dan cinta dunia.
Beliau mengajak mereka untuk teliti dalam memilih majikan yang mereka mengabdi
kepadanya karena manusia tidak dapat mengabdi kepada dua majikan dalam satu
waktu. Boleh jadi ia akan menjadikan harta sebagai majikannya, atau boleh jadi
ia akan menjadikan Allah SWT sebagai tuannya. Jika ia menyembah harta, maka
berarti ia jauh dari penyembahan terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, hendaklah
manusia menjauhi dunia, seperti makanan dan pakaian di mana mereka akan
dikuasai oleh kegelisahan dan ketidaktenangan serta keraguan tentang penjagaan
Allah SWT kepada mereka. Allah SWT telah berjanji untuk memenuhi kebutuhan
hamba-hamba-Nya dalam kehidupan. Ketika timbul kegelisahan dan keraguan pada
diri mereka, maka itu dikarenakan keraguan mereka terhadap penjagaan Allah SWT
dan ketidakpercayaan mereka kepada janji-janjinya dan rahmat-Nya serta
bimbingan-Nya. Allah SWT-lah yang menciptakan mereka dan Dia pula yang menjamin
kehidupan mereka dan melindungi mereka. Bahkan Dia juga melindungi makhluk yang
paling kecil urusannya seperti burung di langit dan kumbang-kumbang di kebun.
Nabi
Isa memberitahu kaumnya bahwa hanya memperhatikan dunia adalah hal yang salah,
yang tidak pantas dilakukan oleh orang-orang yang beragama. Itu adalah sikap
para penyembah berhala karena penyembah berhala tidak mengetahui apa yang lebih
baik darinya, sedangkan orang-orang yang beragama mengetahui bahwa di sana
terdapat bimbingan Ilahi yang mengajak mereka untuk percaya kepada Allah SWT
dan tidak begitu peduli dengan dunia. Allah SWT mengetahui kebutuhan-kebutuhan
mereka lebih daripada apa yang mereka ketahui; Allah SWT akan melindungi mereka
dan akan menjamin kehidupan mereka. Karena itu, yang layak bagi mereka adalah,
hendaklah mereka memohon agar diberi kekuasaan Allah SWT dan kebaikan dari-Nya.
Yakni kehidupan ruhani dan apa yang dikandungnya dari kebahagiaan abadi.
Di
samping itu, Nabi Isa menasihati mereka agar jangan terlalu pusing dengan
kejadian-kejadian yang akan datang dan persoalan-persoalan esok hari karena
esok hari sudah berjalan sebagaimana mestinya. Jika kebutuhan dan penderitaan
datang silih berganti, maka bantuan dan perlindungan Ilahi pun terus datang
silih berganti. Dakwah Nabi Isa juga berbenturan dengan dualisme yang tumbuh di
tengah-tengah masyarakat. Kita saksikan sebagaimana mereka suka mendapatkan
kebaikan yang ditujukan kepada diri mereka, maka mereka pun biasa untuk
melakukan kejahatan kepada orang-orang lain. Demikianlah, kehidupan orang-orang
Yahudi dicemari sikap dualisme ini. Nabi Isa mewasiatkan kepada manusia agar
mereka memperlakukan sesama mereka sesuai dengan akidah yang mengatakan:“Perlakukanlah
orang lain sebagaimana engkau memperlakukan dirimu sendiri”
Nabi
Isa terus melangsungkan dakwahnya dan mengajak manusia untuk menyembah Allah
SWT serta tidak menyekutukan-Nya, sebagaimana beliau juga mengajak manusia
untuk membersihkan dan menyudkan ruhani serta hati dan berasaha memasuki
kerajaan langit. Dakwah Nabi Isa itu sangat memukul kalangan para pendeta
Yahudi. Kalimat-kalimat yang dilontarkan Nabi Isa bagaikan senjata yang siap
menerpa wajah mereka dan menyatakan peperangan terhadap mereka serta menyingkap
kedok kemunafikan mereka. Mula-mula pemerintahan Romawi tidak turut campur
dalam masalah tersebut karena mereka melihat bahwa itu hanya sekadar
perselisihan internal antara kelompok-kelompok Yahudi. Bagi mereka, selama
orang-orang Yahudi sibuk dengan masalah mereka sendiri dan tidak peduli dengan
kekuasaan, mereka pun tidak turut campur.
Kemudian
para pendeta Yahudi mulai merancang suatu persekongkolan untuk menyingkirkan
Isa. Mereka ingin mengusir Isa dan membuktikan bahwa Isa datang untuk
menghancurkan syariat Musa. Syariat Musa memutuskan untuk merajam wanita yang
berzina. Para pendeta Yahudi menghadirkan wanita yang salah yang berhak
dirajam. Mereka berkumpul di sekeliling Isa dan bertanya kepadanya: “Tidakkah
syariat menetapkan untuk merajam wanita yang bersalah?” Isa menjawab: “Benar,”
Mereka berkata: “Ini adalah wanita yang bersalah.” Isa memandang wanita itu dan
ia pun melihat para pendeta Yahudi. Isa mengetahui bahwa para pendeta Yahudi
lebih banyak kesalahannya daripada wanita tersebut. Para pendeta itu
menunggujawaban Isa. Jika ia mengatakan bahwa wanita itu tidak berhak dibunuh,
maka berarti ia menentang syariat Musa, dan jika ia mengatakan bahwa ia berhak
dibunuh, maka ia justru menghancurkan dirinya sendiri yang membawa syariat
cinta dan toleransi. Nabi Isa memahami bahwa ini adalah persekongkolan. Beliau
tersenyum dan wajahnya tampak bercahaya. Kemudian beliau melihat para pendeta
Yahudi dan wanita itu sambil berkata: “Barangsiapa di antara kalian yang tidak
memiliki kesalahan, maka hendaklah ia merajam wanita itu.”
Suara
beliau yang keras itu memecahkan keheningan tempat penyembahan. Beliau
menetapkan peraturan baru yang berhubungan dengan hukum yang dijatuhkan kepada
orang yang ber-buat salah. Hendaklah orang yang tidak berbuat salah menghukum orang
yang salah dan tidak berhak seseorang pun dari kalangan manusia untuk menghukum
orang yang bersalah jika ia sendiri bersalah, tetapi yang menghukumnya adalah
Allah SWT yang Maha Suci dan Maha Tinggi dan Allah SWT adalah Maha Pengasih di
antara yang mengasihi.
Nabi
Isa keluar dari tempat penyembahan itu. Tiba-tiba, wanita itu mengejar dari
belakangnya. Lalu wanita itu mengeluarkan dari pakaiannya satu botol dari
minyak yang berharga. Ia berdiri di depan Isa dan menjatuhkan dirinya di atas
kedua kaki Isa lalu menciumnya dan membasuhnya dengan minyak wangi dan air
mata. Setelah itu, ia mengeringkan kedua kakinya dengan rambutnya. Bagi wanita
itu, al-Masih mempakan harapan terakhir yang dapat menyelamatkannya. Lalu
keluarlah dari belakang Isa seorang tokoh pendeta Yahudi. Ia berdiri
menyaksikan pemandangan tersebut dan ia merasa kagum terhadap kasih sayang Isa.
Isa melihat kepadanya dan bertanya; “Seorang kreditor yang memiliki dua orang
debitor, salah satunya berhutang lima ratus dinar dan yang lain lima puluh
dinar.” Pendeta itu berkata: “Ya.” Isa berkata: “Tak seorang pun dari mereka
berdua yang merniliki uang yang cukup untuk melunasi uangnya. Lalu si kreditor
memaafkan mereka dan membebaskan mereka dari hutang.” Pendeta berkata: “Ya.”
Kemudian Isa bertanya: “Siapa di antara mereka yang paling senang kepada
kreditor itu?” Pendeta menjawab: “Tentu yang berhutang lebih besar.” Isa
berkata: “Benar apa yang engkau ucapkan. Lihadah wanita ini. Aku telah masuk ke
rumahmu tetapi engkau tidak memberikan kepadaku air agar aku dapat membasuh
wajahku, tetapi wanita itu membasuh kedua kakiku dengan air mata lalu ia
mengusapnya dengan rambut kepalanya. Begitu juga engkau tidak memberikan ciuman
kepadaku tetapi wanita ini tidak merasa puas dengan hanya mencium kedua kakiku.
Jadi, hatimu sungguh sangat keras tetapi hati wanita itu dipenuhi dengan rasa
cinta. Maka barangsiapa yang banyak mencintai niscaya kesalahan-kesalahannya
akan diampum.” Kemudian Isa menoleh ke wanita itu dan memerintahkannya untuk
bangkit dari tanah sambil berkata: “Ya Allah, ampunilah wanita ini dan
hilangkanlah kesalahan-kesalahannya.”
Nabi
Isa berusaha menyadarkan para pendeta Yahudi bahwa para dai yang menyeru di
jalan Allah SWT bukanlah algojoalgojo yang bengis yang menerapkan hukum syariat
tanpa melihat keadaan masyarakat yang bersalah, tetapi mereka datang dan
membawa ajaran Allah SWT yang merupakan ajaran yang penuh dengan rahmat kepada
manusia. Jadi, rahmat adalah tujuan semua dakwah Ilahi ini. Bahkan diutusnya
para nabi itu sendiri mengandung rahmat Allah SWT terhadap kaum mereka.
Isa
terus berdoa kepada Allah SWT agar merahmati kaumnya. Beliau menyuruh kaumnya
agar menyayangi diri mereka sendiri dan beriman kepada Allah SWT. Kehidupan
Nabi Isa menggambarkan kezuhudan dan ketaatan dalam ibadah. Mu’tamar bin
Sulaiman berkata, sebagaimana diri wayatkan Ibnu ‘Asakir: “Nabi Isa menemui
kaumnya dengan memakai pakian dari wol. Beliau keluar dalam keadaan tidak
beralas kaki sambil menangis serta wajahnya tampak pucat karena kelaparan dan
bibimya tampak kering karena kehausan. Nabi Isa berkata, “salam kepada kalian
wahai Bani Israil. Aku adalah seseorang yang meletakkan dunia di tempatnya
sesuai dengan izin Allah SWT, tanpa bermaksud membanggakan diri. Apakah kalian
mengetahui di mana rumahku?” Mereka menjawab: “Di mana rumahmu wahai Ruhullah?”
Nabi
Isa menjawab: “Rumahku adalah mesjid, wewangianku adalah air makananku adalah
rasa lapar, pelitaku adalah bulan di waktu malam dan salatku di waktu musim
dingin di saat matahari terletak di timur, bungaku adalah tanaman-tanaman bumi,
pakaianku terbuat dari wol, syiarku adalah takut kepada Tuhan Yang Maha Mulia,
teman-temanku adalah orang-orang yang fakir, orang-orang yang sakit, dan
orang-orang yang miskin. Aku memasuki waktu pagi dan aku tidak mendapati sesuatu
pun di rumahku begitu juga aku memasuki waktu sore dan aku tidak menemukan
sesuatu pun di rumahku. Aku adalah seseorang yang jiwanya bersih dan tidak
tercemar. Maka siapakah yang lebih kaya daripada aku?”
Isa
terus melakukan dakwahnya. Ia didukung oleh mukjizat dari Allah SWT. Nabi Isa
mampu membuat bentuk burung dari tanah kemudian ia meniupnya, maka tanah itu
menjadi burung dengan izin Allah SWT. Selain itu, ujung bajunya yang sederhana
jika tersentuh orang yang sakit, maka orang itu akan sembuh. Bahkan jika Isa
meletakkan tangannya di atas mata orang yang buta atau orang yang terkena sakit
belang niscaya ia akan sembuh. Jadi, Nabi Isa didukung oleh mukjizat yang luar
biasa. Bahkan beliau mampu menghidupkan orang-orang yang mati dari kuburan
mereka sehingga mereka keluar dalam keadaan hidup dengan izin Allah SWT.
Para
ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Isa menghidupkan empat orang. Pertama,
al-Azir yaitu temannya. Kemudian dua orang anak laki-laki dari seorang tua, dan
seorang anak perempuan satu-satunya dari seorang ibu. Mereka adalah tiga orang
yang mati di zaman Nabi Isa. Ketika orang-orang Yahudi melihat hal tersebut,
mereka berkata: “Engkau menghidupkan orang-orang yang mati dan kematian mereka
tidak lama .Barangkali mereka tidak mati tapi mereka sekadar mengalami keadaan
tidak sadarkan diri atau mati suri. Lalu mereka meminta kepada Nabi Isa untuk
membangkitkan Sam bin Nuh dari kematiannya.
Para
ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Isa bertanya kepada mereka, “Di manakah kaum
kuburan Sam bin Nuh?” Mereka keluar bersama Isa sehingga mereka mencapai
kuburan. Lalu Nabi Isa berdoa kepada Allah SWT agar menghidupkan orang yang
mati di situ. Sam bin Nuh keluar dari kuburannya, dan rambut dikepala-nya
tampak beruban. Isa berkata kepadanya: “Bagaimana rambut di kepalamu bisa
beruban, sementara di zamanmu kau tidai. ada uban,” Sam berkata: “Ya Ruhullah,
aku mendengar engkau berdoa untukku lalu aku mendengar suara yang mengatakan,
aku akan mengabulkan wahai Ruhullah. Aku mengira bahwa kiamat telah tiba.
Karena takutnya kepada hal itu sehingga rambut di kepalaku beruban.”
Apa
pun yang dikatakan berkaitan dengan cerita itu yang menyebutkan tentang
bagaimana Nabi Isa menghidupkan orang-orang yang mati, namun kita tidak
mengetahui konteks Al-Qu’ran serta perincian-perincian yang menjelaskan hal
tersebut. Allah SWT hanya menyebutkan bahwa Isa menghidupkan orang-orang yang
mati dengan izin-Nya. Kita percaya bahwa Nabi Isa mampu menghidupkan mereka
tetapi kita tidak mengetahui apakah mereka mati kembali setelah dihidupkan atau
mereka sempat menjalani kehidupan selama beberapa saat. Nabi Isa terus berjalan
di jalan Allah SWT. Beliau membuat bagi mereka apa yang disebut dengan hukum
ruh. Beliau menaiki gunung dan para sahabat-sahabatnya berdiri di sekitarnya.
Nabi Isa melihat orang-orang yang beriman kepadanya yang terdiri dari
orang-orang yang fakir, orang-orang yang menderita, dan orang- orang yang
sedih. Jumlah mereka sedikit sebagaimana lazimnya jumlah para pengikut nabi.
Gunung
diliputi dengan awan tipis dan turunlah hujan gerimis. Isa mulai berbicara:
“Sungguh beruntung bagi orang-orang miskin karena mereka memiliki kerajaan
langit. Beruntunglah orang-orang yang sedih karena mereka akan menjadi
orang-orang yang mulia. Beruntunglah yang diserahi amanat karena mereka akan mewarisi
bumi. Beruntunglah orang-orang yang lapar dan haus karena mereka akan
dikenyangkan. Beruntunglah orang-orang yang menyayangi karena mereka akan
disayangi. Beruntunglah orang-orang yang bersih hatinya karena mereka akan
melihat Allah SWT. Beruntunglah orang-orang yang tertindas demi mempertahankan
kebenaran karena mereka akan mendapatkan kerajaan langit. Kalian adalah garam
bumi jika garam telah rusak, maka siapa gerangan yang dapat mengembalikannya
menjadi garam kembali.” Renungkanlah kedalaman ungkapan dari Nabi Isa, “kalian
adalah garam bumi.”
Garam
adalah sesuatu yang memberikan rasa yang khusus dan tanpa garam makanan akan
menjadi hambar. Yakni, tanpa orang-orang mukmin, maka cita rasa kehidupan
terasa tidak bermakna; tanpa kehadiran orang-orang Muslim dan perbuatan mereka
yang ikhlas terhadap Allah SWT akan tampak kehidupan sangat berat dan tidak
berarti. Di samping itu, kehadiran manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka
bumi pun sia-sia, dan keagungan manusia sebagai hamba Allah SWT pun tidak bermakna,
dan pada gilirannya kehidupan akan dipenuhi dengan kejahatan dan keburukan.
Allah
SWT teiah mewahyukan kepada “garam bumi” agar mereka beriman kepada Nabi Isa.
Allah SWT berfirman:
“Dan
(ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut-pengikut Isa yang setia:
‘Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’ Mereka menjawab: ‘Kami telah
beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang patuh (kepada seruanmu).’” (QS.
al-Maidah: 111)
Al-Hawariyin
mengakui kebenaran ajaran Nabi Isa dan mereka menyatakan keislaman kepadanya,
sebagaimana ratu Saba’ mengakui kebenaran ajaran Nabi Sulaiman dan menyatakan
keislaman padanya, dan sebagaimana semua para nabi menyatakan keislaman.
Hakikat ajaran para nabi terbatas kepada pernyataan keislaman dan semua nabi
menyeru kepada jalan tauhid dan jalan Islam. Islam dalam pandangan kami
memiliki makna yang lebih dalam daripada tauhid. Pengakuan seseorang terhadap
Allah SWT dan keimanan akan keesaan-Nya dalam menciptakan makhluk tidak mencegah
orang itu untuk berbuat dosa, sedangkan keislaman atau penyerahan hati dan
anggota badan serta pemikiran kepada Allah SWT merupakan suatu tingkatan
sedikit lebih tinggi. Ini adalah tingkat kepatuhan orang-orang yang patuh dan
puncak ketauhidan orang-orang yang bertauhid. Itu adalah keserasian antara
tindakan dengan pikiran, yaitu usaha manusia untuk menghindari kesalahan dan
memurnikan amal hanya untuk Allah SWT. Al-Qur’an al-Karim memberitahu kita
bahwa Allah SWT menyampaikan wahyu kepada al-Hawariyin agar mereka beriman
kepadanya dan kepada Rasul-Nya Isa.
Marilah
kita renungkanlah sejenak tentang wahyu Allah SWT terhadap Hawariyin. Kita
mengetahui bahwa Allah SWT mewahyukan kepada manusia dan kepada makhluk-makhluk
lainnya. Allah SWT berfirman:
“Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada lebah…” (QS.
an-Nahl: 68)
Yang
dimaksud dengan wahyu di sini adalah memberikan ilham kepada makhluk agar
mereka menuju ke jalan fitrahnya yang telah Allah SWT gariskan di atasnya
sehingga mereka mencapai jalan kesempurnaan. Tidakkah Anda ingat tentang
jawaban Nabi Musa terhadap pertanyaan Fira’un:
“Fir’aun
berkata: ‘Siapakah Tuhan kamu berdua wahai Musa. ” (QS.
Thaha: 49)
“Musa
berkata: ‘Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya kemudian memberinsa petunjuk. ” (QS.
Thaha: 50)
Makna
di sana dan di sini sama. Makna yang sama tersebut diterapkan kepada kaum
Hawariyin di mana wahyu Allah SWT terhadap mereka berupa pemberian ilham kepada
mereka demi kebaikan mereka dan kebahagiaan mereka, dan wahyu ini tidak
bertentangan dengan ikhtiar mereka dan usaha mereka serta keinginan mereka,
bahkan tidak bertentangan dengan kebebasan mereka. Allah SWT telah melihat hati
mereka yang dipenuhi dengan kebaikan. Dia melihat mereka sebagai garam bumi,
maka Allah SWT mewahyukan kepada mereka agar beriman kepadanya dan rasul-Nya
sehingga mereka pun beriman dan mereka pun bersaksi bahwa mereka orang-orang
yang berserah diri atau Muslim.
Tampaknya
kaum Hawariyin menyembunyikan keimanan mereka sehingga Isa merasakan kekufuran
kaumnya semakin menjadi-jadi lalu Isa memanggil mereka: “Siapakah di antara
kalian yang menolong aku menuju jalan Allah SWT?” Allah SWT berfirman:
“Maka
tatkala Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkatalah dia:
‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan (agama)
Allah?’ Para Hawariyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: ‘Kamilah
penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan sahsikanlah
bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri. Ya Tuhan
kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami
ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi
saksi.’” (QS. Ali ‘Imran: 52-53)
Nas
Al-Quran menunjukkan bahwa Nabi Isa mengajak mereka untuk mengikuti Islam
sehingga mereka pun berserah diri; nas Al-Quran menegaskan bahwa Nabi Isa
menyampaikan kabar gembira dengan kedatangan seorang rasul yang datang
setelahnya yang bernama Ahmad. Dikatakan dalam Al-Qur’an:
“Dan
(ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: ‘Hai Bani Israil, sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab yang turun sebelumku, yaitu
Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan
datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).’ Maka tatkala rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini
adalah sihir yang nyata.’” (QS. Shaff: 6)
Kita
tidak mengetahui secara pasti kapan Nabi Isa menyampaikan kabar berita tentang
kedatangan seorang rasul ini yang datang setelah masanya, yaitu Ahmad saw.
Apakah kabar berita itu beliau sampaikan dipermulaan pengutusannya kepada
manusia, atau apakah beliau menyampaikan kabar itu pada akhir masa dakwahnya dan
sebelum beliau diangkat ke langit? Tetapi melihat konteks Al-Qur’an tampaknya
kabar berita tersebut itu disampaikan di permulaan dakwahnya, sebagaimana
firman-Nya: “Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa
bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘lni adalah sihir yang nyata.‘”
Kata
ganti (dhamir) dalam ayat tersebut kembali kepada Nabi Isa.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi Isa menyampaikan kabar gembira dengan
datangnya Muhammad atau Ahmad ketika Allah SWT mengutus kepada kaumnya. Kemudian
terjadilah di hadapan Nabi Isa berbagai macam mukjizat yang luar biasa seperti
penghidupan orang yang mati, peniupan tanah, dan sebagainya. Ketika Nabi Isa
datang membawa bukti-bukti yang jelas ini, maka mereka menuduhnya bahwa ia
membawa sihir. Nabi Isa mengetahui bahwa tuduhan semacam ini telah dialamatkan
kepada sebagian besar para nabi sebelumnya. Beliau juga mengetahui bahwa nabi
yang terakhir pun akan mendapatkan tuduhan yang sama. Oleh karena itu, nabi
yang mulia itu tetap berdakwah di jalan Allah SWT dan tidak peduli dengan
tuduhan kaumnya yang mengatakan bahwa beliau membawa sihir.
Kemudian
pertentangan antara Nabi Isa dan Bani Israil semakin meningkat. Mereka adalah
orang-orang yang hatinya keras, yang membeku di hadapan kebenaran. Isa datang
kepada mereka dan menghancurkan segala pemikiran mereka dan kehidupan mereka
serta sistem mereka. Sesungguhnya dakwah Nabi Isa terfokus kepada kebenaran,
kedamaian dan keadilan dan pada saat yang sama mengumumkan peperangan terhadap
kehidupan orang-orang yang lalim yang telah menjauhi kebenaran. keadilan, dan
kedamaian. Injil Mata menyebutkan melalui lisan Isa: “Jangalah kalian mengira
bahwa aku membawa kedamaian ke muka bumi. Aku tidak datang hanya membawa
kedamaian tetapi aku datang membawa pedang.”
Kalimat
tersebut menyiratkan hakikat yang penting dari hakikat dakwah para nabi. Para
nabi adalah pejuang sejati di mana senjata yang mereka gunakan di medan
peperangan beraneka ragam. tetapi mereka pada hakikatnya adalah pejuang. Mereka
memulai peperangan mereka dengan satu pemikiran yaitu suatu tekad mengatakan
bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT. Pemikiran itu tentu berbenturan dengan
kepercayaan akan tuhan-tuhan yang diyakini oleh manusia, baik tuhan-tuhan yang
terbuat dari emas atau batu. Pemikiran itu sangat mengganggu ketenangan
orang-orang yang lalim atau penguasa yang bengis serta sangat melawan
kepentingan mereka, sehingga para raja dan para penguasa seperti biasanya
bergerak menentang nabi kecuali orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT.
Para pembesar dari kalangan kaum nabi menentang nabi. Al-Mala’ adalah
para pembesar sebagaimana telah kami jelaskan dalam kisah Nabi Nuh dan
sesudahnya. Kemudian Nabi terus melangsungkan peperangan mewujudkan tekadnya:
Nabi meletakkan dasar peperangannya dengan menyampaikan ketuhanan Allah SWT.
Setelah
meneguhkan dasar yang kuat ini, Nabi menetapkan keadilan. Tak seorang pun
berhak untuk menghinakan seseorang atau menjadikannya sebagai budak karena
penghambaan hanya pantas ditujukan kepada Allah SWT. Manusia adalah sama di
antara mereka sehingga tidak berhak seseorang untuk memanfaatkan kekuatan
manusia untuk membangun kejayaan pribadinya atau unruk memperkaya dirinya
dengan merugikan orang lain, atau menghancurkan hak-hak mereka atau berbuat
buruk terhadap mereka dalam berbagai bentuknya. Jadi, inti dakwah para nabi
berarti mengganti dan mengubah sistem yang rusak yang didirikan oleh para
pembesar kaumnya. Kalau begitu, ia adalah dakwah yang menyatakan peperangan dan
karena itu seseorang nabi harus membava senjata. Setelah meneguhkan pemikiran
tersebut, dimulailah peperangan. Seorang nabi menggunakan pedang. Ia berlindung
di balik senjata dan senjata yang dimiliki oleh setiap nabi berbeda-beda.
Mula-mula
seorang nabi tidak menggunakan senjata apa pun dalam peperangannya selain
berusaha untuk membangkitkan akal. Lalu peperangan semakin meningkat sehingga
nabi terpaksa untuk menggunakan senjata. Para musuh memaksanya untuk
menggunakan senjata sehingga para nabi pun menggunakan senjata. Di sini setiap
nabi mempunyai senjata yang berbeda-beda. Terkadang senjata seorang nabi berupa
mukjizat yang dapat menghentikan langkah dan menghancurkan mereka seperti
taufan (kisah Nabi Nuh) atau angin (kisah Nabi Hud), dan terkadang senjata para
nabi adalah mukjizat yang membantunya untuk mengalahkan musuh-musuhnya secara
pasti seperti ditundukkannya jin dan burung baginya (kisah Nabi Sulaiman) dan
senjata nabi berupa mukjizat yang menyelamatkannya dari tipu daya musuh seperti
berubahnya api menjadi sesuatu yang dingin dan membawa keselamatan (kisah Nabi
Ibrahim) dan terkadang senjata nabi yang luar biasa yang memperkuat dakwahnya
seperti menghidupkan orang-orang yang mati (kisah Nabi Isa) dan terkadang
senjata nabi berupa pedang yang dipegang di tangannya saat ia melangsungkan
peperangan dan mempertahankan dakwahnya (kisah Nabi Muhammad saw).
Jadi,
senjata para nabi berbeda-beda, baik dalam bentuk kualitas maupun kapasitasnya.
Allah SWT mengetahui kondisi mereka lebih dari apa yang kita ketahui sehingga
Allah SWT sangat tepat ketika memilihkan senjata untuk setiap nabi. Dan tak
seorang nabi pun yang tinggal di suatu tempat sementara ia tidak berjuang dan
tidak bergerak dan tidak mengalami penderitaan dari kaumnya. Oleh karena itu,
sesuai dengan kadar kesabaran para nabi dan perjuangan mereka dalam
menyampaikan dakwah di jalan Allah SWT, mereka layak untuk mendapatkan tempat
yang istimewa di sisi Allah SWT.
Isa
bin Maryam telah menyampaikan bahwa beliau adalah seorang pejuang yang membawa
senjata. Kata-katanya sendiri berusaha menghancurkan masyarakat yang keras,
masyarakat yang bodoh. Masyarakat di zaman Nabi Isa berdiri di atas kesalahan,
kesyirikan, kebohongan, kemunafikan, meterialisme, pamrih, kelaliman dan tidak
ada kebebasan. Maka melalui kalimat-kalimatnya, Nabi Isa menghancurkan semua
ini. Nabi Isa memberitahu kaumnya bahwa dakwahnya di jalan Allah SWT bukan
terfokus pada dakwah kedamaian tetapi dalam hal-hal tertentu dakwahnya pun
berisi pernyataan perang. Sesuatu menjadi tidak bernilai ketika tidak berusaha
dipertahankan oleh yang bersangkutan sampai tetes darah penghabisan. Timbulnya
pemikiran-pemikiran, nilai-nilai dan prinsip-prinsip tidak hanya bersandar
kepada idealismenya tetapi nilainya justru bersandar kepada usaha keras yang
dikerahkan oleh para pembawanya dalam rangka mempertahankannya. Tanpa
peperangan dan mengangkat senjata dakwah para nabi akan menjadi
pemikiran-pemikiran yang sekadar idealisme yang tidak akan menghentikan
seseorang pun dan tidak akan membangkitkan seseorang pun.
Kita
mengetahui bahwa sebagian besar nabi berhadapan dengan kelompok besar dari
masyarakat yang menentangnya dan berusaha memeranginya. Mula-mula mereka
mengejeknya dan pada akhirnya mereka berusaha untuk membunuhnya. Kita
mengetahui bahwa para nabi berusaha mati-matian untuk memperjuangkan kebenaran
yang dibawanya. Melalui kisah para nabi, kita mengetahui bahwa bagaimana
serangan masyarakat, para pembesar, dan para penguasa terhadap para nabi tetapi
pada saat yang sama kita seakan-akan tidak melihat bagaimana serangan para nabi
terhadap mereka. Penjelasan dari hal itu sangat mudah. Peperangan yang
dibangkitkan oleh kebatilan atas para nabi didukung oleh alat-alat yang canggih
dan sangat kuat di mana mereka memiliki berbagai macam sarana untuk menjatuhkan
para nabi, sedangkan para nabi hanya menyandarkan kekuatan dari yang Maha
Benar, yaitu Allah SWT; kekuatan yang tidak berdasarkan pada sebab-sebab
tertentu atau tidak peduli dengan tuduhan-tuduhan atau kegaduhan.
Para
nabi hanya terus melangsungkan dakwahnya yang berdasarkan kepada usaha membangkitkan
akal dan hati serta menvucikan ruh. Keteguhan sikap para nabi ini bagi
musuh-musuh mereka merupakan problem yang besar. Dakwah nabi juga menjamah
suatu keluarga di mana seorang ayah dapat beriman sementara seorang anak dapat
menentang atau seorang anak dapat beriman sementara si ayah dapat menentang
atau seorang istri beriman atau seorang suami kafir atau seorang suami beriman
sementara si istri kafir. Perbedaan anak laki-laki dengan ayahnya dan seorang
istri dengan suaminya menimbulkan permusuhan di dalam rumah-rumah. Dengan
terjadinya hal ini, masyarakat bergerak untuk menentang nabi dan semakin
meningkatkan tekanan-tekanan mereka kepadanya sehingga permusuhan dan kebencian
mereka kepada nabi semakin meruncing. Mereka pun berusaha untuk melawan nabi itu
yang bagi mereka telah memisahkan antara ayah dan anaknya atau ia datang untuk
memisahkan seorang anak perempuan dari ibunya.
Kemudian
seorang nabi meletakkan suatu undang-undang bagi orang yang mengikutinya, yaitu
undang-undang pokok yang membatalkan undang-undang yang tidak sesuai dengannya.
Undang-undang ini tampak dalam kalimat nabi: “pertama-tama cinta kepada Allah
dan kemudian cinta kepada nabi dan setelah itu cinta kepada sesama manusia.”
Makna-makna yang demikian ini tercermin secara jelas dari kalimat-kalimat Isa
yang disampaikan oleh Injil Mata pada pasal ke-10.
Al-Masih
berkata: “Janganlah engkau mengira bahwa aku datang membawa kedamaian di bumi,
aku datang bukan hanya membawa kedamaian tetapi pedang. Aku datang untuk
menjadikan seorang anak berbeda dengan ayahnya dan seorang anak perempuan
berbeda dengan ibunya sehingga musuh seseorang justru terdapat pada
keluarganya. Maka barangsiapa yang mencintai ibunya dan ayahnya lebih dari
kecintaannya kepadaku, maka ia tidak berhak mencintaiku, dan barangsiapa yang
mencintai anak laki-lakinya dan perempuannya lebih dariku, maka ia tidak berhak
mengikutiku. Meskipun kehidupannya tampak beruntung sebenarnya ia telah rugi,
dan barangsiapa yang kehidupannya merugi karena aku, maka sebenarnya ia telah
beruntung.”
Penjelas
Injil mengatakan: “Pemikiran orang-orang Yahudi tentang al-Masih adalah, ketika
al-Masih datang, maka semua pengikutnya akan merampas kekayaan dan kejayaan di
dunia ini lalu ia hanya memberi mereka ketenangan dan kedamaian. Ketika
al-Masih datang, ia menjelaskan kepada para muridnya bahwa hal tersebut tidak
benar, karena jika ia datang untuk memberikan kedamaian kepada para
pengikutnya, maka mereka akan terancam kelaliman dan mereka akan mati karena
tajamnya pedang. Maka hendaklah mereka tidak mengharapkan kedamaian tetapi
peperangan; hendaklah mereka tidak mengharapkan keserasian tetapi perpecahan.”
Demikianlah masyarakat Yahudi terbagi menjadi dua kelompok: kelompok
orang-orang yang fakir, orang-orang yang lemah dan orang-orang yang bersih hatinya
bersama Isa, sedangkan kelompok mayoritas menentang Isa. Bahkan kelompok
mayoritas kafir itu sering menyakiti Isa.
Injil
Mata menceritakan penderitaan al-Masih pada pasal ke-11. Ia menceritakan
bagaimana kemarahan al-Masih terhadap orang-orang yang tidak mengabdi kepada
Yuhana (Yahya) dengan baik atau mengabdi kepadanya secara pribadi dengan baik.
Injil Mata menguntip pernyataan Isa sebagai berikut: “Dengan apa aku
menyerupakan generasi ini, Sesungguhnya mereka menyerupai anak-anak kecil yang
duduk di pasar yang berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka sambil
berkata: “Kami telah meniupseruling tetapi kalian tidak menari. Kami mengasihi
kalian tetapi kalian tidak menangis.” Yuhana telah datang dan tidak makan dan
minum tetapi mereka mengatakan, sesungguhnya ia terkena setan. lalu datanglah
seorang anak manusia yang makan dan minurn lalu mereka mengatakan, ia adalah
seorang yang ahli makan dan ahli minum khamer.”
Dokumen
itu menunjukkan penderitaan al-Masih dan menyingkap peperangan yang akan dihadapinya.
Penderitaan yang dialami oleh hati suci al-Masih adalah sebagai tindakan
generasi tersebut di mana beliau diutus di dalamnya sebagai orang yang memberi
petunjuk dan menyampaikan berita gembira tentang kerajaan langit. Beliau
menyerupakan generasi Yahudi itu dengan anak-anak kecil yang duduk-duduk di
pasar sambil berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka sambil berkata:
“kami telah meniup seruling tetapi kalian tidak menari. Kami berbelas kasih
kepada kalian tetapi kalian tidak menangis.” Al-Masih mengisyaratkan dengan
pernyataan itu tentang apa yang diperbuat anak-anak kecil saat mereka
bermain-main, di mana biasanya mereka meniru orang-orang yang besar saat mereka
bergembira dengan menari-nari dan saat mereka sedih mereka menangis. Demikianlah
mereka sangat cepat berubah antara bergembira dan sedih tanpa melalui
pertimbangan dan kesadaran. Demikianlah keadaaan orang-orang Yahudi saat mereka
mengabdi kepada Yahya, kemudian saat mereka mengabdi kepada al-Masih. Yahya
telah datang kepada mereka dalam keadaan menangis, tidak makan dan tidak minum
dari apa yang mereka makan dan yang mereka minum. Ia tidak bergaul dengan
sembarangan manusia. Telah datang kepada mereka seorang nabi yang ahli ibadah
tetapi kebanyakan mereka menolaknya dan mereka mengatakan bahwa ia terkena
setan. Kemudian datang kepada mereka al-Masih di mana ia makan dan minum
bersama pada acara walimah dan hari raya lalu mereka pun menolaknya dan
mengatakan bahwa ia suka makan dan minum khamer padahal beliau adalah cermin
terbesar dalam menghilangkan syahwat dan kesucian yang sempurna.
Alhasil,
generasi itu adalah generasi yang main-main Iayaknya anak kecil. Tidak ada
sesuatu pun yang dapat mempengaruhi mereka dan mereka tidak mau bertaubat.
Meskipun demikian, di sana terdapat kelompok kecil dari manusia yang
terpengaruh dan bertaubat. Dokumen tersebut menunjukkan betapa beratnya
penderitaan Isa di tengah-tengah generasi yang sezaman dengannya. Isa mengalami
banyak penderitaan dalam menyampaikan dakwahnya. Isa banyak menderita di tengah-tengah
kaum yang pikiran mereka belum matang. Mereka tak ubahnya seperti anak-anak
kecil yang suka bermain-main. Kaum yang tak tergugah oleh kalimat-kalimat yang
baik dan mereka tidak bergerak atau tersentuh ketika menyaksikan
mukjizat-mukjizat yang luar biasa.
Allah
SWT kembali memperkuat Isa dengan mukjizat-mukjizat yang mengagumkan. Mukjizat
di sini adalah senjata yang diberikan Allah SWT kepada nabi-Nya agar nabi
tersebut menjadi tenteram dan agar menambah keyakinan orang-orang yang beriman
kepadanya, sedangkan bagi orang-orang kafir mukjizat tersebut justru menambah
kekufuran mereka sehingga Allah SWT memberikan pembalasan yang setimpal kepada
kedua kelompok tersebut. Mukjizat yang Allah SWT berikan kepada Isa bin Maryam
yang lain adalah, Allah SWT mengabulkan doa Hawariyin dengan menurunkan makanan
dari langit. Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah),
ketika pengikut-pengikut Isa berkata: ‘Hai Isa putra Maryam, bersediakah
Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?’ Isa menjawab:
‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang beriman.’ Mereka
berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan
supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi
orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.‘Isa putra Maryam
berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada hami suatu hidangan dari
langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi
orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda
bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling
Utama.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu
kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan) itu, maka
sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan
kepada seorang pun di antara umat manusia.’” (QS. al-Maidah: 112-115)
Barangkali
kita terheran-heran ketika memperhatikan perkataan Hawariyin, “wahai Isa bin
Maryam, apakah Tuhanmu mampu?” Mungkin pertama-tama yang terlintas dalam
pikiran kita berkenaan dalam ayat tersebut adalah, keraguan Hawariyin terhadap
kekuatan atau kekuasaan Allah SWT. Bagaimana hal itu mampu mereka laku-kan
sedangkan mereka adalah murid-murid Isa yang beriman dan berserah diri kepada
Allah SWT? Berkaitan dengan tafsir ayat tersebut, para ulama berbeda pendapat.
Sebagian ulama mengatakan, bahwa pertanyaan mereka ‘apakah Tuhanmu mampu?’
Yakni, berarti apakah Tuhanmu bisa? Kemudian mereka mencarikan alasan yang
membenarkan perkataan Hawariyin itu dengan mengatakan bahwa pertanyaan itu
dilontarkan saat mereka baru saja mengikuti Isa, sebelum mereka banyak
mengetahui Allah SWT. Oleh karena itu, Isa berkata dalam jawabannya terhadap
pertanyaan mereka, bertakwalah kepada Allah SWT jika kamu benar-benar orang
mukmin. Yakni, janganlah kalian meragukan kekuasaan atau kekuatan Allah SWT.
Qurthubi
menampik tafsir ini. Hawariyin adalah para penolong Allah SWT, sesuai dengan
nas Al-Qur’an dan tentu tidak boleh bagi penolong Allah SWT untuk tidak
mengetahui kekuatan-Nya, apalagi meragukan kekuasaan-Nya. Sebagian ulama
mengatakan bahwa perkataan tersebut dikeluarkan orang-orang yang bersama
Hawariyin yang berasal dari Bani Israil dan tidak seorang pun dari Hawariyin
yang mengatakan demikian kecuali mereka hanya sekedar menukil perkataan
tersebut. Ada pendapat lain lagi yang mengatakan bahwa ayat tersebut tidak
dibaca ‘hal yastathi’ rabbuka‘ tetapi dibaca ‘hal tastathi’
rabbaka’ sebagaimana bacaan Aisyah dan sebagaimana dibaca oleh Nabi.
Maknanya, “apakah engkau mampu menghadirkan kekuatan Tuhanmu terhadap apa yang
engkau minta.” Ada pendapat yang lain mengatakan ia dibaca ‘hal
tastathi’ rabbaka’, yakni “apakah engkau mampu untuk berdoa kepada
Tuhanmu atau meminta-Nya.”
Sebagian
kaum sufi berpendapat bahwa kaum Hawariyin bukan tidak mengetahui kekuasaan
Allah SWT tetapi pertanyaan itu justru bersumber dari cinta kepada Allah SWT
dan keinginan menyaksikan kekuasaan Allah SWT. Sikap mereka ini menyerupai
dengan perbedaan tingkatan sikap Nabi Ibrahim as ketika beliau mengatakan:
“Ya
Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang
mati?’ Allah berfirman: ‘Apakah kamu belum percaya?’ Ibrahim menjawab: ‘Saya
telah percaya, tetapi agar bertambah mantap hatiku.’” (QS.
al-Baqarah: 260)
a Oleh
karena itu, kaum Hawariyin berkata: “Dan hati kami menjadi mantap,” sebagaimana
Nabi Ibrahim berkata: “Agar bertambah mantap hatiku.” Inilah tafsir yang
membuat kita puas dan membuat hati kita tenang. Nabi Isa menjawab pertanyaan
mereka: ‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang
beriman.’ Yakni, hati-hatilah kalian dengan banyak bertanya dan
menguji Allah SWT karena kalian tidak mengetahui apa yang boleh kalian minta
untuk didatangkan bukti-bukti kekuasaan Allah SWT. Perkataan Nabi Isa, jika
kalian benar-benar beriman terfokus kepada apa yang dibawanya yang berupa
mukjizat-mukjizat atau tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Nabi Isa bermaksud
untuk mengatakan, sesungguhnya apa yang telah aku bawa dari mukjizat-mukjizat
bagi kalian seharusnya sudah cukup membuat hati kalian mantap. “Mereka
berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan
supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi
orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.’”
Kaum Hawariyin
menjelaskan kepada Isa sebab pertanyaan mereka ketika beliau melarangnya. Jika
Nabi Isa keluar, maka beliau diikuti lima ribu orang atau lebih. Sebagian
mereka dari kalangan Hawariyin dan sebagian yang lain campuran di antara
pengikutnya dan musuhnya. Dikatakan bahwa mereka berpuasa dan mereka tidak
mempunyai makanan, lalu para pengikut berkata kepada kaum Hawariyin, “Tanyalah
kepada Isa apakah ia mampu berdoa kepada Tuhannya sehingga diturunkan kepada
kita makanan dari langit.” Kemudian kaum Hawariyin pergi dengan membawa surat
kaum itu kepada Isa. Ketika Isa meminta mereka untuk merasa cukup dengan
mukjizat-mukjizat sebelumnya, mereka kembali melontarkan kebenaran permintaan
mereka:‘Kami ingin memakan hidangan itu. Mereka adalah orang-orang
yang lapar sementara mereka tidak mempunyai makanan. Dan supaya
tenteram hati kami.
Hati
kaum Hawariyin menjadi tenang seperti tenangnya hati Ibrahim. Dan para pengikut
pun merasa hatinya tenang dan mengakui bahwa Isa adalah Nabi yang diutus untuk
mereka. Dan hati musuh juga menjadi tenang karena mereka menyaksikan kebatilan
mereka sehingga pilihan mereka untuk tidak mengikuti Isa berakibat pada suatu
saat mereka akan dimintai pertanggung jawaban.
“Dan
supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami. Yakni kami
mengetahui bahwa engkau utusan Allah. Dan kami menjadi orang-orang yang
menyaksikan hidangan itu. Yakni, kami menyaksikan keesaan Allah dan risalah dan
kenabianmu. Dan bagi orang lain yang tidak menyahsikannya, maka kami akan
menceritakan kepada mereka peristiwa yang terjadi.“
Isa
putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu
hidangan dari langit (yang hari turimnya) akan menjadi hari raya bagi kami
yaitu bagi orang-orang yang bersama kavii dan yang datang sesudah kami, dan
menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pembeti
rezeki Yang Paling Utama.’
Ketika
kaum Hawariyin bertanya kepada Isa bin Maram agar diturunkan makanan dari
langit, maka Nabi Isa berdiri dan meletakkan pakaian dari kulit wol kemudian
beliau melangkahkan kakinya dan meletakkan tangan kanannya di atas tangan
kirinya, lalu beliau menundukkan kepalanya dalam keadaan khusuk dan tunduk
kepada Allab SWT. Kemudian beliau membuka matanya dan menangis sehingga air
matanya membasahi jenggotnya bahkan mencapai dadanya dan berkata: ‘Ya
Tuhan kami, turunhanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit… Allah
berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu.
Lalu
turunlah makanan besar dari celah dua awan: satu awan di atasnya satu awan di
bawahnya. Saat itu manusia melihatnya. Nabi Isa berkata, “Ya Allah jadikanlah
makanan ini sebagai rahmat dan jangan menjadi fitnah.” Lalu turunlah di depan
Nabi Isa sapu tangan yang menutupinya kemudian Nabi Isa tersungkur dalam
keadaan sujud yang diikuti oleh kaum Hawariyin. Mereka mendapati suatu bau yang
harum yang belum pernah mereka temukan sebelumnya.
Nabi
Isa berkata, “Siapakah di antara kalian yang paling ikhlas dan paling percaya
kepada Allah SWT agar ia membuka makanan itu sehingga kita bisa makan darinya
serta berzikir kepada Allah SWT atasnya serta bersyukur kepadanya.” Kaum
Hawariyin berkata: “Wahai Ruhullah sesungguhnya engkau lebih berhak daripada
kami dalam hal itu.”, maka Nabi Isa berdiri lalu beliau mengambil wudhu dan
salat. Kemudian beliau banyak berdoa sambil duduk di sisi makanan itu dan membukanya.
Tiba-tiba di atas makanan itu terdapat ikan yang lezat yang tidak ada durinya.
Nabi Isa ditanya: “Wahai Ruhullah, apakah ini makanan dari dunia atau dari
surga?” Nabi Isa menjawab: “Bukankah Tuhan kalian melarang kalian untuk
bertanya pertanyaan semacam ini. Ia turun dari langit dan tidak ada makanan
sepertinya di dunia dan ia bukan berasal dari surga tetapi ia adalah sesuatu
yang Allah SWT ciptakan dengan kekuasaan yang luar biasa di mana Dia cukup
mengatakan “jadilah, maka jadilah.”
Para
mufasir berbeda pendapat sekitar bentuk makanan yang diturunkan kepada Isa,
apakah itu ikan atau daging? Apakah roti atau buah-buahan? Kami memandang bahwa
pembahasan-pembahasan ini kurang penting. Sesuatu yang paling penting yang
perlu kita perhatikan adalah apa yang dikatakan oleh Nabi Isa, Sesungguhnya ia
diciptakan oleh Allah SWT dengan kekuasaan yang mengagumkan di mana Dia cukup
mengatakan “Jadilah, maka jadilah ia.”
Inilah
hakikat makanan tersebut. Ia merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yaitu
suatu tanda yang Allah SWT mengancam bagi siapa yang menentangnya Dia akan
menyiksanya dengan azab yang belum pernah diterima oleh seseorang pun di dunia.
Para ulama berbeda pendapat apakah makanan tersebut memang diturunkan atau
tidak, tetapi menurut pendapat mayoritas dan ini yang benar makanan tersebut
memang diturunkan, sesuai dengan firman Allah SWT: “Aku akan menurunkan
hidangan itu bagimu. “
Dikatakan
bahwa ribuan pengikut Nabi Isa memakannya dan makanan tersebut tidak habis.
Setiap orang yang buta ia sembuh dari butanya dan setiap orang yang belang ia
sembuh dari belangnya akibat memakan hidangan itu. Alhasil, setelah menyantap
makananitu, orang yang sakit sembuh dari penyakitnya. Maka hari turunnya makan
itu dijadikan hari raya dari hari raya-hari raya kaum Hawariyin dan para
pengikut Nabi Isa. Kemudian berita dan peristiwa turunnya makanan itu mulai
hilang dan mulai dilupakan sehingga kita tidak menemukan beritanya hari ini di
Injil-Injil yang mereka akui. Setelah peristiwa makanan yang Allah SWT ceritakan
dalam surah al-Maidah, Allah SWT menunjukkan kepada kita sikap lain dari Nabi
Isa bin Maryam. Allah SWT berkata setelah menceritakan kepada kita tentang
turunnya mukjizat makanan dari langit:
“Dan
(ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain
Allah!’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah
Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku
tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada rnereka
kecuali apa yang Engkau tiepadaku (mengatakan)nya yaitu: ‘Sembahlah Allah,
Tuhanku, dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada
di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi
mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau
menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika
Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.’ Allah berfirman: ‘lni adalah suatu hari yang bermanfaat bagi
orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-selamanya; Allah ridha
terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang
paling besar.’ Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di
dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. ” (QS.
al-Maidah: 116-120)
Dengan
ayat-ayat tersebut, Al-Qur’an menutup surah al-Maidah. Demikianlah konteks
Al-Qur’an berpindah secara mengejutkan dari turannya makanan kepada sikap atau
dialog antara Allah SWT dan Isa bin Maryam pada hari kiamat. Allah SWT bertanya
pada hari kiamat: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada
manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’
Para
ahli ilmu sepakat bahwa pertanyaan tersebut bukan bersifat pertanyaan mumi
meskipun tampak dalam bentuk pertanyaan karena Allah SWT mengetahui apa yang
dikatakan oleh Isa. Tentu yang dimaksud dengan pertanyaan itu adalah sesuatu
yang lain. Ada yang mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud memberitahu Isa bahwa
kaumnya telah mengubah ajarannya sepeninggalnya. Dan mereka telah mendapatkan
fitnah. Ada lagi yang mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud dari pertanyaan itu
untuk mencela orang-orang yang mengubah akidah Nabi Isa setelah beliau tidak
ada. Kami kira pertanyaan tersebut memuat dua makna dan mencakup makna yang
lain.
Allah
SWT ingin menyingkap dan memberitahu manusia dalam Kitab-Nya yang terakhir
bahwa Nabi Isa terlepas dari berbagai macam tuduhan, dan apa saja yang dilakukan
kaumnya sepeninggalnya. Konteks AI-Qur’an menunjukkan tentang peristiwa gaib
yang belum terjadi meskipun akan terjadi pada hari kiamat. Oleh karena itu,
Al-Qur’an menyampaikannya dalam bentuk fi’il madhi(kata kerja
bentuk lampau). Al-Qur’an menyampaikan berita gaib ini kepada penduduk dunia
agar mereka mengetahui hakikat Isa bin Maryam.
Allah
SWT bertanya kepadanya dan Isa bin Maryam menjawab. Sebagai nabi besar, Isa
tidak menjawab kecuali setelah ia mengatakan: ‘Maha Suci Engkau ya Allah.’
Sebelum menjawab, Isa memulai dengan tasbih dan menyucikan Allah SWT. Nabi Isa
menampakkan kepatuhan dan ketundukan kepada kemuliaan Allah SWT dan rasa takut
terhadap azab-Nya. Qurthubi menyampaikan dalam tafsirnya:
“Ketika
Allah SWT berkata kepada Isa, apakah engkau berkata kepada manusia jadikanlah
aku dan ibuku tuhan selain Allah, maka Isa tampak gemetar terhadap perkataan
itu sehingga ia mendengar rintihan dari tulang-tulangnya di dalam jasadnya lalu
ia berkata: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku (mengatakannya). Tidak mungkin aku memutuskan sesuatu
yang tidak aku miliki, yang diriku tidak dapat melakukannya. Aku hanya seorang
hamba, bukan seorang yang disembah: Jika aku pernah mengatakannya maha
tentulah Enghau telah mengetahuinya.
Demikianlah
Nabi Isa menyampaikan jawabannya kepada Allah SWT dan ia mengembalikan sesuatu
kepada Allah SWT. Dan Allah SWT Maha Mengetahui terhadap apa yang
dikatakannya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Yakni, Engkau mengetahui apa
yang aku sembunyikan sedangkan aku tidak mengetahui apa yang engkau
sembunyikan. Engkau mengetahui rahasiaku dan apa yang terlintas dalam hatiku
dan aku tidak mengetahui apa yang Engkau sembunyikan dari ilmu gaib-Mu. Sesungguhnya
Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Hanya Engkau yang tahu
terhadap hal-hal yang gaib. Hanya Engkau yang tahu terhadap apa yang terjadi di
tengah-tengah mereka setelah Engkau angkat aku dari bumi: ‘Aku tidak
pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau kepadaku
(mengatakan)nya yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu.’
Demikianlah
kalimat-kalimat yang disampaikan oleh Isa bin Maryam. Dia hanya mengajak
manusia untuk hanya menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya: Dan
aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka.
Sesungguhnya
Engkau mengawasi mereka saat aku tinggal di tengah-tengah mereka dan mengajak
mereka ke jalan yang benar. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah
yang mengawasi mereka. Al-Wafat dalam Kitab Allah mempunyai tiga
bentuk: Pertama, wafat dalam pengertian kematian, sebagaimana
firman Allah SWT:
“Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya.” (QS. az-Zumar: 42)
Yakni
ketika tercabutnya ajal. Kedua, bahwa wafat adalah tidur, sebagaimana firman
Allah SWT:
“Dan
Dialah yang menidurkan kamu di malam hari. ” (QS.
al-An’am: 60)
Yakni
yang menidurkan kalian. Ketiga, wafat berarti pengangkatan,
sebagaimana firman Allah SWT:
“Hai
Isa, sesungguhnya Aku yang menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat
kamu kepada-Ku. ” (QS. Ali ‘Imran: 55)
Demikianlah
Isa terbebas dari apa yang mereka katakan dan apa yang mereka nisbatkan
kepadanya. Isa mengumumkan bahwa dakwahnya tidak lebih dari sekadar ajakan
untuk bertahuid dan tidak keluar dari kerangka Islam yang diakui oleh
pengikutnya. Kemudian Isa kembali menyampaikan pembicaraannya dan meminta belas
kasihan kepada Allah SWT: Jika Engkau rnenyiksa mereka,
makasesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu.Tidak seorang pun dari
makhluk yang mempunyai kekuasaan di atas-Mu dan tidak ada Pencipta selain-Mu. Maha
Suci Engkau dan tiada sekutu bagi-Mu dalam kerajaan dan kekuasaan. Pada
akhirnya, mereka adalah hamba-Mu dan seorang hamba tidak memiliki apa-apa di
hadapan tuannya kecuali kepatuhan: Dan jika Engkau mengampuni mereka,
maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’
Isa
tidak mengatakan jika Engkau mengampuni mereka, maka Engkau Maha Pengampun dan
Maha Pengasih. Jadi, jawaban Isa terfokus pada penyerahan diri dan kepatuhan
serta tunduk kepada kemuliaan Allah SWT dan kebesaran-Nya. Para pengikut Nabi
Isa adalah hamba-hamba Allah SWT yang patuh. Jika Allah SWT berkehendak, maka
Dia akan menyiksa mereka sesuai dengan siksaan yang layak mereka terima, dan
jika Dia berkehendak, maka Dia akan mengampuni mereka karena Dia mengetahui
karena mereka memang layak untuk mendapatkan ampunan. Dengan penyerahan yang
mutlak ini, Isa menyampaikan jawaban atas pertanyaan Allah SWT dan beliau
berlepas diri dari apa yang dikatakan oleh kaumnya sepeninggalnya. Isa
menyampaikan—pada awal pembicaraannya—bahwa hanya Allah SWT yang patut
disembah, dan pada akhir pembicaraannya Isa menyampaikan penyerahan dirinya
kepada Allah SWT. Allah berfirman: ‘Ini adalah suatu hari yang
bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.
Allah
SWT memuji ketulusan Isa, dan karena dialog tersebut terjadi pada hari kiamat,
Allah SWT berfirman: “Hari ini adalah hari kiamat di mana orang-orang yang
benar akan dapat mengambil manfaat dari kebenaran mereka di dunia. Kebenaran
mereka di sana akan mereka temukan balasannya yang berupa rahmat di sini. “Bagi
mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-selamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap-Nya. “
Demikianlah
balasan orang-orang yang benar, surga. Dan ada balasan yang lebih baik dari
surga, yaitu kepuasan (ridha) seorang hamba terhadap Allah SWT dan keridhaan
Allah SWT terhadap hamba. Pengertian kepuasaan seorang hamba adalah
kegembiraannya terhadap penyembahan kepada Allah SWT sedangkan pengertian
keridhaan Allah SWT terhadap hamba-Nya adalah rahmat yang diberikan-Nya kepada
mereka: Itulah keberuntungan yang paling besar.’ Setelah itu
Allah SWT, memberitahukan hakikat Isa dan seluruh nabi-Nya: “Kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu.” Allah SWT adalah Penguasa satu-satunya dan Dia
Pencipta satu-satunya. Selain-Nya adalah hamba.
Isa
terus melangsungkan dakwahnya sehingga kejahatan dan keburukan mengetahui bahwa
singgasana mereka terancam hancur. Lalu pasukan keburukan bergerak untuk
menangkapnya. Orang-orang Yahudi menyakitinya dan menuduhnya dengan berbagai
macam tuduhan. Isa dikatakan sebagai penyihir dan sebagai orang yang mengubah
syariat dan mereka menisbatkan kekuatannya yang luar biasa kepada kekuatan
setan. Ketika mereka tidak lagi memiliki tipu daya yang dapat melumpuhkan Nabi
Isa dan mereka melihat orang-orang yang lemah dan orang-orang fakir berkumpul
di sekitarnya, maka mereka mulai membikin suatu, makar. Mereka mempengaruhi
orang-orang Romawi.
Mula-mula
pemerintahan Romawi tidak turut campur karena menganggap bahwa
perselisihan-perselisihan antara orang-orang Yahudi adalah perselisihan yang
terjadi demi memperebutkan kepentingan sesama mereka. Lalu diadakanlah
majelis Sanhadurim (yaitu majelis undang-undang tertinggi dari
kalangan Yahudi). Mereka berkumpul untuk membuat persekongkolan demi
menyingkirkan Isa. Persekongkolan itu mengambil bentuk yang baru.
Ketika
orang-orang Yahudi tidak mampu memerangi Nabi Isa, mereka berpikir untuk
membunuhnya. Mulailah para ketua pendeta Yahudi bermusyawarah untuk membuat
suatu kesimpulan tentang cara yang mereka lakukan untuk menangkap Nabi Isa yang
tidak menirnbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
Ketika
para kepala Yahudi bermusyarah, maka salah seorang dari murid al-Masih yang dua
belas pergi kepada mereka, yaitu Yahuda al-Iskhriyutha. Ia berkata kepada
mereka, “Apa yang kalian berikan jika aku berhasil menyerahkannya kepada
kalian.”
“Meja
penghianatan telah digelar di antara mereka dan dimulailah perundingan.
Orang-orang Yahudi berusaha mencari titik temu dan mereka sepakat untuk
memberinya tiga puluh lempeng dari perak. Ini adalah harga yang biasa mereka
lakukan untuk membeli seorang budak sesuai dengan syariat Yahudi.” (penjelasan
Injil Mata)
Selesailah
konspirasi yang menetapkan untuk menangkap al-Masih dan kemudian membunuhnya.
Dikatakan bahwa kepala pendeta Yahudi merobek-robek bajunya secara dramatis di
suatu pertemuan agama dan ia berteriak, “sungguh Isa telah kafir.” Pero bekan
baju dalam tradisi orang-orang Yahudi dilakukan ketika mereka mendengar atau
melihat sesuatu yang mengandung penghinaan terhadap Allah. Para pendeta Yahudi
tidak memiliki kekuasaan untuk menetapkan hukum bunuh pada saat itu. Semua itu
dilakukan oleh kekuasaan penguasa Romawai. Tetapi tampaknya mereka berhasil
meyakinkan kekuasaan Romawi bahwa Isa telah membuat rencana untuk melengserkan
kekuasaan Romawi atau mereka berhasil meyakinkan penguasa Romawi bahwa masalah
yang mereka hadapi murni berkaitan dengan tradisi mereka dan keyakinan mereka.
Kemudian mereka menyarankan agar penguasa tidak turut campur atas apa yang
mereka tetapkan. Demikianlah konspirasi itu telah ditetapkan dan telah
diputuskan bahwa Isa harus ditangkap dan kemudian disalib.
Empat
Injil yang diakui oleh kalangan Masehi saat ini membicarakan tentang proses
pembunuhan Isa di mana beliau disalib kemudian beliau bangkit dari kematiannya
dan naik ke langit. Semua Injil ini sepakat tentang proses pengyaliban Isa dan
kematiannya, sebagaimana mereka sepakat tentang tabiat Isa yang mengandung
ketuhanan yang bercampur dengan tabiatnya sebagai manusia. Kami akan
menyampaikan keyakinan orang-orang Masehi berkaitan dengan Isa sebagaimana diyakini
oleh mayoritas kaum Nasrani saat ini, kemudian kami akan mengemukakan keyakinan
Islam tentang Isa sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur’an al-Karim dan
disampaikan oleh para ulama dan disebutkan dalam hadis. Setelah itu, kita akan
membicarakan hal-hal yang perlu dibicarakan berkaitan hubungan antara kaum
Muslim dan kaum Masehi serta kaitannya dengan akidah mereka.
Injil
Mata mengatakan, “Isa ditangkap dan majelis Sanhadirum memutuskan
bahwa ia harus dibunuh. Kemudian para anggota mejelis itu dari kepala-kepala
para pendeta dan para tokoh mereka menghinanya dan mengejeknya serta berbuat
aniaya terhadapnya bahkan mereka meludahi wajahnya dan menempelengnya. Sambil
mengejek mereka berkata, “beritahukanlah wahai al-Masih siapa yang memukulrnu.”
Setelah itu al-Masih ditangkap dan ia ditetapkan untuk dibunuh.
Adalah
sudah menjadi tradisi di kalangan orang-orang Romawi untuk mencambuk orang yang
ditetapkan untuk dibunuh sebelum pelaksaan hukum tersebut. Oleh karena itu,
para penguasa Romawi menetapkan agar al-Masih dicambuk terlebih dahulu.
Sedangkan syariat Musa menetapkan agar cambukan itu tidak melebihi empat puluh
kali, namun orang-orang Romawi tidak berhenti pada batasan ini bahkan mereka
terus mencambuk korban dengan cambukan yang kejam dan terus-menerus sehingga
punggung yang bersangkutan hampir saja patah dan napasnya nyaris tinggal
sedikit. Setelah itu, mereka mulai melaksanakan hukum bunuh kepadanya.
Demikianlah yang dilakukan oleh tentara terhadap penyelamat kita. (Injil Mata
26)
Selesailah
proses pecambukan, lalu penguasa Romawi menyerahkan Isa kepada tentara agar
mereka menyalibnya. Kemudian para tentara membuat sesuatu hal yang bermaksud
untuk menghibur. Mereka mencabut pakaian Isa yang dilumuri dengan darah yang
ada luka di tubuhnya setelah proses pencabukan, lalu mereka memakaikan pakaian
merah dengan maksud untuk mengejeknya. Para raja biasanya memakai pakaian
merah. Mereka terus menghinanya. Mereka memakaikannya mahkota dari duri dan
meletakkannya di atas kepalanya. (Injil Mata 26)
Akhirnya,
mereka sampai pada suatu tempat yang bernama Jaljatsah, yaitu suatu tempat di
luar pagar Ursyilim. Tradisi Yahudi menetapkan untuk memberi satu gelas khamer
yang bercampur dengan minyak wangi bagi orang yang ditetapkan untuk dihukum
mati sebelum pelaksanaan hukum. Ini dimaksudkan sebagai alat pembius untuk
meringankan penderitaannya. Tetapi para tentara menentang tradisi ini dan
mereka memberi al-Masih satu gelas dari cuka yang bercampur dengan sesuatu yang
pahit.” (Injil Mata 26)
Teks
Injil mata mengatakan (cetakan tahun 1972) pada pasal kedua puluh tujuh:
“Sehingga mereka sampai ke suatu tempat yang bernama Jaljatsah lalu mereka
memberinya minuman keras yang bercampur dengan empedu agar ia meminumnya.
Ketika ia merasakannya, ia enggan untuk meminumnya. Kemudian mereka
menyalibnya. Kemudian mereka duduk di sana menjaganya dan meletakkan di atas
kepalanya suatu tuduhan yang tertulis: Ini adalah Yasu’, penguasa Yahudi.
Mereka benar-benar menyalibnya bersama Yasim. Salah seorang dari keduanya di
sebelah kanannya dan yang lain di sebelah kirinya. Lalu orang-orang yang lewat
di tempat itu mencelanya dan berkata, “wahai yang menghancurkan tempat sembahan
dan yang membangunnya pada tiga hari, selamatkanlah dirimu dan jika engkau
adalah anak Allah, maka turunlah dari tempat penyaliban itu.”
Demikianlah
sebagian riwayat kaum Masehi tentang proses penyalipan serta penafsiran mereka
berkaitan dengannya. Kami telah menukilnya tanpa memperhatikan tentang catatan
yang terdapat dalam Injil Mata yang terbaru, yaitu ia merupakan catatan yang
paling baik dalam bentuknya yang terkumpul dari ulama-ulama mereka dan
tokoh-tokoh agama Masehi sehingga ia lebih mudah untuk dipahami dan lebih
sederhana. Kami telah mengemukakan sebagiannya kepada Anda dalam
halaman-halaman ini.
Sementara
itu, dalam akidah Islam disebutkan suatu riwayat yang berbeda dengan riwayat
yang ada dalam Injil-Injil yang terdapat sekarang, baik yang berhubungan dengan
kehidupan akhir yang dialami oleh Isa maupun tabiat Isa yang merupakan sumber
perselisihan setelah pengangkatannya. Al-Qur’an al-Karim menceritakan bahwa
Allah SWT tidak menghendaki Bani Israil untuk membunuh Isa atau menyalibnya
tetapi Allah SWT menyelamatkannya dari kekufuran mereka lalu mengangkatnya di
sisi-Nya. Mereka tidak berhasil membunuhnya dan tidak berhasil menyalibnya
tetapi ia diserupakan seperti orang-orang di antara mereka. Allah SWT berfirman:
“Dan
karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, Isa putra
Maryam, Rasul Allah,’ padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya,
tetapi yang mereka bunuh ialah arang yang diserupakan dengan Isa bagi meeha.
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa,
benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidah mempunyai
keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka,
mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang
sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepadanya.” (QS.
an-Nisa’: 157-158)
Dan
Allah SWT juga berflrman:
“(Ingatlah),
ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan karnu pada
akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari
orang-orang yang kafir. ” (QS. Ali ‘Imran: 55)
Para
ulama-ulama Islam sepakat atas hal itu dan mereka berselisih pendapat tentang
cara beragumentasi terhadap apa yang mereka yakini sebagai kebenaran. Sebagian
mereka meyakini nas-nas Al-Qur’an saja yang menyebut tentang Isa al-Masih dan
mereka tidak mendukungnya atau memperkuatnya dengan kitab-kitab lain selain
Al-Qur’an. Kedua metode tersebut memiliki titik kekuatan tersendiri. Orang yang
berpegangan dengan pendapat yang pertama mengatakan bahwa Nabi melarang untuk
membahas kitab-kitab pegangan kaum Yahudi dan kaum Nasrani. Bagi kaum itu agama
mereka dan bagi kita agama kita dan hanya Allah SWT yang akan memutuskan segala
perselisihan di antara kita pada hari kiamat.
Sedangkan
orang-orang yang berpegangan dengan cara yang kedua mengatakan bahwa larangan
Nabi tersebut terjadi pada permulaan masa Islam di mana kaum Muslim sangat
dekat dengan masa jahiliah. Nabi memerintahkan mereka agar tidak disibukkan
dengan kitab-kitab lain selain kitab mereka, yakni Al-Qur’an. Yang demikian ini
dimaksudkan agar mereka memiliki akidah yang kuat dan keyakinan mereka
benar-benar tertanam dalam diri mereka, Tetapi ilmu dan pandangan ilmiah
menetapkan bahwa seorang yang alim harus banyak menggali kitab-kitab kuno dalam
rangka mengetahui kebenaran dan jika ia mendapati sesuatu yang sesuai dengan
apa yang didapatinya dengan kebenaran, maka hatinya akan lebih merasa tenang
dan damai. Berkaitan dengan kelompok yang pertama yang merasa cukup dengan
Al-Qur’an, kita tidak menemukan perincian-perincian yang mendalam berkenaan
dengan usaha penangkapan Isa, bagaimana proses pengangkatannya ke langit, di
mana Isa diserupakan dengan salah seorang di antara mereka, bagaimana dia
diserupakan dengan salah seorang di antara mereka. Allah SWT telah
menyerupakannya dengan salah seorang di antara mereka sedangkan Nabi Isa
diangkat ke langit. Demikianlah penjelasan singkat mereka, tidak ada penambahan
lagi. Sedangkan kelompok yang kedua, mereka melontarkan kisah secara lengkap.
Mereka mengatakan bahwa Allah SWT menyerupakan Isa dengan Yahuda. Yahuda ini
adalah Yahuda al-Askhariyutha yang menurut Injil ia menjualnya kepada
musuh-musuhnya dan menunjukkan kepada mereka tentang keberadaannya. Ia adalah
seorang muridnya yang terpilih. Demikian ini sesuai dengan Injil Barnabas di
mana disebutkan di dalamnya: “Ketika para tentara mendekat bersama Yahuda di
tempat yang di situ terdapat Yasu’, maka Yasu’ mendengar kedatangan
segerombolan orang yang menuju tempatnya. Oleh karena itu, ia segera pergi ke
rumah dalam keadaan takut. Di dalam rumah itu terdapat sebelas orang yang
tidur. Ketika Allah melihat bahaya akan mengancam hamba-Nya, maka Dia
merintahkan Jibril, Mikail, dan Rafail (Israfil), serta Idril (Izrail) yang
mereka semua adalah para utusan-Nya untuk mengambil Yasu’ dari dunia. Lalu
datanglah malaikat-malaikat yang suci di mana mereka mengambil Yasu’ dari pintu
yang dekat dengan arah selatan. Mereka membawanya dan meletakkannyadi langit
yang ketiga dengan disertai para malaikat yang selalu bertasbih kepada Allah
selama-lamanya. Yahuda masuk secara paksa ke kamar yang di situlah Yasu’
diangkat ke langit. Saat itu murid-murid sedang tidur semuanya, lalu Allah
mendatangkan keajaiban yang luar biasa di mana Yahuda berubah cara berbicaranya
dan juga wajahnya. Ia sangat mirip sekali dengan Yasu’ sehingga kami mengiranya
Yasu’. Adapun ia (Yahuda) setelah membangunkan kami, ia mencari-cari di mana si
guru berada. Oleh karena itu, kami merasa heran dan kami menjawab, “bukankah
engkau wahai tuanku guru kami, apakah sekarang engkau telah melupakan kami?”
Demikianlah kisah yang terdapat dalam Injil Barnabas. Allah SWT berfirman:
“Al-Masih
putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang Sesungguhnya telah berlalu
sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya
biasa memakan makanan.” (QS. al-Maidah: 75)
Para
ulama berkata, “Al-Masih dinamakan al-Masih karena ia mengusap bumi dan
membersihkannya serta usahanya untuk menyelamatkan agama dari fitnah di zaman
itu karena saking hebatnya kebohongan orang-orang Yahudi kepadanya dan
bagaimana usaha mereka untuk menciptakan dusta padanya dan kepada ibunya as.”
Banyak ulama yang meriwayatkan tentang kesucian spiritual dari Nabi Isa. Abu
Hurairah meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau menceritakan tentang al-Masih
sebagai berikut: “Isa melihat seorang lelaki yang mencuri lalu ia berkata:
“Wahai si fulan apakah engkau mencuri?” Orang itu berkata: “Tidak, demi Allah
aku tidak mencuri,” Isa berkata: “Aku beriman kepada Allah SWT dan
pengelihatanku telah berbohong.” Ini menunjukkan kesucian ruhani Isa di mana ia
lebih memilih sumpah orang itu atas apa yang disaksikannya. Ia membayangkan
bahwa orang tersebut tidak akan bersumpah dan membawa nama Allah SWT yang Maha
Besar lalu ia berdusta sehingga ia menerima pernyataannya dan ia kembali kepada
dirinya sendiri sambil berkata: “Aku beriman kepada Allah SWT, yakni aku mempercayaimu
dan mataku telah berbohong karena engkau telah bersumpah.” Ada riwayat lagi
yang mengatakan bahwa suatu hari Nabi Isa berjalan bersama sahabatnya dan
mereka melewati bangkai anjing yang busuk baunya, lalu sahabat-sahabat Isa
sangat terpukul dan sangat menderita dengan bau anjing itu. Melihat sikap
mereka, Isa berkata: “Lihatlah betapa putih giginya.”
Isa
ingin mengajari manusia bagaimana mereka menghadapi keburukan di mana Nabi Isa
menekankan agar mereka lebih melihat kepada keindahan dan kebaikan. Dakwah Nabi
Nabi Isa merupakan puncak dari ketinggian ruhani dan idealisme yang mengagumkan
di mana Beliau lebih menekankan kebaikan daripada keburukan. Rasulullah
berkata: “Semua para nabi adalah saudara, agama mereka satu sedangkan mereka
dilahirkan dari berbagai macam ibu dan aku adalah manusia yang utama begitu
juga Isa bin Maryam di mana tidak ada nabi setelahku dan sesudahnya.” Dalam
berbagai riwayat disebutkan bahwa Nabi Isa akan turun pada akhir zaman. Islam
sangat memberikan penghormatan kepada Isa yang sesuai dengan kedudukannya
sebagai salah satu nabi ulul azmi yang besar. Islam
menamakannya Rasulullah dan Kalimatullah yang telah diberikan kepada Maryam.
Allah SWT berfirman:
“Wahai
ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah hamu
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya al-Masih Isa putra
Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka
berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan:
‘(Tuhan itu) tiga.’ Berhentilah dari ucapan itu. (Itu) lebih baik bagimu.
Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci dari mempunyai anak, segala
yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi
Pemelihara. Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan
tidak (pula enggan) malaikat malaikat yang terdekat (kepada Alah). Barangsiapa
yang enggan dari menyernbah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan
mengumpulkan mereka semua kepadanya. Adapun orang-orang yang beriman dan
berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah
untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan
menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih,
dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong
selain dari Allah. ” (QS. an-Nisa’: 171- 173)
Ibnu
Katsir berkata dalam Qhisasul Anbiya’: Para pengikut Nabi Isa
berselisih pendapat setelah Nabi Isa diangkat ke langit. Sebagian mereka
mengatakan, di tengah-tengah kita ada hamba Allah SWT dan rasul-Nya (Ariyus).
Sebagian lagi mengatakan, dia adalah Allah. Yang lain lagi mengatakan, dia
adalah anak Allah. Mereka berselisih pendapat tentang Injil yang menyebutkan
berbagai kebo hongan di mana terdapat di dalamnya penambahan, pengurangan, dan
pergantian. Al-Qur’an al-Karim telah membahas persoalan ketuhanan. Ia
menjelaskan bahwa Allah SWT Maha Suci dari segala sekutu dan anak dan segala
hal yang menyerupai-Nya serta segala bentuk ingkarnasi, kejauhan, kedekatan dan
pencapaian pandangan mata. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah:
“Dia-lah Allah, YangMahaEsa.’Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala
sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang
pun yang setara dengan Dia. ” (QS. al-Ikhlash: 1-4)
Dan
tentang Isa as Allah berfirman: “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi
Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,
kemudian Allah berfirman kepadanya: ‘Jadilah’ (seorang manusia), maka jadilah
ia.” (QS. Ali ‘Imran: 59)
“Mereka
(orang-orang kafir) berkata: Allah mempunyai anah.’ Maha Suci Allah, bahkan apa
yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepadanya.
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan)
sesuatu, maka (cukuplah) Dia mengatakan kepadanya: ‘Jadilah’, lalujadilah ia.” (QS.
al-Baqarah: 116-117)
“Orang-orang
Yahudi berkata: ‘Uzair itu putra Allah’ dan orang-orang Nasrani berhata:
Al-Masih itu putra Allah.’ Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka,
mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Mereka dilaknat oleh
Allah; bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS.
at-Taubah: 30)
Nas
tersebut mengisyaratkan akidah orang-orang Mesir dan orang-orang seperti mereka
dari umat-umat yang terdahulu di mana akidah mereka terfokus pada keyakinan
penyaliban Isa, tentang tebusan dan kebangkitan Tuhan yang disembelih serta
penentangannya terhadap para pengikutnya setelah kematiannya.
Allah
SWT berfirman:
“Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih
putra Maryam.‘ Katakanlah: ‘Maka siapakah (gerangan) yang dapat
menghalang-halangi kehendah Allah, jika Dia hendak membinasakan al-Masih putra
Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi
semuanya?’ Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apayang ada di
antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dihehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.” (QS. al-Maidah: 17)
“Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan: Allah salah seorang dari yang tiga,’
padahal sekali-kali tidak ada selain dari Tuhan YangEsa.” (QS.
al-Maidah: 73)
Demikianlah
Al-Qur’an al-Karim menyebutkan sikap berbagai aliran yang saling berlawanan
yang tumbuh setelah pengangkatan al-Masih. Al-Qur’an menjelaskan bahwa al-Masih
adalah hamba Allah SWT dan seorang rasul yang diutus kepada Bani Israil. Kata
hamba dan rasul adalah kata yang sangat jelas artinya, adapun yang dimaksud
dengan al-Kalimah dan ar-Ruh, maka kedua kata
tersebut perlu dijelaskan. Kaum Muslim memahami bahwa al-Kalimahadalah
petunjuk Allah SWT yang diberikan-Nya kepada Maryam sedangkanar-Ruh adalah
menunjukkan atau mengisyaratkan kepada Ruh Kudus, yaitu Jibril as. Allah SWT
telah menguatkannya atau menguatkan Nabi Isa dengan ruh yakni Jibril:
“Dan
(ingatlah) ketiha Aku dukung kamu dengan Ruhul Kudus.” (QS.
al-Maidah: 110)
Setelah
mengemukakan keyakinan kaum Masehi tentang karakter Nabi Isa dan akhir dari
kehidupannya dan setelah menjelaskan kebenaran yang Allah SWT ceritakan kepada
kita tentang karakter tersebut dan akhir dari kehidupan yang dialami oleh Nabi
Isa, kita ingin mengetahui apa yang harus dilakukan oleh kaum Muslim dalam
hubungan mereka dengan orang-orang Masehi serta keyakinan mereka. Islam
menetapkan atau menyampaikan nas-nas yang jelas yang mengkhususkan agama
Masehi—di antara agama-agama yang lain—dengan kecintaan. Al-Qu’ran mengingkari
ketuhanan al-Masih; ia juga mengingkari penyaliban dan tebusan dosa yang
dilakukannya. Namun Al-Qur’an menegaskan dalam nasnya bahwa agama Nasrani
merupakan agama yang lebih dekat kecintaannya kepada Islam. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya
kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang
yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya
kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman
ialah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.’ Yang
demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani)
terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka
tidak menyombongkan diri.” (QS. al-Maidah: 82)
Allah
SWT memuji para pengikut al-Masih yang berjalan di atas petunjuknya. Allah SWT
berfirman:
“Dan
Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih
sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyah (keadaan tidak menikah dan
mengurung diri di biara) padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi
mereka sendirilah yang mengada-adakannya untuk mencarai keridhaan Allah.” (QS.
al-Hadid: 27)
Tidak
terdapat kontradiksi dari dua sikap tersebut. Pengingkaran Al-Qur’an terhadap
ketuhanan al-Masih dan pengakuannya terhadap kecintaan kaum Nasrani serta
pujiannya terhadap orang-orang yang mengikuti Nabi Isa mengandung makna lebih
dari satu: Pertama, bahwa Masehi berdasarkan pada agama Tauhid dan sangat sulit
bagi para pengikutnya untuk meninggalkan tauhid, dan hanya Allah SWT yang
mengakui hakikat apa yang terpendam dalam hati; kedua, dalam kalangan
orang-orang Nasrani terdapat para pendeta dan para rahib yang tidak bersikap
congkak di hadapan Allah SWT tetapi mereka sangat patuh dan tunduk kepadanya;
ketiga, sebagian pengikut Nabi Isa memiliki hati yang dipenuhi dengan kasih
sayang dan rahmat. Tentu rahmat dan kasih sayang tersebut tidak tumbuh kecuali
dari keimanan terhadap hari akhir. Allah SWT telah menetapkan perintah-Nya
kepada kaum Muslim agar mereka memperlakukan ahlul kitab dengan
perlakuan yang mulia dan baik, sebagaimana Islam menjamin kebebasan untuk
menentukan keyakinan pada setiap manusia. Allah SWT berfirman:
“Dan
jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi
orang-orang yang beriman semuanya?” (QS. Yunus: 99)
“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang salah.” (QS. al-Baqarah: 256)
“Katakanlah:
‘Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidah kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula)
sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika
mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami
adalah orang-orang yang menyerahkan diri (kepada Allah).’” (QS.
Ali ‘Imran: 64)
Kita
perhatikan bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang cara memperlakukan kaum
Masehi sebagai individu sebagaimana ia berbicara tentang bagaimana kita
memperlakukan keyakinan mereka. Sehubungan dengan kaum Masehi sebagai individu,
kita menyaksikan ayat-ayat tersebut memerintahkan untuk membalas kecintaan yang
mereka perlihatkan di mana nas tersebut dengan tegas mengatakan bahwa mereka
lebih dekat kecintaannya kepada orang-orang yang beriman. Jika Allah SWT yang
menegaskan hal tersebut, maka orang-orang Muslim harus membalas kebaikan dan
kecintaan yang ditunjukkan oleh kaum Nasrani. Adapun sehubungan dengan
keyakinan mereka, di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang melarang untuk
memaksa manusia dalam bentuk apa pun. Allah SWT berfirman:
“Dan
katakanlah: ‘Kebenaran itu datang dari Tuhanmu. Maka barangsiapa yang ingin
beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia
kafir.” (QS. al-Kahfi: 29)
Yang
demikian itu, karena keimanan yang didahului dengan paksaan adalah bukan
keimanan karena ia berarti mencabut ikhtiar atau kebebasan manusia, padahal itu
adalah syarat dari keimanan. Dan barangkali inilah yang menunjukkan kesempumaan
Islam dilihat dari sikapnya yang demikian indah. Kami kira tanpa kita harus
memaksakan tafsiran kita kepada ayat-ayat tersebut dan memohon kepada Allah SWT
dari kesalahan dan kebodohan bahwa Islam dengan sikapnya itu ingin menjauhkan
para pengikutnya dari kalangan awam dari perdebatan yang panjang dan melelahkan
seputar keyakinan orang lain. Tentu perdebatan tersebut tidak akan berujung dan
akan menjadi seperti debat kusir saja. Namun tugas tersebut hanya diemban oleh
para ulama, di mana mereka membahas sebagaimana mereka kehendaki berbagai
keyakinan-keyakinan keberagamaan, sedangkan orang-orang awam tidak diberi
tanggung jawab dalam hal itu. Lagi pula, perselisihan antara keyakinan dan
aliran-aliran di kalangan Masehi dan kalangan Yahudi jika melibatkan
orang-orang awam, maka itu hanya memboroskan waktu dan hanya membuat lelah saja.
Islam
akan kembali menjadi asing dan akan kembali menjadi asing seperti pertama kali
terbit. Dalam suasana keasingan Islam yang pertama, orang-orang Muslim berhasil
membangun suatu individu Muslim yang kokoh. Dan ketika bangunan tersebut telah
selesai, maka sempurnalah pembangunan pemerintahan Islam. Kita tidak mendengar
bahwa salah seorang di antara mereka terlibat dalam perdebatan yang sengit yang
tidak berujung sekitar keyakinan orang lain. Sesungguhnya memberi petunjuk
kepada orang lain sehingga orang tersebut engetahui jalan menuju Allah SWT
adalah perbuatan yang indah, tetapi hidayah tersebut didahului dengan tekad
seseorang untuk memberikan petunjuk kepada dirinya sendiri. Seandainya
orang-orang Islam membimbing mereka menuju jalan Allah SWT niscaya Allah SWT
memberi petunjuk melalui mereka siapa saja yang dikehendaki dari
hamba-hamba-Nya.
Al-Qur’an
menetapkan dua mukjizat kepada Nabi Isa yang tidak disebutkan dalam kitab
Injil: pertama mukjizat yang berupa pembicaraannya saat ia masih menyusui
dibuaian. Dan yang kedua mukjizat makanan yang turun dari langit kepada kaum
Hawariyin. Sebagaimana Al-Qur’an menetapkan kemuliaan yang diperoleh oleh Nabi
Isa saat ia diselamatkan dari tangan-tangan jahat orang-orang Yahudi yang ingin
menyiksanya atau membunuhnya sehingga Nabi Isa terselamatkan dan dia diangkat
ke langit. Rasulullah saw mewasiatkan kepada sahabatnya agar mereka
memperlakukan orang-orang Masehi dengan penuh kebaikan, bahkan beliau menikahi
Maria al-Qibthiya. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seseorang
lelaki dari Bani Salim bin Auf yang bernama al-Hasin mempunyai dua orang anak
yang masih Kristen, lalu ia masuk Islam dan bertanya kepada Rasulullah saw
bagaimana seandainya ia harus memaksa kedua anaknya untuk memeluk Islam
sedangkan mereka berdua menolak agama lain selain agama Masehi? Kemudian Allah
SWT menurunkan ayat yang berbunyi:
“Tidak
ada paksaan dalam memeluk agama (Islam).” (QS. al-Baqarah: 256)
Ketika
para utusan Najran dari kalangan kaum Masehi datang ke Madinah untuk berunding
dengan Nabi, maka beliau memberi mereka setengah dari mesjidnya agar mereka
dapat melaksanakan salat dengan cara mereka di dalamnya. Pada suatu hari
Rasulullah saw berdiri untuk melakukan salat kepada seseorang jenazah lalu
dikatakan kepadanya bahwa ia adalah jenazah Yahudi. Kemudian Rasulullah
menjawab: “Bukankah ia adalah manusia.” Dalam kesempatan lain Rasulullah saw
bersabda: “Barangsiapa yang mengganggu secara aniaya seorang Yahudi atau
seorang Nasrani, maka aku akan jadi musuhnya pada hari kiamat.” Terkadang
kekuasaan akan langgeng meskipun disertai dengan kekufuran tetapi ia tidak akan
abadi ketika disertai dengan kelaliman.
Para
ulama Islam berselisih pendapat berkaitan dengan keadaan Nabi Isa setelah
pengangkatannya. Mereka sepakat bahwa beliau tidak disalib tetapi Allah SWT
mengangkatnya di sisi-Nya. Tetapi ketika ia tidak disalib, maka bagaimana
keadaannya setelah itu: apakah ia masih hidup, ataukah ia mati seperti matinya
nabi yang lain? Mayoritas mengatakan bahwa Allah SWT mengangkat Isa dengan
fisiknya dan ruhnya di sisi-Nya. Mereka mengambil zahir dari firman-Nya:
“Tetapi
Allah mengangkatnya di sisi-Nya.” (QS. an-Nisa’: 158)
Juga
sebagian hadis yang mendukung hal tersebut. Sementara itu, kelompok yang lain
dari kalangan mufasirin, dan ini adalah kelompok yang minoritas, mereka
mengatakan bahwa Nabi Isa hidup sehingga Allah SWT mematikannya sebagaimana Dia
mematikan nabi-nabi-Nya lalu Dia mengangkat ruhnya di sisi-Nya sebagaimana ruh
para nabi diangkat, begitu juga ruh para shidiqin (orang-orang yang benar) dan
syuhada. Mereka mengambil zahir firman-Nya:
“(Ingatlah)
ketika Allah berfirman: ‘Hai ha, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada
akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari
orang-orang yang kafir.” (QS. Ali ‘Imran: 55)
Kami
sendiri lebih memilih pendapat yang pertama karena ia sangat sesuai—sebagai
mukjizat yang luar biasa—dengan kelahiran Isa di mana kelahiran tersebut
dipenuhi dengan mukjizat yang luar biasa, juga sesuai dengan kehidupannya dan
kesuciannya. Jadi, kedua-duanya merupakan mukjizat yang luar biasa.♦
By : Me
Matahari tampak akan
tenggelam, angin pun bertiup sepoi-sepoi di sekitar pepohonan. Harum semerbak
mulai memenuhi mihrab Maryam. Bau itu menembus jendela mihrab dan mengepakkan
sayapnya di sekeliling gadis perawan yang khusuk dalam salat tanpa seorang pun mendengar
suaranya. Maryam merasa bahwa udara dipenuhi dengan bau harum yang mengagumkan.
Ia kembali melakukan salatnya dengan khusuk dan mengungkapkan syukur kepada
Allah SWT.
Seekor burung hinggap
di jendela mihrab. Ia mengangkat paruhnya ke atas dan mengarahkan ke matahari
serta mengepakkan kedua sayapnya lalu ia terjun ke air dan mandi di dalamnya.
Kemudian ia terbang ringan di sekitamya. Maryam ingat bahwa beliau lupa untuk
menyirami pohon
mawar
yang tumbuh secara tiba-tiba di tengah dua batu yang tumbuh di luar mesjid.
Maryam menyelesaikan salatnya lalu ia keluar dari mihrab dan menuju pohon.
Belum selesai beliau siap-siap untuk keluar sehingga para malaikat memanggilnya
:
“Hai Maryam,
sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas
segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).”(QS. Ali ‘Imran: 42)
Maryam berhenti dan tampak wajahnya yang pucat dan semakin bertambah. Mihrab
itu dipenuhi dengan kalimat-kalimat para malaikat yang memancarkan cahaya.
Maryam merasa bahwa pada hari-hari terakhir terdapat perubahan pada suasana
ruhaninya dan fisiknya. Di tempat itu tidak terdapat cermin sehingga ia tidak
dapat melihat perubahan itu. Tetapi ia merasa bahwa darah, kekuatan dan masa
mudanya mulai meninggalkan tempatnya dan digantikan dengan kesucian dan
kekuatan yang lebih banyak. Beliau menyadari bahwa ia sedang gugup. Beliau
merasakan kelemahan manusiawi dan adanya kekuatan yang luar biasa. Setiap kali
tubuhnya merasakan kelemahan, maka bertambahlah kekuatan dalam ruhnya. Perasaan
yang demikian ini justru membangkitkan kerendahan hatinya. Maryam mengetahui
bahwa ia akan memikul tanggung jawab besar.
“Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya
Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala
wanita di dunia (yong semasa dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Dengan kalimat-kalimat yang sederhana ini Maryam memahami bahwa Allah SWT telah
memilihnya dan menyucikannya dan menjadikannya penghulu para wanita dunia.
Beliau adalah wanita terbesar di dunia. Para malaikat kembali berkata
kepada Maryam:
“Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama
orang-orangyang ruku.” (QS. Ali ‘Imran: 43)
Perintah
tersebut ditetapkan setelah adanya berita gembira agar beliau meningkatkan
kekhusukannya, sujudnya, dan rukuknya kepada Allah SWT. Maryam lupa terhadap
pohon mawar dan beliau kembali salat. Maryam merasakan bahwa sesuatu yang besar
akan akan terjadi padanya. Beliau merasakan hal itu sejak beberapa hari, tetapi
perasaan itu semakin menguat saat ini.
Matahari
meninggalkan tempat tidurnya sementara malam telah bangkit sedangkan bulan
duduk di atas singgasananya di langit dan di sekelilingnya terdapat awan-awan
yang indah dan putih. Kemudian datanglah pertengahan malam dan Maryam masih
sibuk dalam salatnya. Beliau menyelesaikan salatnya dan teringat pohon mawar
itu lalu beliau membawa air di suatu bejana dan pergi untuk menyiramnya.
Pohon
mawar itu tumbuh di antara dua batu di tempat yang tidak jauh dari mesjid yang
hanya ditempuh beberapa langkah darinya. Tempat itu jauh dari jangkauan manusia
sehingga tak seorang pun mendekatinya. Tempat itu sudah dijadikan tempat yang
khusus bagi Maryam untuk melakukan salat di dalamnya atau beribadah. Maryam
mendekati pohon mawar itu dan menyiramnya. lalu beliau meletakkan bejana,
kemudian ia memikirkan pohon mawar itu di mana tangkainya semakin panjang pada
dua malam yang dilaluinya.
Tiba-tiba,
Maryam mendengar suara derap kaki yang mengguncang bumi. Beliau tidak mendengar
suara kaki yang berjalan, tetapi beliau mendengar suara kaki yang menetap di
atas batu serta pasir. Maryam merasakan ketakutan. Ia merasakan bahwa ia tidak
sendirian. Ia menoleh ke sebelahnya namun ia tidak mendapati sesuatu pun.
Kemudian kedua matanya mulai berputar-putar dan memperhatikan suatu cahaya yang
berdiri di sana.
Maryam gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya. Maryam berkata dalam
dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di sana.
Maryam memandang kepada wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia gelisah.
Wajah orang itu sangat aneh, di mana dahinya bercahaya lebih daripada cahaya
bulan. Meskipun kedua matanya memancarkan kemuliaan dan kebesaran tetapi wajah
orang itu justru menggambarkan kerendahan hati yang mengagumkan.
Pandangan
pertama yang dilihat oleh Maryam kepada orang itu mengisyaratkan, bahwa orang
itu memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama
julaan tahun. Maryam bertanya kepada dirinya, siapa gerangan orang ini?
Kemudian seakan-akan orang asing itu membaca pikiran Maryam dan berkata: “Salam
kepadamu wahai Maryam.” Maryam dibuat terkejut mendengar adanya suara manusia
di depannya. Maryam berkata sebelum menjawab salamnya:
“Sesungguhnya
aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang
yang bertakwa.” (QS. Maryam: 18)
Maryam
berlindung di bawah lindungan Allah SWT dan ia bertanya kepadanya, “Apakah
engkau manusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa kepadanya?” Kemudian orang
itu tersenyum dan berkata:
“Sesungguhnya
aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki
yang suci.” (QS. Maryam: 19)
Orang
asing itu belum selesai menyampaikan kalimatnya sehingga tempat itu dipenuhi
cahaya yang menakjubkan yang tidak menyerupai cahaya matahari, cahaya bulan,
cahaya lampu, cahaya lilin bahkan cahaya api. Di sana terdapat cahaya yang
sangat jernih. Kemudian terngianglah di kepala Maryam kalimat:“Aku adalah
seorang utusan Tuhanmu.” Kalau begitu, dia adalah penghulu para
malaikat, Ruhul Amin (Jibril) yang telah berubah wujud menjadi
manusia.
Maryam
mengangkat kepalanya dengan gemetar menahan luapan cinta. Jibril berdiri di
depannya dalam bentuk manusia. Maryam memperhatikan kejernihan dahinya dan
kesucian wajahnya. Benar apa yang diduganya bahwa Jibril memiliki kemuliaan
yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama jutaan tahun. Kemudian
Maryam mengingat kembali kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril. Malaikat itu
telah mengatakan bahwa ia adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk
memberi Maryam seorang anak laki-laki yang suci. Maryam ingat bahwa dirinya
adalah seorang perawan yang belum tersentuh oleh seorang pun. Ia belum menikah
dan belum dilamar oleh seseorang pun, maka bagaimana ia melahirkan anak tanpa
melalui pernikahan. Pikiran-pikiran ini berputar-berputar di kepala Maryam lalu
ia berkata kepada Jibril:
“Maryam
berkata: Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah
seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorangpezina!” (QS.
Maryam: 20)
Jibril
berkata:
“Demikianlah
Tuhanmu berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami
menjadikannya suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu
adalah suatu perkara yang sudah diputushan.“‘ (QS. Maryam: 21)
Maryam
menerima kalimat-kalimat Jibril. Tidakkah Jibril berkata kepadanya bahwa ini
adalah perintah Allah SWT dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti akan
terlaksana. Kemudian, mengapa ia harus (ketika) melahirkan tanpa disentuh oleh
seorang manusia pun. Bukankah Allah SWT mendptakan Nabi Adam tanpa seorang ayah
dan seorang ibu? Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan wanita.
Hawa diciptakan dari Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari laki-laki, tanpa
perempuan.
Biasanya
manusia diciptakan melalui pasangan laki-laki dan perempuan; biasanya ia
memiliki ayah dan ibu, tetapi mukjizat terjadi ketika Allah SWT menginginkannya
untuk terjadi. Kemudian Jibril meneruskan pembicaraannya:
“Sesungguhnya
Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran searangputra yang didptakan) dengan
kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang
terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan
(kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah
dewasa, dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (QS.
Ali ‘Imran: 45-46)
Keheranan
Maryam semakian bertambah. Betapa tidak, sebelum mengandung anak itu di
perutnya ia telahmengetahui namanya. Bahkan ia menhetahui bahwa anaknya itu
akan berbicara dengan manusia saat ia masih kecil. Sebelum Maryam menggerakan
lisannya untuk melontarkan pertanyaan lain, Jibril mengangkat tangannya dan
mengerahkan udara ke arah Maryam. Kemudian datanglah hembusan udara yang bercahaya
yang belum pernah dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya tersebut ke jasad
Maryam dan memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan pertanyaan yang lain,
Jibril yang suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.
Udara
yang dingin telah bergerak dan Maryam pun tampak menggigil. Maryam segera
kembali ke mihrabnya. Ia menutup pintu mihrab dan ia tenggelam dalam salat yang
khusuk dan ia pun menangis. Maryam merasakan kegembiraan, kebingungan dan
kegoncangan serta kedamaian yang dalam. Kini, Maryam tidak lagi sendirian.
Sejak Jibril meninggalkannya, ia merasakan bahwa ia tidak lagi sendirian. Ia
menggerakkan tangannya yang dipenuhi dengan cahaya, kemudian cahaya ini berubah
di dalam perutnya menjadi anak, seorang anak yang akan menjadi kalimat Allah
SWT dan ruh-Nya yang diletakkan pada Maryam. Ketika anak itu besar, ia akan
menjadi seorang rasul dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan kasih
sayang.
Maryam
di malam itu tidur dengan nyenyak dan ia bangun di waktu Subuh. Belum lama ia
membuka kedua matanya sehingga ia dibuat terkejut ketika melihat mihrab
dipenuhi dengan buah-buahan yang sebenarnya tidak lagi musim. Maryam heran
melihat hal itu. Ia mulai mengingat apa yang telah terjadi padanya kemarin,
yaitu bagaimana kejadian saat menyiram pohon mawar, bagaimana pertemuannya
dengan malaikat Jibril, bagaimana Allah SWT meniupkan kalimat-Nya padanya,
bagaimana ia kembali ke mihrab, dan bagaimana tidurnya yang nyenyak. Maryam
berkata kepada dirinya sambil melihat buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan
memakan sendirian buah-buahan ini. Kemudian ada suara dalam dirinya yang
berkata: “Engkau tidak lagi sendirian wahai Maryam. Kini, engkau bersama Isa.
Engkau harus makan dengan baik. Dan Maryam mulai makan.
Lalu
berlalulah hari demi hari. Kandungan Maryam berbeda dengan kandungan umumnya
wanita. Ia tidak merasakan sakit dan tidak merasa berat; ia tidak merasakan
sesuatu telah bertambah padanya dan perutnya tidak membuncit seperti umumnya
wanita. Alhasil, kehamilan yang dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang baik.
Datanglah bulan yang kesembilan. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa
Maryam tidak mengandung Isa selama sembilan bulan, tetapi ia melahirkannya
secara langsung sebagai mukjizat.
Pada
suatu hari, Maryam keluar ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa bahwa sesuatu
akan terjadi hari itu. Tetapi ia tidak mengetahui hakikat sesuatu itu. Kakinya
membimbingnya untuk menuju tempat yang dipenuhi dengan pohon kurma. Tempat itu
tidak biasa dikunjungi oleh seseorang pun karena saking jauhnya; tempat yang
tidak diketahui oleh seseorang pun kecuali Maryam.
Tak
seorang pun yang mengetahui Maryam bahwa sedang hamil dan ia akan melahirkan.
Mihrab yang menjadi tempat ibadahnya selalu tertutup. Orang-orang mengetahui
bahwa Maryam sedang sibuk beribadah dan tidak ada seorang pun yang
mendekatinya. Maryam duduk beristirahat di bawah pohon kurma yang besar dan
tinggi. Maryam mulai merasakan sakit pada dirinya, dan rasa sakit tersebut
semakin terasa. Akhirnya, Maryam melahirkan:
“Maka
rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon
kurma, ia berkata: ‘Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku
menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” (QS.
Maryam: 23)
Rasa
sakit saat melahirkan anak yang dialami wanita suci ini menimbulkan
penderitaan-penderitaan lain yang segera menantinya. Bagaimana manusia akan
menyambut anaknya ini? Apa yang mereka katakan tentangnya? Bukankah mereka
mengetahui bahwa ia adalah wanita yang masih perawan? Bagaimana seorang gadis
perawan bisa melahirkan? Apakah manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan
anak itu tanpa ada seseorang pun yang menyentuhnya? Kemudian
pandangan-pandangan keraguan mulai menyelimutinya. Maryam berpikir bagaimana
reaksi manusia kepadanya dan bagaimana perkataan mereka terhadapnya sehingga
hatinya dipenuhi dengan kesedihan. Belum lama Maryam membayangkan dan meminta
agar ia dimatikan dan dilupakan, tiba-tiba anak yang baru lahir itu
memanggilnya:
“Janganlah
kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di
bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu
ahan mengugurkan buah kurma yang masak kepadamu makan, minum dan bersenang
hatilah kamu. Jika kamu rnelihat seorang manusia, maka katakantah:
‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka
aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” (QS.
Maryam: 24-26)
Maryam
melihat al-Masih yang tampan wajahnya. Wajahnya tidak kemerah-merahan dan rambutnya
tidak keriting seperti anak-anak yang lahir di saat itu, tetapi ia berkulit
lembut dan putih. Anak itu diselimuti dengan kesucian dan kasih sayang; anak
itu berbicara kepada Maryam agar ia menghilangkan kesedihannya dan meminta
padanya agar menggoyangkan batang-batang pohon kurma supaya jatuh darinya
sebagian buahnya yang lezat dan Maryam dapat memakan dan meminum darinya
sehingga hatinya pun penuh dengan kedamaian serta kegembiraan dan tidak
berpikir tentang sesuatu pun. Jika Maryam melihat atau menemui manusia, maka
hendaklah ia berkata kepada mereka bahwa ia bernazar kepada Allah SWT untuk
berpuasa dan tidak berbicara kepada seseorang pun.
Maryam
melihat al-Masih dengan penuh kecintaan. Anak itu baru dilahirkan beberapa saat
tetapi ia langsung memikul tanggung jawab ibunya di atas pundaknya.
Selanjutnya, ia akan memikul penderitaan orang-orang fakir. Maryam melihat
bahwa wajah anak itu menyiratkan tanda yang sangat aneh. Yaitu tanda yang
mengisyaratkan bahwa ia datang ke dunia bukan untuk mengambil darinya sesuatu,
tetapi untuk memberinya segala sesuatu. Maryam mengulurkan tangannya ke pohon
kurma yang besar. Belum lama ia menyentuh batangnya hingga jatuhlah darinya
buah kurma yang masih muda dan lezat. Maryam makan dan minum dan kemudian ia
memangku anaknya dengan penuh kasih sayang.
Saat
itu, Maryam merasakan kegoncangan yang hebat. Silih-berganti ketenangan dan
kegelisahan menghampirinya. Segala pikirannya tertuju pada satu hal, yaitu Isa.
Ia bertanya-tanya dalam dirinya: Bagaimana orang-orang Yahudi akan
menyambutnya, apa yang akan mereka katakan tentangnya, apa yang akan mereka
katakan terhadap Maryam, apakah para pendeta dan para pembesar Yahudi percaya
bahwa Maryam melahirkan seorang anak tanpa disentuh oleh seseorang pun?
Bukankah mereka terbiasa hidup dengan suasana pencurian dan penipuan? Apakah
seseorang di antara mereka akan percaya—padahal ia jauh dari langit—bahwa
langit telah memberinya seseorang anak.
Akhirnya,
masa pengasingan Maryam telah berakhir dan Maryam harus kembali ke kaumnya. Maryam
kembali dan waktu menunjukkan Ashar. Pasar besar yang terletak di jalan yang
dilalui Maryam menuju mesjid dipenuhi dengan manusia. Mereka sibuk dengan
jual-beli. Mereka duduk berbincang-bincang sambil minum anggur. Belum lama
Maryam melewati pasar itu sehingga manusia melihatnya membawa seorang anak
kecil yang didekapnya. Salah seorang bertanya: “Bukankah ini Maryam yang masih
perawan? Lalu, anak siapa yang dibawanya itu?” Seorang yang mabuk berkata: “Itu
adalah anaknya.” Mari kita dengar cerita apa yang akan disampaikannya.
Akhirnya, orang-orang Yahudi mulai “mengepung” dengan berbagai macam
pertanyaan: “Anak siapa ini wahai Maryam, mengapa engkau tidak
mengembalikannya, apakah itu memang anakmu, bagaimana engkau datang dengan
membawa seorang anak sedangkan engkau adalah gadis yang masih perawan?”
“Hai
saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan
ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (QS.
Maryam: 28)
Maryam
dituduh melakukan pelacuran. Mereka menyerang Maryam tanpa terlebih dahulu
mendengarkan sanggahannya atau mengadakan penelitian atau membuktikan bahwa
perkataan mereka memang benar. Maryam dicerca sana-sini dan ia diingatkan,
bahwa bukankah ia seseorang yang tumbuh dari rumah yang baik dan bukanlah
ibunya seorang pelacur? Lalu mengapa semua ini terjadi padanya? Menghadapi
semua tuduhan itu, Maryam tampak tenang dan tetap menunjukkan kebaikannya.
Wajahnya dipenuhi dengan cahaya keyakinan. Ketika pertanyaan semakin
menjadi-jadi dan keadaan semakin sulit, maka Maryam menyerahkan segalanya
kepada Allah SWT. Ia menunjuk ke arah anaknya dengan tangannya. Maryam menunjuk
Isa.
Orang-orang
yang ada di situ tampak kebingungan. Mereka memahami bahwa Maryam berpuasa dari
berbicara dan meminta kepada mereka agar bertanya kepada anak itu. Para
pembesar Yahudi bertanya: “Bagaimana mereka akan melontarkan pertanyaan kepada
seorang anak kecil yang baru lahir beberapa hari? Apakah anak itu akan
berbicara di buaiannya” Mereka berkata kepada Maryam:
“Bagaimana
kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (QS.
Maryam: 29)
Berkata
Isa:
“Sesungguhnya
aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (injil) dan Dia menjadikan aku
seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku
berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan)
zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku
seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan
kepadahu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku
dibangkitkan hidup kembali. ” (QS. Maryam: 30-33)
Belum
sampai Isa menuntaskan pembicaraannya sehingga wajah-wajah para pendeta dari
kalangan Yahudi dan para uskup tampak pucat. Mereka menyaksikan mukjizat
terjadi di depan mereka secara langsung. Anak kecil itu berbicara di buaiannya;
anak kecil yang datang tanpa seorang ayah; anak kecil yang mengatakan bahwa
Allah SWT telah memberinya al-Kitab dan menjadikannya seorang Nabi. Ini berarti
bahwa kekuasaan mereka sebentar lagi akan hancur. Setiap orang dari mereka akan
menjadi tidak berarti ketika anak kecil itu dewasa. Tak seorang pun di antara
mereka yang dapat “menjual pengampunan” kepada manusia atau menghakimi mereka
melalui pemyataan bahwa ia adalah wakil dari langit yang turun di bumi. Atau
pernyataan, bahwa hanya dia yang mengetahui syariat.
Para
pendeta Yahudi merasa akan terjadi suatu tragedi kepribadian yang akan datang
kepada mereka dengan kelahiran anak kecil ini. Kedatangan al-Masih berarti
mengembalikan manusia kepada penyembahan semata-mata kepada Allah SWT. Ini
berarti menghapus agama Yahudi yang sekarang mereka yakini. Perbedaan antara
ajaran-ajaran Musa dan tindakan-tindakan orang-orang Yahudi menyerupai
perbedaan antara bintang-bintang di langit dan lumpur-lumpur di jalan. Para
pendeta Yahudi menyembunyikan kisah kelahiran Isa dan bagaimana ia berbicara di
masa buaian. Mereka justru menuduh Maryam yang masih perawan dengan kebohongan
yang besar. Mereka menuduh Maryam melakukan pelacuran, padahal mereka
menyaksikan sendiri mukjizat pembicaraan anaknya di masa buaian.
Mula-mula
cerita tentang itu mereka sembunyikan untuk beberapa saat. Meskipun demikian,
berita tentang kelahiran Isa sampai ke Hakim Romawi, yaitu Heradus. Ia memimpin
orang-orang Palestina dan orang-orang Yahudi dengan kekuatan pedang. Ia
menakut-nakuti mereka dengan menumpahkan darah serta banyaknya mata-mata yang
dimilikinya. Pada suatu hari, ia duduk di istananya dan meminum anggur. Lalu ia
mendengar berita yang samar tentang kelahiran seseorang anak tanpa ayah;
seorang anak yang dikatakan ia mampu berbicara saat masih di buaian, lalu ia
menyampaikan pembicaraan yang menjurus pada ancaman terhadap kekuasaan Romawi.
Kemudian bergetarlah kursi yang ada di bawah tubuh Heradus. Ia memerintahkan
untuk diadakan suatu pertemuan mendadak yang dihadiri oleh para pengawalnya dan
para mata-matanya. Pertemuan itu pun terlaksana. Heradus duduk dengan wajahnya
yang hitam mengkilat, lalu ia memutarkan pandangannya ke arah mata-matanya dan
bertanya: “Bagaimana berita anak kecil yang berbicara di buaiannya?”
Salah
seorang kepala mata-mata berkata: “Tampak bahwa masalahnya tidak benar. Kami
telah mendengar isu-isu sekitar anak kecil yang mereka katakan bahwa ia membuat
mukjizat dengan berbicara saat ia masih belia. Lalu saya mengutus anak buahku
untuk mencari kebenaran berita itu, tetapi mereka tidak menemukannya. Jelas
bagi kami, bahwa berita itu dilebih-lebihkan.” Kemudian salah satu anggota
mata-mata raja berkata: “Aku telah mendapatkan bukti yang terpercaya bahwa tiga
orang dari orang-orang Majusi datang di balik suatu bintang yang mereka lihat
menyala di suatu langit dan bintang tersebut mengisyaratkan kelahiran anak
kecil yang membawa mukjizat, yaitu anak kecil yang akan menyelamatkan kaumnya.”
Hakim berkata: “Bagaimana ia dapat menyelamatkan kaumnya dan kaum siapa yang
diselamatkannya?” Salah seorang mata-mata berkata: “Anak buahku tidak
mengetahuinya karena orang-orang pandai dari Majusi itu pergi dan tak seorang
pun menemukan mereka.”
Hakim
berkata: “Bagaimana mereka dapat pergi dan bersembunyi lalu bagaimana cerita
anak kecil ini? Apakah di sana ada persekongkolan untuk menentang Romawi?”
Hakim melompat dari tempat duduknya ketika ia menyebut Romawi, dan ia mulai
berbicara dengan keadaan emosi: “Aku menginginkan kepala tiga orang yang cerdik
itu dan aku juga menginginkan kepala anak kecil itu. Dan aku menginginkan
informasi yang lengkap. Sungguh masalah ini semakin samar hai orang-orang yang
bodoh.” Lalu kepala mata-mata berkata: “Barangkali ini hanya mimpi yang
dibayangkan orang-orang Yahudi bahwa mereka melihatnya.” Hakim berkata:
“Sungguh kepala-kepala kalian semua akan terbang lebih cepat dari merpati jika
kalian tidak mendatangkan cerita secara lengkap tentang anak ini. Kebingungan
dan kekacauan apa yang aku rasakan! Pergilah kalian dari sini.”
Anak
buah Heradus dan para mata-mata pergi, sedangkan ia masih duduk memikirkan
masalah tersebut. Tampaknya masalah itu sangat menggelisahkannya. Ia tidak
peduli dengan kedatangan agama baru kepada manusia tetapi yang dipikirkannya
adalah kekuasaan Romawi yang ia menjadi simbolnya. Kemudian Heradus menetapkan
untuk memanggil pemuka orang Yahudi dan bertanya kepadanya tentang masalah ini.
Para pengawalnya yang khusus memanggil orang Yahudi itu. Tidak beberapa lama
orang Yahudi itu ada di depan hakim. Heradus berkata: “Aku ingin berbicara
kepadamu tentang suatu masalah yang sangat menggelisahkanku.” Pendeta Yahudi
itu berkata: “Aku ingin mengabdi kepadamu.”
Heradus
berkata: “Aku mendengar berita-berita yang saling berlawanan tentang anak kecil
yang bisa berbicara di masa buaiannya dan ia mengatakan bahwa ia akan
menyelamatkan kaumnya. Maka bagaimana berita yang sebenarnya tentang itu?”
Pendeta itu berkata—dan ia merasa bahwa pertanyaan itu sepertinya berupa
jebakan yang tidak diketahuinya secara pasti: “Apakah tuan yang mulia peduli
dengan agama Yahudi?” Heradus berkata dalam keadaan emosi: “Aku tidak peduli
sedikit pun selain kekuasaan Romawi. Jawablah pertanyaanku wahai pendeta.”
Pendeta Yahudi itu telah melihat Isa berbicara di buaiannya. Ia memahami bahwa seandainya
ia mengatakan itu, maka ia akan mendapatkan penderitaan pada dirinya, maka ia
lebih memilih sedikit berbohong. Ia berkata kepada Heradus bahwa ia mendengar
cerita itu tetapi ia meragukannya.
Heradus
berkata: “Apakah benar agama kalian berbicara tentang kedatangan seorang
penyelamat bagi rakyat kalian?” Pendeta berkata: “Ini benar wahai tuan yang
mulai.” Heradus berkata: “Apakah kalian mengetahui ini adalah persekongkolan
menentang keamanan kerajaan Romawi? Apakah kalian menyadari ini adalah bentuk pengkhianatan?”
Pendeta berkata: “Aku harap tuan membiarkan aku meluruskan suatu pemikiran yang
sederhana. Berita tentang hal itu adalah berita yang kuno. Berita ini diyakini
ketika rakyat menjadi tawanan di Bebel sejak ratusan tahun.”
Heradus
berkata: “Apakah memang di sana ada yang membenarkan berita ini? Sekarang,
apakah kamu secara pribadi membenarkannya? Apakah engkau melihat anak kecil itu
yang mereka katakan bahwa ia dilahirkan tanpa seorang ayah?” Pendeta itu
berkata: “Apakah ada seorang yang percaya wahai tuan yang mulia jika dikatakan
ada seorang anak yang lahir tanpa seorang ayah. Ini adalah mimpi rakyat biasa.”
Heradus
berkata: “Tidak ada sesuatu yang mengusir tidur dari mata seorang penguasa
selain mimpi-mimpi rakyat. Pergilah wahai pendeta dan jika engkau mendengar
berita-berita, maka sampaikanlah kepadaku sebelum engkau sampaikan kepada
istrimu.” Belum lama pendeta itu pergi sehingga Heradus berpikir, bagaimana
seandainya pendeta itu berbohong. Ia menangkap benang kebohongan pada kedua
matanya. Ia mengetahui kebohongan ini karena ia sendiri sangat pandai
berbohong. Kemudian bagaimana cerita tiga orang cerdik yang mereka mengikuti
bintang? Apakah di sana terdapat persekongkolan menentang Romawi yang tidak
diketahuinya?
Heradus
berteriak di tengah-tengah pengawalnya dan memerintahkan mereka untuk menangkap
semua orang yang mendengar cerita ini atau ia akan melihat akibatnya. Mula-mula
dia memerintahkan untuk mencari gadis perawan yang melahirkan anak itu dan
membunuh setiap anak yang lahir di saat itu. Sementara itu, Maryam keluar dari
Palestina menuju ke Mesir. Sebelumnya, pada suatu malam, datanglah kepadanya
seseorang yang belum pernah dilihatnya dan orang itu menyampaikan salam
kepadanya serta menyerukannya dan sambil berkata: “Bawalah anakmu wahai Maryam
dan keluarlah menuju Mesir.” Dengan nada ketakutan Maryam bertanya, “Mengapa?
Bagaimana aku keluar menuju ke Mesir; dan bagaimana aku bisa mengenali jalan?”
Orang asing itu menjawab, “Keluarlah engkau niscaya Allah SWT akan
melindungimu. Sesungguhnya Hakim Romawi mencari anakmu dan ingin membunuhmu.”
Maryam
bertanya: “Kapan aku keluar?” Orang asing itu menjawab: “Sekarang juga.
Janganlah engkau khawatir sedikit pun karena engkau keluar bersama seorang Nabi
yang mulia. Semua nabi diusir oleh kaumnya dari negeri mereka dan rumah mereka.
Demikianlah hukum kehidupan. Kejahatan selalu berusaha untuk menyingkirkan
kebaikan tetapi pada akhirnya, kebaikan akan kembali menduduki singgasananya.
Keluarlah wahai Maryam.” Akhirnya, Maryam pun pergi menuju ke Mesir. Maryam
melalui gurun Saina’ bersama suatu kafilah yang menuju Mesir. Maryam berjalan
membawa Isa di jalan yang sama yang pernah dilalui Nabi Musa di mana
ditampakkan kepada Nabi Musa api yang suci dan beliau dipanggil dari sisi thur
al-Aiman. Setelah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan, Maryam
sampai di Mesir. Mesir yang dipenuhi dengan kebaikan, kemuliaan,
kebudavaan klasik serta cuacanya yang stabil mempakan tempat yang terbaik untuk
pertumbuhan Isa as.
Al-Masih
tumbuh dan berkembang serta menjalani masa kecilnya di Mesir. Kemudian
datanglah kepada Maryam orang asing yang telah memerintahkannya untuk
meninggalkan Palestina. Kali ini, ia memerintahkannya untuk kembali ke
Palestina. Orang asing itu berkata kepadanya: “Raja yang lalim telah mati, maka
kembalilah bersama anakmu wahai Maryam. Telah datang kesempatan emas bagi Isa
untuk menduduki singgasananya. Isa akan menjadi penyayang orang-orang fakir dan
orang-orang yang benar. Kembalilah wahai Maryam.” Maryam pun kembali. Dalam
perjalanan Maryam melalui banyak mata air di sungai Jordania.
Isa
pun tumbuh menjadi dewasa dan mencapai masa mudanya. Isa keluar dari rumahnya
dan menuju tempat penyembahan kaum Yahudi. Saat itu bertepatan dengan hari
Sabtu. Di sana tidak ada satu rumah pun dari rumah kaum Yahudi yang dapat
menyalakan api atau memadamkannya pada hari Sabtu, atau mengambil buah di hari
itu. Dilarang bagi seorang wanita untuk membikin adonan roti atau seseorang
anak kecil mencuci anjingnya. Nabi Musa telah memerintahkan untuk menghormati hari
Sabtu dan hanya mengkhususkanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Terdapat
hikmah di balik penghormatan hari Sabtu sehingga hari Sabtu menjadi hari yang
sangat disucikan di kalangan orang-orang Yahudi. Mereka melaksanakannya dengan
berbagai macam tradisi dan mereka mencurahkan segala konsentrasi mereka untuk
menjaga hari Sabtu dan tidak meremehkannya. Sebab, mereka meyakini bahwa hari
Sabtu adalah hari yang dijaga dari langit sebelum Allah menciptakan manusia
sebagaimana mereka percaya bahwa Bani Israil telah diberikan pilihan kepada
satu jalur saja, yaitu menjaga hari Sabtu. Mereka bangga karena mereka dapat
menjaganya meskipun hal itu menyebabkan mereka kalah di kancah peperangan atau
mereka tertawan di tangan musuh. Bahkan saking ketatnya mereka mempertahankan
kehormatan hari Sabtu sampai-sampai mereka menambah-nambahi berbagai macam
larangan di hari Sabtu. Majelis kaum Yahudi menetapkan ratusan larangan yang
tidak boleh dilakukan di hari Sabtu, seseorang dilarang untuk memakai gigi
palsu di hari Sabtu. Seorang yang sakit dilarang untuk memakai perban atau
memakai minyak di tempat yang sakit pada hari Sabtu atau memanggil dokter.
Dilarang pula di hari Sabtu untuk menulis dua huruf abjad; dilarang juga untuk
mempertahankan diri pada hari Sabtu; dilarang untuk panen dan belajar di hari
Sabtu. Kemudian, bepergian di hari Sabtu diharuskan untuk tidak lebih dari dua
ribu yard. Dilarang juga dihari Sabtu untuk membawa sesuatu ke luar rumah.
Jadi,
banyaknya syariat, hukum serta larangan-larangan biasanya diikuti dengan
banyaknya keburukan atau paling tidak membantu terciptanya keburukan. Setiap
timbul suatu larangan, maka timbul bersamanya cara untuk menghindar darinya.
Demikianlah, kehidupan kaum Yahudi dipenuhi dengan kemunafikan yang luar biasa
di mana secara lahiriah mereka menampakkan penghormatan terhadap hari Sabtu,
tetapi secara batiniah mereka berusaha menodai kehormatan dengan berbagai macam
cara.
Meskipun
kelompok Farisiun bertanggung jawab terhadap tugas pelaksanaan syariat dan
mengawasinya dengan banyak mendapatkan jarninan-jaminan, maka kita akan melihat
bahwa mereka siap untuk menciptakan berbagai rekayasa dan tipu daya yang
memungkinkan mereka untuk menghindar dari hukum-hukum syariat di saat yang
tepat. Saat yang tepat adalah saat di mana syariat-syariat tersebut
bertentangan dengan kepentingan pribadi mereka atau dapat menjadi penghalang
bagi mereka untuk mendapatkan mata pencaharian yang haram yang sudah siap masuk
pada kantong mereka. Misalnya, terdapat kaidah syariat yang menetapkan
perjalanan pada hari Sabtu tidak boleh melebihi dua ribu yard. Namun
orang-orang Farisiun mengadakan walimah di mana mereka mengundang orang-orang
untuk menghadiri acara tersebut pada hari Sabtu, padahal tempat diadakannya
acara itu berjarak lebih dari dua ribu yard dari rumah mereka. Lalu, bagaimana
mereka dapat melaksanakan hal tersebut? Sangat mudah sekali. Mereka meletakkan
pada sore hari Sabtu sebagian makanan yang berjarak dua ribu yard dari rumah
mereka lalu setelah itu mereka mendirikan suatu tempat tinggal di mana mereka
dapat berjalan setelahnya dan menempuh dua ribu yard yang lain. Dari sini
mereka dapat menambah jarak yang mereka inginkan. Begitu juga agar mereka
menghindar dari larangan membawa sesuatu ke luar rumah pada hari Sabtu, maka
mereka membuat tipu daya yang lain. Yaitu mereka mendirikan gerbang-gerbang
pintu dan jendela di berbagai jalan sehingga seluruh kota seperti rumah besar
yang dimungkinkan bagi mereka untuk membawa segala sesuatu dan bergerak di
dalamnya.
Contoh
lain yang menunjukan bagaimana orang-orang Yahudi mempermainkan syariat
sedangkan mereka mengklaim menjaganya adalah, bahwa syariat Musa menetapkan
agar seorang anak menginfaki kedua orang tuanya saat mereka menginjak usia tua
dan membutuhkannya. Tetapi kaum Farisiun memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk lari dan menghindar dari tanggung jawab ini dengan suatu tipu daya yang
sederhana. Ketika seorang anak dituntut oleh kedua orang tuanya untuk memberi
nafkah, maka ia pergi ke para pendeta dan bersepakat kepada mereka untuk
mewakafkan semua hartanya dan kekayaannya kepada haikal, yaitu
tempat sembahan kaum Yahudi. Saat itu kedua orang tuanya tidak mampu mengambil
sesuatu pun darinya. Ketika mereka berdua telah putus asa dan tidak lagi
menuntut padanya untuk memberi nafkah, maka semua harta kekayaannya akan
dikembalikan kepadanya oleh para pendeta, dengan catatan hendaklah ia
memberikan bagian tertentu dari hartanya kepada para pendeta itu. Demikianlah
yang terdapat dalam Injil Mata.
Di
tengah-tengah suasana kebodohan pemikiran yang luar biasa ini, juga terdapat
sikap keras kepala dan kejumudan berpikir yang mengelilingi kaum Yahudi.
Terdapat tujuh tingkat kesucian dan dua puluh enam salat yang harus mereka
lakukan saat mereka membasuh tangan sebelum memakan makanan, namun mereka
menganggap bahwa meniadakan pembacaan salat-salat sebagai bentuk pembunuhan
terhadap jiwa dengan cara bunuh diri dan tercegah dari kehidupan abadi. Demikianlah
kekerasan sikap masyarakat Yahudi yang menunjukkan bahwa moral mereka telah
rusak dan dipenuhi dengan kemunafikan yang tiada taranya.
Sementara
itu, Isa berjalan menuju tempat beribadah. Orang-orang berjalan di
sekelilingnya. Mereka tampak membanggakan pakaian-pakaian yang berwarna dan
berharga sedangkan Isa berjalan dengan memakai baju putih dan menampakkan
kezuhudannya. Rambut Isa tampak lembut yang mencapai kedua bahunya dan tampak
ia basah terkena air awan yang menurunkan gerimis. Kemudian kedua kakinya
berjalan di atas tanah sehingga tanah itu dipenuhi dengan bau harum yang tidak
diketahui sumbernya. Baju yang dipakai oleh Isa terbuat dari bulu domba yang
sangat sederhana dan kasar. Meskipun hari itu hari Sabtu, Isa memetik buah di
suatu kebun dan mengambil dua buah yang beliau berikan kepada anak kecil yang
fakir dan lapar. Tindakan semacam ini menurut kepercayaan Yahudi dianggap
sebagai tindakan yang menentang agama Yahudi.
Isa
mengetahui bahwa menjalankan agama yang hakiki bukan terletak pada ketaatan
eksternal sementara hati jauh dari sikap rendah diri. Oleh karena itu, Isa
mencabut buah dan memberikan makan kepada manusia pada hari Sabtu. Beliau
menyalakan api untuk wanita-wanita tua sehingga mereka tidak mati kedinginan.
Isa
sering mengunjungi tempat sesembahan orang Yahudi. Isa berdiri di dalamnya dan
mengamati para pendeta dan manusia yang hilir mudik di sekitarnya. Sesampainya
Isa di tempat sembahan, ia berdiri di dalamnya. Isa mengamat-amati apa yang ada
di dalamnya. Dinding-dinding tempat beribadah itu terbuat dari kayu gahru yang
memiliki bau yang harum. Di samping itu, terdapat kelambu-kelambu yang terbuat
dari kain-kain yang mengagumkan yang dicampur dengan emas. Juga terdapat
lampu-lampu yang terulur dari atap dan juga ada lilin-lilin yang memenuhi
ruangan dengan cahaya. Meskipun demikian, kegelapan menyelimuti hati
orang-orang yang ada di situ.
Nabi
Isa berdiri cukup lama di tempat penyembahan itu. Setiap kali ia memutarkan
wajahnya, ia mendapati para pendeta di sana. Terdapat dua puluh ribu pendeta.
Nama-nama mereka tercatat dalam haikal. Mereka adalah kaum
Waliyun yang memakai saku-saku yang besar yang di dalamnya ada kitab-kitab
syariat. Sedangkan kaum Farisiun, mereka memakai pakaian yang lebar yang
sisi-sisinya tertenun dengan emas. Mereka adalah pembantu haikalyang
resmi dengan memakai baju-baju mereka yang putih. Adapun kaum Shaduqiyun adalah
kelompok para pendeta aristokrat yang bersekutu dengan penguasa di mana mereka
memperoleh kekayaan melalui persekutuan ini. Nabi Isa memperhatikan bahwa
jumlah pengunjung haikalita lebih sedikit daripada jumlah para
pendeta dan para tokoh agama. Tempat penyembahan itu dipenuhi dengan kambing
dan merpati yang dibeli oleh para pengunjung tempat penyembahan itu. Mereka
menyerahkannya sebagai kurban kepada Allah. Yaitu kurban yang disembelih di
dalam tempat persembahan di atas tempat penyembelihan. Alhasil setiap langkah
yang diayunkan oleh para pejalan di tempat penyembahan itu akan menghasilkan
uang.
Di
tempat penyembahan Yahudi itulah tersingkap hakikat kehidupan kaum Yahudi.
Nilai satu-satunya yang disembah oleh manusia di zaman itu adalah uang. Jadi,
kemewahan materi atau kekayaan adalah nilai satu-satunya yang karenanya manusia
akan bergulat satu sama lain. Dalam hal itu, tidak ada perbedaan antara
tokoh-tokoh pembawa ajaran syariat dengan manusia-manusia biasa. Kaum
Shaduqiyun dan kaum Farisiun bekerja sama di antara mereka di dalam haikal itu
seakan-akan mereka di dalam suatu pasar di mana mereka memanfaatkannya untuk
diri mereka dengan terus mencari kurban-kurban di dalamnya. Seringkali kaum
Shaduqiyun dan Farisiun berseteru dalam persoalan syariat dan hukum. Demikian
juga, mereka berseteru dalam menentukan kurban yang harus mereka raih di haikal itu.
Kaum Farisiun berpendapat bahwa hewan-hewan kurban itu harus dibeli dari
harta haikal sedangkan kaum Shaduqiyun menganggap bahwa harta
darihaikal adalah hak mereka. Oleh karena itu, mereka menganggap
bahwa hewan kurban itu harus dibeli dengan jumlah tersendiri. Begitu juga kaum
Farisiun mewajibkan untuk membakar hewan yang disembelih di atas tempat
penyembahan, sedangkan kaum Shaduqiyun mereka mengambil hewan sembelihan ini
untuk diri mereka sendiri.
Di
dalam Talmud disebutkan bahwa kaum Shaduqiyun menjual merpati di toko-toko
mereka yang mereka miliki. Mereka sengaja memperbanyak kesempatan-kesempatan
yang diharuskan di dalamnya untuk mengorbankan burung-burung merpati sehingga
harga seekor burung merpati saja mencapai beberapa Dinar. Melihat hal itu,
salah satu tokoh Farisiun yaitu Sam’an bin Amlail mengeluarkan fatwa yang
intinya mengurangi kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya seseorang
menyerahkan merpati sebagai kurban. Setelah itu, harga burung cuma mencapai
seperempat Dinar. Pergulatan antara kedua kelompok itu mendatangkan pukulan
berat bagi pemilik toko yang menyimpan burung merpati terutama anak-anak dari
kepala pendeta.
Nabi
Isa memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya; Nabi Isa melihat kaum
fakir yang tidak mampu membeli hewan kurban sehingga mereka tidak mampu berkurban;
Nabi Isa melihatbagaimana para pendeta memperlakukan mereka dan memangsa mereka
seperti serigala yang buas. Nabi Isa berpikir di dalam dirinya, mengapa
binatang-binatang itu mereka bakar lalu dagingnya menjadi asap di udara,
padahal di sana terdapat ribuan kaum fakir yang mati kelaparan? Mengapa mereka
mengira bahwa Allah SWT ridha ketika tempat penyembelihan dilumuri dengan
darah, lalu hewan kurban itu dibawa ke rumah-rumah para pendeta dan toko-toko
mereka untuk dijual? Mengapa orang-orang fakir banyak berhutang dan
mengeluarkan banyak uang untuk membeli binatang-binatang kurban? Mengapa
binatang-binatang kurban itu harus dimiliki dan hanya dirawat oleh para pendeta
lalu apa yang mereka lakukan dengan uang-uang ini? Lalu, di manakah tempat
orang-orang fakir dihaikal itu? Bukankah hal yang aneh ketika
seseorang memasuki rumah dengan keharusan membawa uang?
Nabi
Isa pergi dari tempat penyembahan itu dan ia meninggalkan kota menuju gunung.
Dada Nabi Isa dipenuhi dengan kecemburuan yang suci terhadap yang Maha Benar.
Wajahnya tampak semakin pucat ketika melihat berbagai macam kejahatan memenuhi
dunia. Nabi Isa berdiri di atas sebuah bukit dan beliau mulai melakukan salat.
Tetesan-tetesan air mata mulai berlinang dari pipinya dan jatuh ke bumi. Nabi
Isa mulai merenung dan menangis. Di sana terdapat bunga yang nyaris mati karena
kehausan lalu ketika ia mendapatkan tetesan air mata al-Masih, maka bunga itu
mekar kembali dan mendapatkan kehidupan. Tetesan air mata al-Masih
menyelamatkannya, sebagaimana beliau akan menyelamatkan manusia dengan
dakwahnya. Di malam yang penuh berkah ini pula, dua orang Nabi yang mulia
meninggalkan bumi, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Zakaria. Kedua Nabi itu dibunuh
oleh penguasa. Sejak kepergian mereka berdua, bumi kehilangan banyak dari
kebaikan. Pada malam itu juga, turunlah wahyu kepada Isa bin Maryam. Allah SWT
memutuskan perintah-Nya agar ia memulai dakwahnya.
Nabi
Isa menutup lembaran halus dari kehidupannya yaitu lembaran yang penuh dengan
tafakur dan ibadah. Beliau memulai perjalanannya yang berat dan penuh tantangan
serta penderitaan: beliau mulai berdakwah di jalan Allah SWT; beliau mulai
membangun kerajaan yang tegak berdasarkan kerendahan hati dan cinta. Kerajaan
yang penguasanya bertujuan untuk membebaskan dan menyucikan ruh. Kerajaan yang
memancarkan sikap rendah diri dan cinta. Nabi Isa ingin menyelamatkan ruhani.
Ajaran Nabi Isa berdasarkan keimanan terhadap hari kiamat dan kebangkitan.
Nilai-nilai dan pemikiran tersebut tidak ditemukan dalam kehi-dupan orang-orang
Yahudi.
Syariat
Musa menetapkan pemberlakuan hukum qisas: barangsiapa yang memukulmu di pipi
sebelah kananmu, maka pukullah pipi sebelah kanannya. Lalu bagaimanakah
orang-orang Yahudi menerapkan hukum qisas tersebut? Jika yang dipukul mampu
untuk menghancurkan rumah orang yang memukul, maka ia tidak perlu merasa puas
hanya sekadar memukul pipi sebelah kanannya, namum jika ia tidak mampu, maka
hendaklah ia memukul pipi sebelah kanannya. Namun boleh jadi hatinya dipenuhi
dengan dendam karena ia tidak dapat menghancurkan rumahnya.
Jadi,
kebencian adalah pelabuhan tempat bersinggahnya syariat Musa. Meskipun beliau
adalah seorang Nabi yang merupakan cermin cinta Ilahi yang besar namun
syariatnya kini berada di bawah kekuasaan hati-hati yang mati, yaitu hati-hati
yang penuh dengan dendam dan kebencian. Lalu, apa yang dilakukan Nabi Isa
terhadap semua ini? Allah SWT telah mengutusnya dan memperkuat Taurat yang
dibawa oleh Musa sebagaimana Allah SWT menurunkannya kepada Musa. Jadi, seorang
nabi tidak menghancurkan tugas nabi sebelumnya. Para nabi bagaikan satu mata
rantai yang tujuannya adalah satu, yaitu menciptakan kesucian dan
mempertahankan kebenaran serta mengesakan Allah SWT.
Kemudian
apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap syariat qisas cersebut? Yang jelas,
tindakan yang dilakukkan oleh Nabi Isa murni dari ilham yang didapatnya dari
Allah SWT. Nabi Isa mengem-balikan kaum kepada tujuan asli dari syariat. Nabi
Isa mengembalikan mereka kepada hikmah syariat yang asli. Nabi Isa
mengembalikan mereka kepada cinta. Nabi Isa tidak mengatakan sesuatu pun kepada
orang yang memukul pipi sebelah kanannya. Nabi Isa tidak berusaha untuk memukul
pipi sebelah kanannya. Al-Masih justru akan membalikkan pipi sebelah kirinya.
Inilah syariat Nabi Isa yang tidak berbeda sedikit pun dengan syariat Nabi
Musa. Ia merupakan kedalaman yang mengagumkan dari kedalaman syariat Nabi Musa.
Nabi Isa ingin menetapkan kepada kaum di sekelilinginya tentang sesuatu yang
penting. Nabi Isa ingin memberitahu mereka bahwa syariat bukan mengajari kalian
untuk meletakkan dendam pada diri kalian lalu kalian memukul lawan kalian.
Syariat yang hakiki adalah, hendaklah kalian menebar kasih sayang, pemaaf, dan
cinta.
Terdapat
banyak binatang-binatang buas di hutan. Binatang-binatang itu mencintai diri
mereka sendiri. Mereka bermusuhan dan saling membunuh demi makanan dan minuman.
Mereka memberikan makan kepada anak-anaknya. Perbedaan antara manu-sia dan
binatang adalah perbedaan pada tingkat cinta. Hewan tidak akan mampu melampui
derajat cintanya kepada makhluk yang lain. Atau dengan kata lain, hewan tidak
dapat membagi cintanya kepada jenis yang lain. Sedangkan manusia mampu
melakukan hal itu. Di situlah manusia mampu dapat mencapai kemuliaannya dan
kemanusiaannya. Al-Masih memberitahu kaumnya bahwa manusia tidak akan menjadi
manusia sempurna kecuali setelah ia mencintai orang lain sebagaimana ia
mendntai dirinya sendiri.
“Aku
mendengar bahwa dikatakan, hendaklah engkau mencintai orang yang dekat denganmu
dan membenci musuhmu, sedangkan aku berkata kepada kalian, cintailah musuh
kalian dan doakanlah orang yang melaknati kalian. Berbuat baiklah kepada
pembenci kalian dan salatlah untuk orang-orang berbuat buruk kepada kalian.”
(Injil Mata).
Dakwah
Nabi Isa datang dan menghapus syariat Nabi Musa dalam bentuk eksternal. Jika
kita berusaha membandingkan dua syariat tersebut dalam bentuk yang sederhana,
maka pada hakikat-nya dakwah Nabi Isa bertujuan untuk menghapus bid’ah yang
dilakukan oleh kaum Farisiun dan Shaduqiun terhadap syariat Nabi Musa dan
menunjukkan hakikat syariat ini dan tujuan-tujuannya yang tinggi. Di
tengah-tengah masa materialisme yang sangat luar biasa dan dunia dipenuhi
dengan penyembahan terhadap emas dan tersebarnya berbagai macam kejahatan,
munculah dakwah al-Masih sebagai reaksi ideal yang menunjukkan ketinggian dan
kesucian. Al-Masih mengetahui bahwa ia mengajak manusia untuk menciptakan
perilaku ideal dalam kehidupan; Al-Masih menyadari bahwa dakwahnya penuh dengan
idealisme tetapi idealisme ini sendiri pada saat yang sama merupakan solusi
satu-satunya untuk mengobati kehidupan dari kesengsaraan dan penyakit-penyakit
menular; Al-Masih mengetahui bahwa tidak semua manusia tidak mampu untuk
mencapai puncak yang diisyaratkannya. Tetapi paling tidak, hendaklah setiap
orang berusaha sedikit mendaki sehingga ia selamat.
Dakwah
Nabi Isa terdiri dari kesudan yang mengagumkan; dakwah Nabi Isa bertujuan untuk
menyelamatkan ruh atau dakwah yang dapat dianggap sebagai pedoman perilaku
individu, bukan suatu system perincian-perincian tersebut dan hanya memfokuskan
kepada sumber utama, yaitu ruh. Isa ingin raenghidupkan ruhani manusia dan
membimbingnya untuk mencapai cahaya Sang Pencipta. Oleh karena itu, Isa datang dengan
didukung oleh ruhul kudus. Ruhul kudus adalah Jibril. Kita
tidak mengetahui bagaimana Allah SWT memperkuat Isa dengan Ruh Kudus: apakah
Jibril menemaninya dan menyertainya sepanjang pengutusannya? Jibril turun
kepada nabi untuk menyampaikan risalah atau membawa mukjizat atau justru
mendatangkan hukuman atas kaumnya, tetapi ia tidak bersama mereka sepanjang
waktu. Oleh karena itu, apakah memang Jibril menemani Isa sehingga beliau
diangkat ke langit?
Hampir
saja hati menjadi tenang dengan tafsiran ini karena dalam kehidupan Nabi Isa
terdapat sisi-sisi malaikat di mana beliau mempunyai kemampuan yang luar biasa
yang berupa mukjizat-mukjizat. Bahkan kemampuan beliau sampai pada batas
menghidupkan orang-orang mati dengan izin Allah SWT. Begitu juga, beliau memiliki
kemampuan yang luar biasa di mana beliau dengan hanya meniupkan pada suatu
tanah, maka tanah itu terbentuk menjadi burung dan ia terbang dengan izin Allah
SWT. Selain itu, Nabi Isa sama sekali tidak mendekati wanita sepanjang hidupnya
sehingga beliau diangkat oleh Allah SWT. Beliau tidak menikah. Ini juga sifat
malaikat di mana kita saksikan bahwa sebagian para nabi yang diutus oleh Allah
SWT dan memiliki beberapa wanita bahkan kitab-kitab Yahudi menyebutkan bahwa
jumlah istri-istri nabi mereka Sulaiman misalnya, mencapai seribu wanita.
Isa
hidup dalam keadaan tenggelam dalam ibadah seperti anak dari bibinya, yaitu
Yahya. Jika Yahya khusuk beribadah dan tinggal di gunung dan gurun bahkan dia
menginap di gua, maka hal itu adalah hal yang alami baginya, sedangkan Isa
hidup justru di tengah-tengah masyarakat kota .
Persoalannya adalah, bukan hanya Isa tidak terkait hubungan dengan seorang
wanita dan bukan hanya mukjizat-mukjizat yang diperolehnya yang luar biasa yang
berhubungan dengan ruh, tetapi yang lebih dari itu adalah, bahwa beliau
didukung oleh ruhul kudus sepanjang masa dakwahnya. Tentu itu
adalah nikmat yang tak seorang pun dari para nabi sebelumnya diberi. Allah SWT
berfirman:
“(Ingatlah),
ketika Allah mengatakan: ‘Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan
kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan roh kudus. Kamu dapat
berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan
(ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat, dan Injil, dan
(ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa
burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi
burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu
menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang
berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan
orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu
Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu
mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang
kafir di antara mereka berkata: ‘Ini tidak lain hanya sehir yang nyata.’ Dan
(ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: ‘Berimanlah
kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’ Mereka nienjawab: ‘Kami telah beiiman dan
saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh
(kepada seruanmu).’” (QS. al-Maidah: 110-111)
Ayat-ayat
tersebut menyebutkan lima mukjizat Nabi
Isa. Pertama, bahwa beliau mampu berbicara dengan manusia saat beliau masih di
buaian. Kedua, beliau diajari Taurat dan Taurat yang diturunkan kepada Nabi
Musa telah tersembunyi dan telah mengalami perubahan yang dilakukan oleh
orang-orang cerdik dari kaum Yahudi. Ketiga, beliau membentuk tanah seperti
burung kemudian meniupkannya lalu tanah itu menjadi burung. Keempat, beliau
mampu menghidupkan orang-orang yang mati. Kelima, beliau mampu menyembuhkan orang
yang buta dan orang yang belang. Terdapat mukjizat yang keenam yang disebutkan
dalam Al-Qur’an al-Karim:
“(Ingatlah),
ketika pengikut-pengikut Isa berkata: ‘Hai Isa putra Maryam, bersediakah
Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?’ Isa menjawab:
‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orangyang beriman.’ Mereka
berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan
supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi
orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.’ Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan
kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari
turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama
kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri
rezekilah kami dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.’ Allah
berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa
yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku ahan
menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di
antara umat manusia.’” (QS. al-Maidah: 112-115)
Mukjizat
yang keenam itu adalah turunnya makanan dari langit karena permintaan
Hawariyin. Juga terdapat mukjizat yang ketujuh yang terdapat surah Ali ‘Imran
yaitu beliau diberi kemampuan melihat hal-hal yang gaib melalui panca inderanya
meskipun beliau tidak menyaksikannya secara langsung. Oleh karena itu, beliau
memberitahu kepada sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya apa yang mereka makan
dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka:
“Dan
aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku)
bagimu, jika kamu benar-benar beriman. ” (QS. Ali ‘Imran:: 49)
Inilah
mukjizat Nabi Isa yang ketujuh yang didahului oleh mukjizat kelahirannya yang
sangat mengagumkan. Beliau lahir tanpa seorang ayah, lalu diikuti mukjizat
berikutnya di mana beliau diangkat dari bumi ke langit ketika penguasa yang
lalim berusaha menyalibnya. Barangkali pembaca akan bertanya-tanya: mengapa
mukjizat-mukjizat seperti ini diperoleh oleh Nabi Isa? Kita mengetahui bahwa
mukjizat adalah hal yang luar biasa yang Allah SWT berikan kepada nabi-Nya.
Tetapi pemberian itu menjadi sempuma jika mukjizat itu disesuaikan dengan
keadaan zaman diutusnya nabi tersebut sehingga mukjizat itu sangat berpengaruh
dalam jiwa kaum dan mampu menggoncangkan hati mereka dan menjadikan mereka
berimana kepada pemilik mukjizat ini. Jadi, mukjizat menjadi suatu hal yang
luar biasa. Oleh karena itu, Allah SWT berkehendak agar mukjizat ini sesuai
dengan zaman diutusnya nabi tersebut.
Jadi,
setiap mukjizat yang dibawa oleh rasul selalu berlain-lainan. Nabi Saleh diutus
di tengah-tengah kaum yang melihat bagaimana seekor unta yang melahirkan dari
gunung atau mampu membelah batu-batuan gunung. Sedangkan Nabi Musa diutus di
tengah-tengah kaum yang gemar memainkan sihir sehingga sihir mendapat tempat
istimewa. Oleh karena itu, mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa bentuk lahirnya
seakan-akan menyerupai sihir, tetapi pada hakikatnya ia justru menjatuhkan
sihir. Mukjizat itu berupa tongkat yang menjadi ular dan kemudian ular itu
memakan tongkat-tongkat para tukang sihir.
Lain
halnya dengan Nabi Isa, beliau diutus di tengah-tengah kaum materialis yang
mengingkari ruh dan hari kebangkitan. Mereka menduga bahwa manusia hanya
sekadar tubuh tanpa ruh. Mereka adalah kaum yang meyakini bahwa darah makhluk
adalah ruhnya atau jiwanya. Taurat yang ada di tangan Yahudi menyebutkan bahwa
tafsir an-Nafst adalah darah. Disebutkan di dalamnya:“Janganlah engkau
memakan darah dari tubuh manusia karena jiwa setiap tubuh adalah darahnya. “
Nabi
Isa diutus di tengah-tengah kaum yang mereka disesatkan oleh falsafah yang
dasarnya mengatakan bahwa penciptaan alam memiliki sumber pertama, seperti
sebab dari akibat. Jadi, alam memiliki wujud yang mendahuluinya. Di
tengah-tengah masa yang niaterialis ini, di mana ruh diingkari, maka secara
logis mukjizat Nabi Isa terkait dengan usaha menunjukkan alam ruhani.
Demikianlah Isa dilahirkan tanpa seorang ayah. Mukjizat ini cukup untuk
membungkam kaum yang mengatakan bahwa alam memiliki sumber pertama. Jelas bahwa
alam tidak memiliki wujud yang mendahuluinya. Kita berada di hadapan Sang
Pencipta yang mengadakan sistem bagi segala sesuatu dan menjadikan sebab bagi
segala sesuatu. Dia menjadikan proses kelahiran anak berasal dari hubungan
laki-laki dan wanita, tetapi Pencipta ini sendiri menciptakan sebab-sebab dan
sebab-sebab itu tunduk kepadanya sedangkan Dia tidak tunduk kepada sebab-sebab
itu. Dengan kehendak-Nya yang bebas, Dia mampu memerintahkan kelahiran anak
tanpa melalui ayah sehingga anak itu lahir. Dan, kelahiran Isa pun terjadi
tanpa seorang ayah. Cukup ditiupkan ruh kepadanya:
“Lalu
Kami tiupkan ke dalamnya (tubuhnya) roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan
anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. ” (QS.
al-Anbiya’: 91)
Kelahiran
Isa membawa mukjizat yang luar biasa yang menegaskan dua hal: pertama, kebebasan
kehendak Ilahi dan ketidak terkaitannya dengan sebab karena Dia adalah Pencipta
sebab-sebab, kedua pentingnya ruh dan menjelaskan kedudukannya serta nilainya
di antara kaum yang hanya mementingkan fisik sehingga mereka mengingkari ruh.
Seandainya kita mengamati sebagian besar mukjizat Nabi Isa, maka kita akan
melihatnya dan mendukung pandangan tersebut. Misalnya, mukjizat Nabi Isa yang
mampu membentuk tanah seperti burung lalu beliau meniupkannya sehingga tanah
itu menjadi burung. Mukjizat ini pun menguatkan adanya ruh. Semula ia berupa
tanah yang bersifat fisik yang tidak dapat disifati dengan kehidupan tetapi
ketika Nabi Isa meniupnya, maka segenggam tanah itu menjadi burung yang
memiliki kehidupan, Sungguh sesuatu yang bukan fisik masuk ke dalamnya. Sesuatu
itu adalah ruh. Ruh itu masuk ke dalam tanah sehingga ia menjadi burung. Jadi,
ruh adalah nilai yang hakiki, bukan jasad atau fisik. Di samping itu, juga ada
mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati. Bukankah ini juga menunjukkan
adanya ruh dan adanya hari akhir atau hari kebangkitan. Orang yang mati telah
ditelan oleh bumi di mana anggota tubuhnya telah hancur berantakan sehingga ia
hampir menjadi tulang-belulang yang hancur lalu al-Masih memanggilnya dan
tiba-tiba dia hidup kembali dan bangkit dari kematiannya.
Seandainya
orang yang mati hanya berupa fisik sebagaimana dikatakan orang-orang Yahudi,
maka ia tidak akan mampu bangkit dari kematiannya karena fisiknya telah hancur
tetapi mayit itu mampu bangkit dari kematian. Jasadnya kembali hidup dan ia
bangkit dari kuburannya serta berbicara. Jadi, ruh adalah nilai yang hakild.
bukan fisik atau jasad. Kalau begitu, di sana terdapat hari
kebangkitan dan hari kiamat. Hal ini bukanlah mustahil sebagaimana yang
dikatakan orang-orang Yahudi, karena setelah kematian jasad menjadi tanah yang
berterbangan di udara. Itu bukan mustahil tetapi mungkin-mungkin saja. Dalil
dari hal itu adalah, kebangkitan orang-orang yang telah mati di hadapan mata
kepala mereka sendiri. Nabi Isa telah menghidupkan mereka agar kaumya vakin
bahwa kiamat fisik akan terjadi dari kematian dan itu adalah benar dan bahwa
hari akhir adalah benar.
Juga
terdapat mukjizat yang lain, yaitu beliau mampu memberi tahu kaumnya tentang
apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka, tanpa terlebih dahulu beliau
masuk ke rumah mereka atau dapat bocoran dari seseorang. Mukjizat ini
menetapkan bahwa panca indera bukanlah nilai yang hakiki. Nabi Isa tidak
melihat apa yang ada di rumah mereka tetapi ruhnya mampu untuk melihat dan
berbicara atau memberitahu mereka. Jadi, ruhani adalah nilai yang hakiki, bukan
fisik. Demikianlah mukjizat-mukjizat Isa datang untuk memberitahukan pentingnya
ruh dan kebebasan kehendak Ilahi. Mukjizat-mukjizat Nabi Isa—sebagaimana
dikatakan oleh guru kami Muhammad Abu Zahra’—termasuk dari jenis propagandanya
dan sesuai dengan tujuan risalahnya, yaitu dakwah untuk mendidik ruhani dan
keimanan kepada hari kebangkitan dan hari kemudian, dan di sana ada kehidupan
lain di mana seseorang yang berbuat baik akan dibalas kebaikannya dan orang
yang berbuat buruk akan dibalas keburukannya.
Lalu,
apakah mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati masih memberikan celah
kepada para pengingkar akhirat untuk terus mengingkarinya atau memberikan
ruangan kepada penentang hari kebangkitan untuk meneruskan penentangannya? Kami
telah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi telah diracuni dengan pikiran
ketidakpercayaan atau penentangan pada hari akhirat serta tidak beriman kepada
hari akhir, maka menghidupkan orang-orang yang mati yang dibawa atau dikuasai
oleh Isa menjadi suatu pukulan telak bagi mereka yang membuat mereka beriman,
tetapi mereka masih menentang tanda-tanda kebesaran Allah.
Nabi
Isa menutup lembaran kehidupannya yang lembut dan dan ia mulai berdakwah di
jalan Allah. Beliau didukung oleh ruhul kudus dan
mukjizat-mukjizat yang luar biasa. Al-Qur’an al-Karim menceritakan kepada kita
bahwa esensi dakwah al-Masih tidak banyak berubah dari esensi dakwah para nabi
sebelumnya, yaitu menyuarakan Islam yang intinya adalah menebarkan tauhid yang
sempurna hanya serta menyerahkan diri kepada Allah: “Sembahlah Allah,
Tuhanku dan Tuhan kalian.”
Al-Qur’an
memberitahu kita bahwa yang mengatakan kalimat tersebut adalah Isa. Kalimat
tersebut adalah kalimat yang sama yang pernah disampaikan seluruh nabi, meskipun
nama mereka, sifat mereka, mukjizat mereka, baju mereka, bahasa mereka, usia
mereka, bentuk mereka, dan warna kulit mereka tidak sama. Mereka semua
bersepakat untuk menyuarakan Islam dan hanya menyerahkan diri kepada Allah SWT
serta beriman bahwa Allah SWT adalah Tuhan mereka dan Tuhan alam semesta. Tiada
sekutu bagi-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya. Dia Maha Esa yang tidak
beranak dan tidak diperanakkan dan tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.
Isa
tidak mengatakan persoalan tauhid lebih banyak atau lebih sedikit dari apa yang
pemah disampaikan oleh para nabi. Al-Qur’an datang kira-kira setelah lima ratus tahun
dari pengangkatan Nabi Isa. Allah SWT, melalui ilmu-Nya yang azali mengetahui
apa yang terjadi di tengah-tengah kaum Masehi di mana mereka berselisih tentang
hakikat Isa. Oleh karena itu, Al-Qur’an al-Karim berusaha menyingkap dialog
mereka yang belum terjadi. Allah SWT berfirman:
“Dan
(ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain
Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah
Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku
tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali
apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: ‘Sembahlah Allah,
Tuhanku, dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada
di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi
mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.’” (QS.
al-Maidah: 116-117)
Al-Qur’an
secara tegas mengatakan bahwa dakwah al-Masih adalah dakwah tauhid. Al-Qur’an
ingin mengatakan bahwa al-Masih terlepas dari segala tuduhan yang dialamatkan
kepadanya, yaitu tuduhan bahwa ia anak Tuhan atau ia justru tuhan itu
sendiri. “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang
Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: ‘Sembahluh Allah, Tuhanku,
dan Tuhanmu.“
Nabi
Isa pergi berdakwah di jalan Allah SMT. Inti dakwahnya adalah, bahwa tidak ada
perantara antara Pencipta dan makhluk; tidak ada perantara antara seorang
penyembah dan yang disembah. Allah SWT menurunkan kitab Injil kepada Nabi Isa.
Ia adalah kitab suci yang datang untuk membenarkan Taurat dan berusaha
menghidupkan syariatnya yang pertama. Injil adalah cahaya, petunjuk, dan
peringatan bagi orang-orang yang bertakwa. Nabi Isa ingin meluruskan tafsiran
orang-orang Yahudi terhadap syariat di mana mereka menyampaikan tafsir dari
syariat itu secara harfiah dan sesuai dengan kepentingan mereka. Nabi Isa
menenangkan orang-orang yang yang menjaga syariat bahwa ia tidak datang untuk
menghilangkan syariat, tetapi ia datang untuk menyempurnakannya dan menyelesaikan
tugas para nabi. Namun Isa lebih menekankan pada penafsiran esensinya, bukan
kepada bentuk lahiriahnya.
Nabi
Isa memberi pengertian kepada orang-orang Yahudi bahwa sepuluh wasiat yang
dibawa oleh Isa mengandung makna-makna yang lebih dalam dari apa yang mereka
bayangkan. Wasiat yang keenam bukan hanya melarang pembunuhan materi,
sebagaimana yang mereka pahami tetapi juga menyangkut penindasan dan usaha
rnencelakakan orang lain. Sedangkan wasiat yang ketujuh bukan hanya melarang
zina (dalam pengertian terjadinya hubungan antara laki-laki dengan perempuan
melalui cara-cara yang tidak sah), tetapi zina berarti segala bentuk perbuatan
yang menjurus kepada dosa. Misalnya, ketika mata diarahkan kepada lawan jenis
disertai syahwat dan hasrat seksual, maka itu pun berarti zina. Nabi Isa
berkata: “Sesungguhnya lebih baik bagi manusia untuk menghindarkan matanya dari
sesuatu yang dapat menghancurkannya daripada ia harus hancur dengan mata itu
sendiri. Syariat yang dibawa oleh Isa melarang untuk melanggar sumpah dan janji
Nabi Isa memberi pengertian kepada kaumnya bahwa hendaklah mereka tidak
melakukan sumpah palsu karena merupakan “kesalahan besar jika nama Allah dibuat
main-main di atas mulut-mulut manusia.” (Injil Mata 21 sampai 48).
Dakwah
Nabi Isa juga berbenturan dengan arus materialisme yang sangat mendominasi
masyarakat saat itu. Oleh karena itu, beliau mengingatkan manusia dari
perbuatan munaflk, pamrih, tamak, dan gila pujian. Begitu juga beliau
mengingatkan mereka dari sifat rakus terhadap kekayaan dunia; beliau
mengingatkan agar jangan sampai mereka menimbun harta di dunia. Yakni, hendak
lah mereka tidak memfokuskan perhatian mereka pada urusan-urusan duniawi semata
yang sifatnya tidak abadi. Tetapi hendaklah rnereka memfokuskan perhatian
mereka pada hal-hal yang bersifat samawi (ukhrawi) karena itu bersifat abadi.
Nabi
Isa memberitahu kepada masyarakatnya agar mereka menjadi orang-orang yang
teliti saat memilih gaya hidup mereka karena pada gilirannya akal mereka akan
menjadi cermin darinya. Kecenderungan manusia itu terkait kuat dengan hatinya.
Jika hati tertuju kepada cahaya langit, maka kehidupan manusia akan tampak
bersinar tetapi jika hati tertuju pada kegelapan dunia, maka kehidupannya pun
tampak gelap. Nabi Isa mengingatkan kaumnya dari sikap pamrih dan cinta dunia.
Beliau mengajak mereka untuk teliti dalam memilih majikan yang mereka mengabdi
kepadanya karena manusia tidak dapat mengabdi kepada dua majikan dalam satu
waktu. Boleh jadi ia akan menjadikan harta sebagai majikannya, atau boleh jadi
ia akan menjadikan Allah SWT sebagai tuannya. Jika ia menyembah harta, maka
berarti ia jauh dari penyembahan terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, hendaklah
manusia menjauhi dunia, seperti makanan dan pakaian di mana mereka akan
dikuasai oleh kegelisahan dan ketidaktenangan serta keraguan tentang penjagaan
Allah SWT kepada mereka. Allah SWT telah berjanji untuk memenuhi kebutuhan
hamba-hamba-Nya dalam kehidupan. Ketika timbul kegelisahan dan keraguan pada
diri mereka, maka itu dikarenakan keraguan mereka terhadap penjagaan Allah SWT
dan ketidakpercayaan mereka kepada janji-janjinya dan rahmat-Nya serta
bimbingan-Nya. Allah SWT-lah yang menciptakan mereka dan Dia pula yang menjamin
kehidupan mereka dan melindungi mereka. Bahkan Dia juga melindungi makhluk yang
paling kecil urusannya seperti burung di langit dan kumbang-kumbang di kebun.
Nabi
Isa memberitahu kaumnya bahwa hanya memperhatikan dunia adalah hal yang salah,
yang tidak pantas dilakukan oleh orang-orang yang beragama. Itu adalah sikap
para penyembah berhala karena penyembah berhala tidak mengetahui apa yang lebih
baik darinya, sedangkan orang-orang yang beragama mengetahui bahwa di sana
terdapat bimbingan Ilahi yang mengajak mereka untuk percaya kepada Allah SWT
dan tidak begitu peduli dengan dunia. Allah SWT mengetahui kebutuhan-kebutuhan
mereka lebih daripada apa yang mereka ketahui; Allah SWT akan melindungi mereka
dan akan menjamin kehidupan mereka. Karena itu, yang layak bagi mereka adalah,
hendaklah mereka memohon agar diberi kekuasaan Allah SWT dan kebaikan dari-Nya.
Yakni kehidupan ruhani dan apa yang dikandungnya dari kebahagiaan abadi.
Di
samping itu, Nabi Isa menasihati mereka agar jangan terlalu pusing dengan
kejadian-kejadian yang akan datang dan persoalan-persoalan esok hari karena
esok hari sudah berjalan sebagaimana mestinya. Jika kebutuhan dan penderitaan
datang silih berganti, maka bantuan dan perlindungan Ilahi pun terus datang
silih berganti. Dakwah Nabi Isa juga berbenturan dengan dualisme yang tumbuh di
tengah-tengah masyarakat. Kita saksikan sebagaimana mereka suka mendapatkan
kebaikan yang ditujukan kepada diri mereka, maka mereka pun biasa untuk
melakukan kejahatan kepada orang-orang lain. Demikianlah, kehidupan orang-orang
Yahudi dicemari sikap dualisme ini. Nabi Isa mewasiatkan kepada manusia agar
mereka memperlakukan sesama mereka sesuai dengan akidah yang mengatakan:“Perlakukanlah
orang lain sebagaimana engkau memperlakukan dirimu sendiri”
Nabi
Isa terus melangsungkan dakwahnya dan mengajak manusia untuk menyembah Allah
SWT serta tidak menyekutukan-Nya, sebagaimana beliau juga mengajak manusia
untuk membersihkan dan menyudkan ruhani serta hati dan berasaha memasuki
kerajaan langit. Dakwah Nabi Isa itu sangat memukul kalangan para pendeta
Yahudi. Kalimat-kalimat yang dilontarkan Nabi Isa bagaikan senjata yang siap
menerpa wajah mereka dan menyatakan peperangan terhadap mereka serta menyingkap
kedok kemunafikan mereka. Mula-mula pemerintahan Romawi tidak turut campur
dalam masalah tersebut karena mereka melihat bahwa itu hanya sekadar
perselisihan internal antara kelompok-kelompok Yahudi. Bagi mereka, selama
orang-orang Yahudi sibuk dengan masalah mereka sendiri dan tidak peduli dengan
kekuasaan, mereka pun tidak turut campur.
Kemudian
para pendeta Yahudi mulai merancang suatu persekongkolan untuk menyingkirkan
Isa. Mereka ingin mengusir Isa dan membuktikan bahwa Isa datang untuk
menghancurkan syariat Musa. Syariat Musa memutuskan untuk merajam wanita yang
berzina. Para pendeta Yahudi menghadirkan wanita yang salah yang berhak
dirajam. Mereka berkumpul di sekeliling Isa dan bertanya kepadanya: “Tidakkah
syariat menetapkan untuk merajam wanita yang bersalah?” Isa menjawab: “Benar,”
Mereka berkata: “Ini adalah wanita yang bersalah.” Isa memandang wanita itu dan
ia pun melihat para pendeta Yahudi. Isa mengetahui bahwa para pendeta Yahudi
lebih banyak kesalahannya daripada wanita tersebut. Para pendeta itu
menunggujawaban Isa. Jika ia mengatakan bahwa wanita itu tidak berhak dibunuh,
maka berarti ia menentang syariat Musa, dan jika ia mengatakan bahwa ia berhak
dibunuh, maka ia justru menghancurkan dirinya sendiri yang membawa syariat
cinta dan toleransi. Nabi Isa memahami bahwa ini adalah persekongkolan. Beliau
tersenyum dan wajahnya tampak bercahaya. Kemudian beliau melihat para pendeta
Yahudi dan wanita itu sambil berkata: “Barangsiapa di antara kalian yang tidak
memiliki kesalahan, maka hendaklah ia merajam wanita itu.”
Suara
beliau yang keras itu memecahkan keheningan tempat penyembahan. Beliau
menetapkan peraturan baru yang berhubungan dengan hukum yang dijatuhkan kepada
orang yang ber-buat salah. Hendaklah orang yang tidak berbuat salah menghukum orang
yang salah dan tidak berhak seseorang pun dari kalangan manusia untuk menghukum
orang yang bersalah jika ia sendiri bersalah, tetapi yang menghukumnya adalah
Allah SWT yang Maha Suci dan Maha Tinggi dan Allah SWT adalah Maha Pengasih di
antara yang mengasihi.
Nabi
Isa keluar dari tempat penyembahan itu. Tiba-tiba, wanita itu mengejar dari
belakangnya. Lalu wanita itu mengeluarkan dari pakaiannya satu botol dari
minyak yang berharga. Ia berdiri di depan Isa dan menjatuhkan dirinya di atas
kedua kaki Isa lalu menciumnya dan membasuhnya dengan minyak wangi dan air
mata. Setelah itu, ia mengeringkan kedua kakinya dengan rambutnya. Bagi wanita
itu, al-Masih mempakan harapan terakhir yang dapat menyelamatkannya. Lalu
keluarlah dari belakang Isa seorang tokoh pendeta Yahudi. Ia berdiri
menyaksikan pemandangan tersebut dan ia merasa kagum terhadap kasih sayang Isa.
Isa melihat kepadanya dan bertanya; “Seorang kreditor yang memiliki dua orang
debitor, salah satunya berhutang lima ratus dinar dan yang lain lima puluh
dinar.” Pendeta itu berkata: “Ya.” Isa berkata: “Tak seorang pun dari mereka
berdua yang merniliki uang yang cukup untuk melunasi uangnya. Lalu si kreditor
memaafkan mereka dan membebaskan mereka dari hutang.” Pendeta berkata: “Ya.”
Kemudian Isa bertanya: “Siapa di antara mereka yang paling senang kepada
kreditor itu?” Pendeta menjawab: “Tentu yang berhutang lebih besar.” Isa
berkata: “Benar apa yang engkau ucapkan. Lihadah wanita ini. Aku telah masuk ke
rumahmu tetapi engkau tidak memberikan kepadaku air agar aku dapat membasuh
wajahku, tetapi wanita itu membasuh kedua kakiku dengan air mata lalu ia
mengusapnya dengan rambut kepalanya. Begitu juga engkau tidak memberikan ciuman
kepadaku tetapi wanita ini tidak merasa puas dengan hanya mencium kedua kakiku.
Jadi, hatimu sungguh sangat keras tetapi hati wanita itu dipenuhi dengan rasa
cinta. Maka barangsiapa yang banyak mencintai niscaya kesalahan-kesalahannya
akan diampum.” Kemudian Isa menoleh ke wanita itu dan memerintahkannya untuk
bangkit dari tanah sambil berkata: “Ya Allah, ampunilah wanita ini dan
hilangkanlah kesalahan-kesalahannya.”
Nabi
Isa berusaha menyadarkan para pendeta Yahudi bahwa para dai yang menyeru di
jalan Allah SWT bukanlah algojoalgojo yang bengis yang menerapkan hukum syariat
tanpa melihat keadaan masyarakat yang bersalah, tetapi mereka datang dan
membawa ajaran Allah SWT yang merupakan ajaran yang penuh dengan rahmat kepada
manusia. Jadi, rahmat adalah tujuan semua dakwah Ilahi ini. Bahkan diutusnya
para nabi itu sendiri mengandung rahmat Allah SWT terhadap kaum mereka.
Isa
terus berdoa kepada Allah SWT agar merahmati kaumnya. Beliau menyuruh kaumnya
agar menyayangi diri mereka sendiri dan beriman kepada Allah SWT. Kehidupan
Nabi Isa menggambarkan kezuhudan dan ketaatan dalam ibadah. Mu’tamar bin
Sulaiman berkata, sebagaimana diri wayatkan Ibnu ‘Asakir: “Nabi Isa menemui
kaumnya dengan memakai pakian dari wol. Beliau keluar dalam keadaan tidak
beralas kaki sambil menangis serta wajahnya tampak pucat karena kelaparan dan
bibimya tampak kering karena kehausan. Nabi Isa berkata, “salam kepada kalian
wahai Bani Israil. Aku adalah seseorang yang meletakkan dunia di tempatnya
sesuai dengan izin Allah SWT, tanpa bermaksud membanggakan diri. Apakah kalian
mengetahui di mana rumahku?” Mereka menjawab: “Di mana rumahmu wahai Ruhullah?”
Nabi
Isa menjawab: “Rumahku adalah mesjid, wewangianku adalah air makananku adalah
rasa lapar, pelitaku adalah bulan di waktu malam dan salatku di waktu musim
dingin di saat matahari terletak di timur, bungaku adalah tanaman-tanaman bumi,
pakaianku terbuat dari wol, syiarku adalah takut kepada Tuhan Yang Maha Mulia,
teman-temanku adalah orang-orang yang fakir, orang-orang yang sakit, dan
orang-orang yang miskin. Aku memasuki waktu pagi dan aku tidak mendapati sesuatu
pun di rumahku begitu juga aku memasuki waktu sore dan aku tidak menemukan
sesuatu pun di rumahku. Aku adalah seseorang yang jiwanya bersih dan tidak
tercemar. Maka siapakah yang lebih kaya daripada aku?”
Isa
terus melakukan dakwahnya. Ia didukung oleh mukjizat dari Allah SWT. Nabi Isa
mampu membuat bentuk burung dari tanah kemudian ia meniupnya, maka tanah itu
menjadi burung dengan izin Allah SWT. Selain itu, ujung bajunya yang sederhana
jika tersentuh orang yang sakit, maka orang itu akan sembuh. Bahkan jika Isa
meletakkan tangannya di atas mata orang yang buta atau orang yang terkena sakit
belang niscaya ia akan sembuh. Jadi, Nabi Isa didukung oleh mukjizat yang luar
biasa. Bahkan beliau mampu menghidupkan orang-orang yang mati dari kuburan
mereka sehingga mereka keluar dalam keadaan hidup dengan izin Allah SWT.
Para
ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Isa menghidupkan empat orang. Pertama,
al-Azir yaitu temannya. Kemudian dua orang anak laki-laki dari seorang tua, dan
seorang anak perempuan satu-satunya dari seorang ibu. Mereka adalah tiga orang
yang mati di zaman Nabi Isa. Ketika orang-orang Yahudi melihat hal tersebut,
mereka berkata: “Engkau menghidupkan orang-orang yang mati dan kematian mereka
tidak lama .Barangkali mereka tidak mati tapi mereka sekadar mengalami keadaan
tidak sadarkan diri atau mati suri. Lalu mereka meminta kepada Nabi Isa untuk
membangkitkan Sam bin Nuh dari kematiannya.
Para
ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Isa bertanya kepada mereka, “Di manakah kaum
kuburan Sam bin Nuh?” Mereka keluar bersama Isa sehingga mereka mencapai
kuburan. Lalu Nabi Isa berdoa kepada Allah SWT agar menghidupkan orang yang
mati di situ. Sam bin Nuh keluar dari kuburannya, dan rambut dikepala-nya
tampak beruban. Isa berkata kepadanya: “Bagaimana rambut di kepalamu bisa
beruban, sementara di zamanmu kau tidai. ada uban,” Sam berkata: “Ya Ruhullah,
aku mendengar engkau berdoa untukku lalu aku mendengar suara yang mengatakan,
aku akan mengabulkan wahai Ruhullah. Aku mengira bahwa kiamat telah tiba.
Karena takutnya kepada hal itu sehingga rambut di kepalaku beruban.”
Apa
pun yang dikatakan berkaitan dengan cerita itu yang menyebutkan tentang
bagaimana Nabi Isa menghidupkan orang-orang yang mati, namun kita tidak
mengetahui konteks Al-Qu’ran serta perincian-perincian yang menjelaskan hal
tersebut. Allah SWT hanya menyebutkan bahwa Isa menghidupkan orang-orang yang
mati dengan izin-Nya. Kita percaya bahwa Nabi Isa mampu menghidupkan mereka
tetapi kita tidak mengetahui apakah mereka mati kembali setelah dihidupkan atau
mereka sempat menjalani kehidupan selama beberapa saat. Nabi Isa terus berjalan
di jalan Allah SWT. Beliau membuat bagi mereka apa yang disebut dengan hukum
ruh. Beliau menaiki gunung dan para sahabat-sahabatnya berdiri di sekitarnya.
Nabi Isa melihat orang-orang yang beriman kepadanya yang terdiri dari
orang-orang yang fakir, orang-orang yang menderita, dan orang- orang yang
sedih. Jumlah mereka sedikit sebagaimana lazimnya jumlah para pengikut nabi.
Gunung
diliputi dengan awan tipis dan turunlah hujan gerimis. Isa mulai berbicara:
“Sungguh beruntung bagi orang-orang miskin karena mereka memiliki kerajaan
langit. Beruntunglah orang-orang yang sedih karena mereka akan menjadi
orang-orang yang mulia. Beruntunglah yang diserahi amanat karena mereka akan mewarisi
bumi. Beruntunglah orang-orang yang lapar dan haus karena mereka akan
dikenyangkan. Beruntunglah orang-orang yang menyayangi karena mereka akan
disayangi. Beruntunglah orang-orang yang bersih hatinya karena mereka akan
melihat Allah SWT. Beruntunglah orang-orang yang tertindas demi mempertahankan
kebenaran karena mereka akan mendapatkan kerajaan langit. Kalian adalah garam
bumi jika garam telah rusak, maka siapa gerangan yang dapat mengembalikannya
menjadi garam kembali.” Renungkanlah kedalaman ungkapan dari Nabi Isa, “kalian
adalah garam bumi.”
Garam
adalah sesuatu yang memberikan rasa yang khusus dan tanpa garam makanan akan
menjadi hambar. Yakni, tanpa orang-orang mukmin, maka cita rasa kehidupan
terasa tidak bermakna; tanpa kehadiran orang-orang Muslim dan perbuatan mereka
yang ikhlas terhadap Allah SWT akan tampak kehidupan sangat berat dan tidak
berarti. Di samping itu, kehadiran manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka
bumi pun sia-sia, dan keagungan manusia sebagai hamba Allah SWT pun tidak bermakna,
dan pada gilirannya kehidupan akan dipenuhi dengan kejahatan dan keburukan.
Allah
SWT teiah mewahyukan kepada “garam bumi” agar mereka beriman kepada Nabi Isa.
Allah SWT berfirman:
“Dan
(ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut-pengikut Isa yang setia:
‘Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’ Mereka menjawab: ‘Kami telah
beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang patuh (kepada seruanmu).’” (QS.
al-Maidah: 111)
Al-Hawariyin
mengakui kebenaran ajaran Nabi Isa dan mereka menyatakan keislaman kepadanya,
sebagaimana ratu Saba’ mengakui kebenaran ajaran Nabi Sulaiman dan menyatakan
keislaman padanya, dan sebagaimana semua para nabi menyatakan keislaman.
Hakikat ajaran para nabi terbatas kepada pernyataan keislaman dan semua nabi
menyeru kepada jalan tauhid dan jalan Islam. Islam dalam pandangan kami
memiliki makna yang lebih dalam daripada tauhid. Pengakuan seseorang terhadap
Allah SWT dan keimanan akan keesaan-Nya dalam menciptakan makhluk tidak mencegah
orang itu untuk berbuat dosa, sedangkan keislaman atau penyerahan hati dan
anggota badan serta pemikiran kepada Allah SWT merupakan suatu tingkatan
sedikit lebih tinggi. Ini adalah tingkat kepatuhan orang-orang yang patuh dan
puncak ketauhidan orang-orang yang bertauhid. Itu adalah keserasian antara
tindakan dengan pikiran, yaitu usaha manusia untuk menghindari kesalahan dan
memurnikan amal hanya untuk Allah SWT. Al-Qur’an al-Karim memberitahu kita
bahwa Allah SWT menyampaikan wahyu kepada al-Hawariyin agar mereka beriman
kepadanya dan kepada Rasul-Nya Isa.
Marilah
kita renungkanlah sejenak tentang wahyu Allah SWT terhadap Hawariyin. Kita
mengetahui bahwa Allah SWT mewahyukan kepada manusia dan kepada makhluk-makhluk
lainnya. Allah SWT berfirman:
“Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada lebah…” (QS.
an-Nahl: 68)
Yang
dimaksud dengan wahyu di sini adalah memberikan ilham kepada makhluk agar
mereka menuju ke jalan fitrahnya yang telah Allah SWT gariskan di atasnya
sehingga mereka mencapai jalan kesempurnaan. Tidakkah Anda ingat tentang
jawaban Nabi Musa terhadap pertanyaan Fira’un:
“Fir’aun
berkata: ‘Siapakah Tuhan kamu berdua wahai Musa. ” (QS.
Thaha: 49)
“Musa
berkata: ‘Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya kemudian memberinsa petunjuk. ” (QS.
Thaha: 50)
Makna
di sana dan di sini sama. Makna yang sama tersebut diterapkan kepada kaum
Hawariyin di mana wahyu Allah SWT terhadap mereka berupa pemberian ilham kepada
mereka demi kebaikan mereka dan kebahagiaan mereka, dan wahyu ini tidak
bertentangan dengan ikhtiar mereka dan usaha mereka serta keinginan mereka,
bahkan tidak bertentangan dengan kebebasan mereka. Allah SWT telah melihat hati
mereka yang dipenuhi dengan kebaikan. Dia melihat mereka sebagai garam bumi,
maka Allah SWT mewahyukan kepada mereka agar beriman kepadanya dan rasul-Nya
sehingga mereka pun beriman dan mereka pun bersaksi bahwa mereka orang-orang
yang berserah diri atau Muslim.
Tampaknya
kaum Hawariyin menyembunyikan keimanan mereka sehingga Isa merasakan kekufuran
kaumnya semakin menjadi-jadi lalu Isa memanggil mereka: “Siapakah di antara
kalian yang menolong aku menuju jalan Allah SWT?” Allah SWT berfirman:
“Maka
tatkala Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkatalah dia:
‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan (agama)
Allah?’ Para Hawariyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: ‘Kamilah
penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan sahsikanlah
bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri. Ya Tuhan
kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami
ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi
saksi.’” (QS. Ali ‘Imran: 52-53)
Nas
Al-Quran menunjukkan bahwa Nabi Isa mengajak mereka untuk mengikuti Islam
sehingga mereka pun berserah diri; nas Al-Quran menegaskan bahwa Nabi Isa
menyampaikan kabar gembira dengan kedatangan seorang rasul yang datang
setelahnya yang bernama Ahmad. Dikatakan dalam Al-Qur’an:
“Dan
(ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: ‘Hai Bani Israil, sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab yang turun sebelumku, yaitu
Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan
datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).’ Maka tatkala rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini
adalah sihir yang nyata.’” (QS. Shaff: 6)
Kita
tidak mengetahui secara pasti kapan Nabi Isa menyampaikan kabar berita tentang
kedatangan seorang rasul ini yang datang setelah masanya, yaitu Ahmad saw.
Apakah kabar berita itu beliau sampaikan dipermulaan pengutusannya kepada
manusia, atau apakah beliau menyampaikan kabar itu pada akhir masa dakwahnya dan
sebelum beliau diangkat ke langit? Tetapi melihat konteks Al-Qur’an tampaknya
kabar berita tersebut itu disampaikan di permulaan dakwahnya, sebagaimana
firman-Nya: “Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa
bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘lni adalah sihir yang nyata.‘”
Kata
ganti (dhamir) dalam ayat tersebut kembali kepada Nabi Isa.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi Isa menyampaikan kabar gembira dengan
datangnya Muhammad atau Ahmad ketika Allah SWT mengutus kepada kaumnya. Kemudian
terjadilah di hadapan Nabi Isa berbagai macam mukjizat yang luar biasa seperti
penghidupan orang yang mati, peniupan tanah, dan sebagainya. Ketika Nabi Isa
datang membawa bukti-bukti yang jelas ini, maka mereka menuduhnya bahwa ia
membawa sihir. Nabi Isa mengetahui bahwa tuduhan semacam ini telah dialamatkan
kepada sebagian besar para nabi sebelumnya. Beliau juga mengetahui bahwa nabi
yang terakhir pun akan mendapatkan tuduhan yang sama. Oleh karena itu, nabi
yang mulia itu tetap berdakwah di jalan Allah SWT dan tidak peduli dengan
tuduhan kaumnya yang mengatakan bahwa beliau membawa sihir.
Kemudian
pertentangan antara Nabi Isa dan Bani Israil semakin meningkat. Mereka adalah
orang-orang yang hatinya keras, yang membeku di hadapan kebenaran. Isa datang
kepada mereka dan menghancurkan segala pemikiran mereka dan kehidupan mereka
serta sistem mereka. Sesungguhnya dakwah Nabi Isa terfokus kepada kebenaran,
kedamaian dan keadilan dan pada saat yang sama mengumumkan peperangan terhadap
kehidupan orang-orang yang lalim yang telah menjauhi kebenaran. keadilan, dan
kedamaian. Injil Mata menyebutkan melalui lisan Isa: “Jangalah kalian mengira
bahwa aku membawa kedamaian ke muka bumi. Aku tidak datang hanya membawa
kedamaian tetapi aku datang membawa pedang.”
Kalimat
tersebut menyiratkan hakikat yang penting dari hakikat dakwah para nabi. Para
nabi adalah pejuang sejati di mana senjata yang mereka gunakan di medan
peperangan beraneka ragam. tetapi mereka pada hakikatnya adalah pejuang. Mereka
memulai peperangan mereka dengan satu pemikiran yaitu suatu tekad mengatakan
bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT. Pemikiran itu tentu berbenturan dengan
kepercayaan akan tuhan-tuhan yang diyakini oleh manusia, baik tuhan-tuhan yang
terbuat dari emas atau batu. Pemikiran itu sangat mengganggu ketenangan
orang-orang yang lalim atau penguasa yang bengis serta sangat melawan
kepentingan mereka, sehingga para raja dan para penguasa seperti biasanya
bergerak menentang nabi kecuali orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT.
Para pembesar dari kalangan kaum nabi menentang nabi. Al-Mala’ adalah
para pembesar sebagaimana telah kami jelaskan dalam kisah Nabi Nuh dan
sesudahnya. Kemudian Nabi terus melangsungkan peperangan mewujudkan tekadnya:
Nabi meletakkan dasar peperangannya dengan menyampaikan ketuhanan Allah SWT.
Setelah
meneguhkan dasar yang kuat ini, Nabi menetapkan keadilan. Tak seorang pun
berhak untuk menghinakan seseorang atau menjadikannya sebagai budak karena
penghambaan hanya pantas ditujukan kepada Allah SWT. Manusia adalah sama di
antara mereka sehingga tidak berhak seseorang untuk memanfaatkan kekuatan
manusia untuk membangun kejayaan pribadinya atau unruk memperkaya dirinya
dengan merugikan orang lain, atau menghancurkan hak-hak mereka atau berbuat
buruk terhadap mereka dalam berbagai bentuknya. Jadi, inti dakwah para nabi
berarti mengganti dan mengubah sistem yang rusak yang didirikan oleh para
pembesar kaumnya. Kalau begitu, ia adalah dakwah yang menyatakan peperangan dan
karena itu seseorang nabi harus membava senjata. Setelah meneguhkan pemikiran
tersebut, dimulailah peperangan. Seorang nabi menggunakan pedang. Ia berlindung
di balik senjata dan senjata yang dimiliki oleh setiap nabi berbeda-beda.
Mula-mula
seorang nabi tidak menggunakan senjata apa pun dalam peperangannya selain
berusaha untuk membangkitkan akal. Lalu peperangan semakin meningkat sehingga
nabi terpaksa untuk menggunakan senjata. Para musuh memaksanya untuk
menggunakan senjata sehingga para nabi pun menggunakan senjata. Di sini setiap
nabi mempunyai senjata yang berbeda-beda. Terkadang senjata seorang nabi berupa
mukjizat yang dapat menghentikan langkah dan menghancurkan mereka seperti
taufan (kisah Nabi Nuh) atau angin (kisah Nabi Hud), dan terkadang senjata para
nabi adalah mukjizat yang membantunya untuk mengalahkan musuh-musuhnya secara
pasti seperti ditundukkannya jin dan burung baginya (kisah Nabi Sulaiman) dan
senjata nabi berupa mukjizat yang menyelamatkannya dari tipu daya musuh seperti
berubahnya api menjadi sesuatu yang dingin dan membawa keselamatan (kisah Nabi
Ibrahim) dan terkadang senjata nabi yang luar biasa yang memperkuat dakwahnya
seperti menghidupkan orang-orang yang mati (kisah Nabi Isa) dan terkadang
senjata nabi berupa pedang yang dipegang di tangannya saat ia melangsungkan
peperangan dan mempertahankan dakwahnya (kisah Nabi Muhammad saw).
Jadi,
senjata para nabi berbeda-beda, baik dalam bentuk kualitas maupun kapasitasnya.
Allah SWT mengetahui kondisi mereka lebih dari apa yang kita ketahui sehingga
Allah SWT sangat tepat ketika memilihkan senjata untuk setiap nabi. Dan tak
seorang nabi pun yang tinggal di suatu tempat sementara ia tidak berjuang dan
tidak bergerak dan tidak mengalami penderitaan dari kaumnya. Oleh karena itu,
sesuai dengan kadar kesabaran para nabi dan perjuangan mereka dalam
menyampaikan dakwah di jalan Allah SWT, mereka layak untuk mendapatkan tempat
yang istimewa di sisi Allah SWT.
Isa
bin Maryam telah menyampaikan bahwa beliau adalah seorang pejuang yang membawa
senjata. Kata-katanya sendiri berusaha menghancurkan masyarakat yang keras,
masyarakat yang bodoh. Masyarakat di zaman Nabi Isa berdiri di atas kesalahan,
kesyirikan, kebohongan, kemunafikan, meterialisme, pamrih, kelaliman dan tidak
ada kebebasan. Maka melalui kalimat-kalimatnya, Nabi Isa menghancurkan semua
ini. Nabi Isa memberitahu kaumnya bahwa dakwahnya di jalan Allah SWT bukan
terfokus pada dakwah kedamaian tetapi dalam hal-hal tertentu dakwahnya pun
berisi pernyataan perang. Sesuatu menjadi tidak bernilai ketika tidak berusaha
dipertahankan oleh yang bersangkutan sampai tetes darah penghabisan. Timbulnya
pemikiran-pemikiran, nilai-nilai dan prinsip-prinsip tidak hanya bersandar
kepada idealismenya tetapi nilainya justru bersandar kepada usaha keras yang
dikerahkan oleh para pembawanya dalam rangka mempertahankannya. Tanpa
peperangan dan mengangkat senjata dakwah para nabi akan menjadi
pemikiran-pemikiran yang sekadar idealisme yang tidak akan menghentikan
seseorang pun dan tidak akan membangkitkan seseorang pun.
Kita
mengetahui bahwa sebagian besar nabi berhadapan dengan kelompok besar dari
masyarakat yang menentangnya dan berusaha memeranginya. Mula-mula mereka
mengejeknya dan pada akhirnya mereka berusaha untuk membunuhnya. Kita
mengetahui bahwa para nabi berusaha mati-matian untuk memperjuangkan kebenaran
yang dibawanya. Melalui kisah para nabi, kita mengetahui bahwa bagaimana
serangan masyarakat, para pembesar, dan para penguasa terhadap para nabi tetapi
pada saat yang sama kita seakan-akan tidak melihat bagaimana serangan para nabi
terhadap mereka. Penjelasan dari hal itu sangat mudah. Peperangan yang
dibangkitkan oleh kebatilan atas para nabi didukung oleh alat-alat yang canggih
dan sangat kuat di mana mereka memiliki berbagai macam sarana untuk menjatuhkan
para nabi, sedangkan para nabi hanya menyandarkan kekuatan dari yang Maha
Benar, yaitu Allah SWT; kekuatan yang tidak berdasarkan pada sebab-sebab
tertentu atau tidak peduli dengan tuduhan-tuduhan atau kegaduhan.
Para
nabi hanya terus melangsungkan dakwahnya yang berdasarkan kepada usaha membangkitkan
akal dan hati serta menvucikan ruh. Keteguhan sikap para nabi ini bagi
musuh-musuh mereka merupakan problem yang besar. Dakwah nabi juga menjamah
suatu keluarga di mana seorang ayah dapat beriman sementara seorang anak dapat
menentang atau seorang anak dapat beriman sementara si ayah dapat menentang
atau seorang istri beriman atau seorang suami kafir atau seorang suami beriman
sementara si istri kafir. Perbedaan anak laki-laki dengan ayahnya dan seorang
istri dengan suaminya menimbulkan permusuhan di dalam rumah-rumah. Dengan
terjadinya hal ini, masyarakat bergerak untuk menentang nabi dan semakin
meningkatkan tekanan-tekanan mereka kepadanya sehingga permusuhan dan kebencian
mereka kepada nabi semakin meruncing. Mereka pun berusaha untuk melawan nabi itu
yang bagi mereka telah memisahkan antara ayah dan anaknya atau ia datang untuk
memisahkan seorang anak perempuan dari ibunya.
Kemudian
seorang nabi meletakkan suatu undang-undang bagi orang yang mengikutinya, yaitu
undang-undang pokok yang membatalkan undang-undang yang tidak sesuai dengannya.
Undang-undang ini tampak dalam kalimat nabi: “pertama-tama cinta kepada Allah
dan kemudian cinta kepada nabi dan setelah itu cinta kepada sesama manusia.”
Makna-makna yang demikian ini tercermin secara jelas dari kalimat-kalimat Isa
yang disampaikan oleh Injil Mata pada pasal ke-10.
Al-Masih
berkata: “Janganlah engkau mengira bahwa aku datang membawa kedamaian di bumi,
aku datang bukan hanya membawa kedamaian tetapi pedang. Aku datang untuk
menjadikan seorang anak berbeda dengan ayahnya dan seorang anak perempuan
berbeda dengan ibunya sehingga musuh seseorang justru terdapat pada
keluarganya. Maka barangsiapa yang mencintai ibunya dan ayahnya lebih dari
kecintaannya kepadaku, maka ia tidak berhak mencintaiku, dan barangsiapa yang
mencintai anak laki-lakinya dan perempuannya lebih dariku, maka ia tidak berhak
mengikutiku. Meskipun kehidupannya tampak beruntung sebenarnya ia telah rugi,
dan barangsiapa yang kehidupannya merugi karena aku, maka sebenarnya ia telah
beruntung.”
Penjelas
Injil mengatakan: “Pemikiran orang-orang Yahudi tentang al-Masih adalah, ketika
al-Masih datang, maka semua pengikutnya akan merampas kekayaan dan kejayaan di
dunia ini lalu ia hanya memberi mereka ketenangan dan kedamaian. Ketika
al-Masih datang, ia menjelaskan kepada para muridnya bahwa hal tersebut tidak
benar, karena jika ia datang untuk memberikan kedamaian kepada para
pengikutnya, maka mereka akan terancam kelaliman dan mereka akan mati karena
tajamnya pedang. Maka hendaklah mereka tidak mengharapkan kedamaian tetapi
peperangan; hendaklah mereka tidak mengharapkan keserasian tetapi perpecahan.”
Demikianlah masyarakat Yahudi terbagi menjadi dua kelompok: kelompok
orang-orang yang fakir, orang-orang yang lemah dan orang-orang yang bersih hatinya
bersama Isa, sedangkan kelompok mayoritas menentang Isa. Bahkan kelompok
mayoritas kafir itu sering menyakiti Isa.
Injil
Mata menceritakan penderitaan al-Masih pada pasal ke-11. Ia menceritakan
bagaimana kemarahan al-Masih terhadap orang-orang yang tidak mengabdi kepada
Yuhana (Yahya) dengan baik atau mengabdi kepadanya secara pribadi dengan baik.
Injil Mata menguntip pernyataan Isa sebagai berikut: “Dengan apa aku
menyerupakan generasi ini, Sesungguhnya mereka menyerupai anak-anak kecil yang
duduk di pasar yang berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka sambil
berkata: “Kami telah meniupseruling tetapi kalian tidak menari. Kami mengasihi
kalian tetapi kalian tidak menangis.” Yuhana telah datang dan tidak makan dan
minum tetapi mereka mengatakan, sesungguhnya ia terkena setan. lalu datanglah
seorang anak manusia yang makan dan minurn lalu mereka mengatakan, ia adalah
seorang yang ahli makan dan ahli minum khamer.”
Dokumen
itu menunjukkan penderitaan al-Masih dan menyingkap peperangan yang akan dihadapinya.
Penderitaan yang dialami oleh hati suci al-Masih adalah sebagai tindakan
generasi tersebut di mana beliau diutus di dalamnya sebagai orang yang memberi
petunjuk dan menyampaikan berita gembira tentang kerajaan langit. Beliau
menyerupakan generasi Yahudi itu dengan anak-anak kecil yang duduk-duduk di
pasar sambil berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka sambil berkata:
“kami telah meniup seruling tetapi kalian tidak menari. Kami berbelas kasih
kepada kalian tetapi kalian tidak menangis.” Al-Masih mengisyaratkan dengan
pernyataan itu tentang apa yang diperbuat anak-anak kecil saat mereka
bermain-main, di mana biasanya mereka meniru orang-orang yang besar saat mereka
bergembira dengan menari-nari dan saat mereka sedih mereka menangis. Demikianlah
mereka sangat cepat berubah antara bergembira dan sedih tanpa melalui
pertimbangan dan kesadaran. Demikianlah keadaaan orang-orang Yahudi saat mereka
mengabdi kepada Yahya, kemudian saat mereka mengabdi kepada al-Masih. Yahya
telah datang kepada mereka dalam keadaan menangis, tidak makan dan tidak minum
dari apa yang mereka makan dan yang mereka minum. Ia tidak bergaul dengan
sembarangan manusia. Telah datang kepada mereka seorang nabi yang ahli ibadah
tetapi kebanyakan mereka menolaknya dan mereka mengatakan bahwa ia terkena
setan. Kemudian datang kepada mereka al-Masih di mana ia makan dan minum
bersama pada acara walimah dan hari raya lalu mereka pun menolaknya dan
mengatakan bahwa ia suka makan dan minum khamer padahal beliau adalah cermin
terbesar dalam menghilangkan syahwat dan kesucian yang sempurna.
Alhasil,
generasi itu adalah generasi yang main-main Iayaknya anak kecil. Tidak ada
sesuatu pun yang dapat mempengaruhi mereka dan mereka tidak mau bertaubat.
Meskipun demikian, di sana terdapat kelompok kecil dari manusia yang
terpengaruh dan bertaubat. Dokumen tersebut menunjukkan betapa beratnya
penderitaan Isa di tengah-tengah generasi yang sezaman dengannya. Isa mengalami
banyak penderitaan dalam menyampaikan dakwahnya. Isa banyak menderita di tengah-tengah
kaum yang pikiran mereka belum matang. Mereka tak ubahnya seperti anak-anak
kecil yang suka bermain-main. Kaum yang tak tergugah oleh kalimat-kalimat yang
baik dan mereka tidak bergerak atau tersentuh ketika menyaksikan
mukjizat-mukjizat yang luar biasa.
Allah
SWT kembali memperkuat Isa dengan mukjizat-mukjizat yang mengagumkan. Mukjizat
di sini adalah senjata yang diberikan Allah SWT kepada nabi-Nya agar nabi
tersebut menjadi tenteram dan agar menambah keyakinan orang-orang yang beriman
kepadanya, sedangkan bagi orang-orang kafir mukjizat tersebut justru menambah
kekufuran mereka sehingga Allah SWT memberikan pembalasan yang setimpal kepada
kedua kelompok tersebut. Mukjizat yang Allah SWT berikan kepada Isa bin Maryam
yang lain adalah, Allah SWT mengabulkan doa Hawariyin dengan menurunkan makanan
dari langit. Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah),
ketika pengikut-pengikut Isa berkata: ‘Hai Isa putra Maryam, bersediakah
Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?’ Isa menjawab:
‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang beriman.’ Mereka
berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan
supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi
orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.‘Isa putra Maryam
berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada hami suatu hidangan dari
langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi
orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda
bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling
Utama.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu
kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan) itu, maka
sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan
kepada seorang pun di antara umat manusia.’” (QS. al-Maidah: 112-115)
Barangkali
kita terheran-heran ketika memperhatikan perkataan Hawariyin, “wahai Isa bin
Maryam, apakah Tuhanmu mampu?” Mungkin pertama-tama yang terlintas dalam
pikiran kita berkenaan dalam ayat tersebut adalah, keraguan Hawariyin terhadap
kekuatan atau kekuasaan Allah SWT. Bagaimana hal itu mampu mereka laku-kan
sedangkan mereka adalah murid-murid Isa yang beriman dan berserah diri kepada
Allah SWT? Berkaitan dengan tafsir ayat tersebut, para ulama berbeda pendapat.
Sebagian ulama mengatakan, bahwa pertanyaan mereka ‘apakah Tuhanmu mampu?’
Yakni, berarti apakah Tuhanmu bisa? Kemudian mereka mencarikan alasan yang
membenarkan perkataan Hawariyin itu dengan mengatakan bahwa pertanyaan itu
dilontarkan saat mereka baru saja mengikuti Isa, sebelum mereka banyak
mengetahui Allah SWT. Oleh karena itu, Isa berkata dalam jawabannya terhadap
pertanyaan mereka, bertakwalah kepada Allah SWT jika kamu benar-benar orang
mukmin. Yakni, janganlah kalian meragukan kekuasaan atau kekuatan Allah SWT.
Qurthubi
menampik tafsir ini. Hawariyin adalah para penolong Allah SWT, sesuai dengan
nas Al-Qur’an dan tentu tidak boleh bagi penolong Allah SWT untuk tidak
mengetahui kekuatan-Nya, apalagi meragukan kekuasaan-Nya. Sebagian ulama
mengatakan bahwa perkataan tersebut dikeluarkan orang-orang yang bersama
Hawariyin yang berasal dari Bani Israil dan tidak seorang pun dari Hawariyin
yang mengatakan demikian kecuali mereka hanya sekedar menukil perkataan
tersebut. Ada pendapat lain lagi yang mengatakan bahwa ayat tersebut tidak
dibaca ‘hal yastathi’ rabbuka‘ tetapi dibaca ‘hal tastathi’
rabbaka’ sebagaimana bacaan Aisyah dan sebagaimana dibaca oleh Nabi.
Maknanya, “apakah engkau mampu menghadirkan kekuatan Tuhanmu terhadap apa yang
engkau minta.” Ada pendapat yang lain mengatakan ia dibaca ‘hal
tastathi’ rabbaka’, yakni “apakah engkau mampu untuk berdoa kepada
Tuhanmu atau meminta-Nya.”
Sebagian
kaum sufi berpendapat bahwa kaum Hawariyin bukan tidak mengetahui kekuasaan
Allah SWT tetapi pertanyaan itu justru bersumber dari cinta kepada Allah SWT
dan keinginan menyaksikan kekuasaan Allah SWT. Sikap mereka ini menyerupai
dengan perbedaan tingkatan sikap Nabi Ibrahim as ketika beliau mengatakan:
“Ya
Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang
mati?’ Allah berfirman: ‘Apakah kamu belum percaya?’ Ibrahim menjawab: ‘Saya
telah percaya, tetapi agar bertambah mantap hatiku.’” (QS.
al-Baqarah: 260)
a Oleh
karena itu, kaum Hawariyin berkata: “Dan hati kami menjadi mantap,” sebagaimana
Nabi Ibrahim berkata: “Agar bertambah mantap hatiku.” Inilah tafsir yang
membuat kita puas dan membuat hati kita tenang. Nabi Isa menjawab pertanyaan
mereka: ‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang
beriman.’ Yakni, hati-hatilah kalian dengan banyak bertanya dan
menguji Allah SWT karena kalian tidak mengetahui apa yang boleh kalian minta
untuk didatangkan bukti-bukti kekuasaan Allah SWT. Perkataan Nabi Isa, jika
kalian benar-benar beriman terfokus kepada apa yang dibawanya yang berupa
mukjizat-mukjizat atau tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Nabi Isa bermaksud
untuk mengatakan, sesungguhnya apa yang telah aku bawa dari mukjizat-mukjizat
bagi kalian seharusnya sudah cukup membuat hati kalian mantap. “Mereka
berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan
supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi
orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.’”
Kaum Hawariyin
menjelaskan kepada Isa sebab pertanyaan mereka ketika beliau melarangnya. Jika
Nabi Isa keluar, maka beliau diikuti lima ribu orang atau lebih. Sebagian
mereka dari kalangan Hawariyin dan sebagian yang lain campuran di antara
pengikutnya dan musuhnya. Dikatakan bahwa mereka berpuasa dan mereka tidak
mempunyai makanan, lalu para pengikut berkata kepada kaum Hawariyin, “Tanyalah
kepada Isa apakah ia mampu berdoa kepada Tuhannya sehingga diturunkan kepada
kita makanan dari langit.” Kemudian kaum Hawariyin pergi dengan membawa surat
kaum itu kepada Isa. Ketika Isa meminta mereka untuk merasa cukup dengan
mukjizat-mukjizat sebelumnya, mereka kembali melontarkan kebenaran permintaan
mereka:‘Kami ingin memakan hidangan itu. Mereka adalah orang-orang
yang lapar sementara mereka tidak mempunyai makanan. Dan supaya
tenteram hati kami.
Hati
kaum Hawariyin menjadi tenang seperti tenangnya hati Ibrahim. Dan para pengikut
pun merasa hatinya tenang dan mengakui bahwa Isa adalah Nabi yang diutus untuk
mereka. Dan hati musuh juga menjadi tenang karena mereka menyaksikan kebatilan
mereka sehingga pilihan mereka untuk tidak mengikuti Isa berakibat pada suatu
saat mereka akan dimintai pertanggung jawaban.
“Dan
supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami. Yakni kami
mengetahui bahwa engkau utusan Allah. Dan kami menjadi orang-orang yang
menyaksikan hidangan itu. Yakni, kami menyaksikan keesaan Allah dan risalah dan
kenabianmu. Dan bagi orang lain yang tidak menyahsikannya, maka kami akan
menceritakan kepada mereka peristiwa yang terjadi.“
Isa
putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu
hidangan dari langit (yang hari turimnya) akan menjadi hari raya bagi kami
yaitu bagi orang-orang yang bersama kavii dan yang datang sesudah kami, dan
menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pembeti
rezeki Yang Paling Utama.’
Ketika
kaum Hawariyin bertanya kepada Isa bin Maram agar diturunkan makanan dari
langit, maka Nabi Isa berdiri dan meletakkan pakaian dari kulit wol kemudian
beliau melangkahkan kakinya dan meletakkan tangan kanannya di atas tangan
kirinya, lalu beliau menundukkan kepalanya dalam keadaan khusuk dan tunduk
kepada Allab SWT. Kemudian beliau membuka matanya dan menangis sehingga air
matanya membasahi jenggotnya bahkan mencapai dadanya dan berkata: ‘Ya
Tuhan kami, turunhanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit… Allah
berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu.
Lalu
turunlah makanan besar dari celah dua awan: satu awan di atasnya satu awan di
bawahnya. Saat itu manusia melihatnya. Nabi Isa berkata, “Ya Allah jadikanlah
makanan ini sebagai rahmat dan jangan menjadi fitnah.” Lalu turunlah di depan
Nabi Isa sapu tangan yang menutupinya kemudian Nabi Isa tersungkur dalam
keadaan sujud yang diikuti oleh kaum Hawariyin. Mereka mendapati suatu bau yang
harum yang belum pernah mereka temukan sebelumnya.
Nabi
Isa berkata, “Siapakah di antara kalian yang paling ikhlas dan paling percaya
kepada Allah SWT agar ia membuka makanan itu sehingga kita bisa makan darinya
serta berzikir kepada Allah SWT atasnya serta bersyukur kepadanya.” Kaum
Hawariyin berkata: “Wahai Ruhullah sesungguhnya engkau lebih berhak daripada
kami dalam hal itu.”, maka Nabi Isa berdiri lalu beliau mengambil wudhu dan
salat. Kemudian beliau banyak berdoa sambil duduk di sisi makanan itu dan membukanya.
Tiba-tiba di atas makanan itu terdapat ikan yang lezat yang tidak ada durinya.
Nabi Isa ditanya: “Wahai Ruhullah, apakah ini makanan dari dunia atau dari
surga?” Nabi Isa menjawab: “Bukankah Tuhan kalian melarang kalian untuk
bertanya pertanyaan semacam ini. Ia turun dari langit dan tidak ada makanan
sepertinya di dunia dan ia bukan berasal dari surga tetapi ia adalah sesuatu
yang Allah SWT ciptakan dengan kekuasaan yang luar biasa di mana Dia cukup
mengatakan “jadilah, maka jadilah.”
Para
mufasir berbeda pendapat sekitar bentuk makanan yang diturunkan kepada Isa,
apakah itu ikan atau daging? Apakah roti atau buah-buahan? Kami memandang bahwa
pembahasan-pembahasan ini kurang penting. Sesuatu yang paling penting yang
perlu kita perhatikan adalah apa yang dikatakan oleh Nabi Isa, Sesungguhnya ia
diciptakan oleh Allah SWT dengan kekuasaan yang mengagumkan di mana Dia cukup
mengatakan “Jadilah, maka jadilah ia.”
Inilah
hakikat makanan tersebut. Ia merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yaitu
suatu tanda yang Allah SWT mengancam bagi siapa yang menentangnya Dia akan
menyiksanya dengan azab yang belum pernah diterima oleh seseorang pun di dunia.
Para ulama berbeda pendapat apakah makanan tersebut memang diturunkan atau
tidak, tetapi menurut pendapat mayoritas dan ini yang benar makanan tersebut
memang diturunkan, sesuai dengan firman Allah SWT: “Aku akan menurunkan
hidangan itu bagimu. “
Dikatakan
bahwa ribuan pengikut Nabi Isa memakannya dan makanan tersebut tidak habis.
Setiap orang yang buta ia sembuh dari butanya dan setiap orang yang belang ia
sembuh dari belangnya akibat memakan hidangan itu. Alhasil, setelah menyantap
makananitu, orang yang sakit sembuh dari penyakitnya. Maka hari turunnya makan
itu dijadikan hari raya dari hari raya-hari raya kaum Hawariyin dan para
pengikut Nabi Isa. Kemudian berita dan peristiwa turunnya makanan itu mulai
hilang dan mulai dilupakan sehingga kita tidak menemukan beritanya hari ini di
Injil-Injil yang mereka akui. Setelah peristiwa makanan yang Allah SWT ceritakan
dalam surah al-Maidah, Allah SWT menunjukkan kepada kita sikap lain dari Nabi
Isa bin Maryam. Allah SWT berkata setelah menceritakan kepada kita tentang
turunnya mukjizat makanan dari langit:
“Dan
(ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain
Allah!’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah
Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku
tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada rnereka
kecuali apa yang Engkau tiepadaku (mengatakan)nya yaitu: ‘Sembahlah Allah,
Tuhanku, dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada
di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi
mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau
menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika
Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.’ Allah berfirman: ‘lni adalah suatu hari yang bermanfaat bagi
orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-selamanya; Allah ridha
terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang
paling besar.’ Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di
dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. ” (QS.
al-Maidah: 116-120)
Dengan
ayat-ayat tersebut, Al-Qur’an menutup surah al-Maidah. Demikianlah konteks
Al-Qur’an berpindah secara mengejutkan dari turannya makanan kepada sikap atau
dialog antara Allah SWT dan Isa bin Maryam pada hari kiamat. Allah SWT bertanya
pada hari kiamat: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada
manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’
Para
ahli ilmu sepakat bahwa pertanyaan tersebut bukan bersifat pertanyaan mumi
meskipun tampak dalam bentuk pertanyaan karena Allah SWT mengetahui apa yang
dikatakan oleh Isa. Tentu yang dimaksud dengan pertanyaan itu adalah sesuatu
yang lain. Ada yang mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud memberitahu Isa bahwa
kaumnya telah mengubah ajarannya sepeninggalnya. Dan mereka telah mendapatkan
fitnah. Ada lagi yang mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud dari pertanyaan itu
untuk mencela orang-orang yang mengubah akidah Nabi Isa setelah beliau tidak
ada. Kami kira pertanyaan tersebut memuat dua makna dan mencakup makna yang
lain.
Allah
SWT ingin menyingkap dan memberitahu manusia dalam Kitab-Nya yang terakhir
bahwa Nabi Isa terlepas dari berbagai macam tuduhan, dan apa saja yang dilakukan
kaumnya sepeninggalnya. Konteks AI-Qur’an menunjukkan tentang peristiwa gaib
yang belum terjadi meskipun akan terjadi pada hari kiamat. Oleh karena itu,
Al-Qur’an menyampaikannya dalam bentuk fi’il madhi(kata kerja
bentuk lampau). Al-Qur’an menyampaikan berita gaib ini kepada penduduk dunia
agar mereka mengetahui hakikat Isa bin Maryam.
Allah
SWT bertanya kepadanya dan Isa bin Maryam menjawab. Sebagai nabi besar, Isa
tidak menjawab kecuali setelah ia mengatakan: ‘Maha Suci Engkau ya Allah.’
Sebelum menjawab, Isa memulai dengan tasbih dan menyucikan Allah SWT. Nabi Isa
menampakkan kepatuhan dan ketundukan kepada kemuliaan Allah SWT dan rasa takut
terhadap azab-Nya. Qurthubi menyampaikan dalam tafsirnya:
“Ketika
Allah SWT berkata kepada Isa, apakah engkau berkata kepada manusia jadikanlah
aku dan ibuku tuhan selain Allah, maka Isa tampak gemetar terhadap perkataan
itu sehingga ia mendengar rintihan dari tulang-tulangnya di dalam jasadnya lalu
ia berkata: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku (mengatakannya). Tidak mungkin aku memutuskan sesuatu
yang tidak aku miliki, yang diriku tidak dapat melakukannya. Aku hanya seorang
hamba, bukan seorang yang disembah: Jika aku pernah mengatakannya maha
tentulah Enghau telah mengetahuinya.
Demikianlah
Nabi Isa menyampaikan jawabannya kepada Allah SWT dan ia mengembalikan sesuatu
kepada Allah SWT. Dan Allah SWT Maha Mengetahui terhadap apa yang
dikatakannya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Yakni, Engkau mengetahui apa
yang aku sembunyikan sedangkan aku tidak mengetahui apa yang engkau
sembunyikan. Engkau mengetahui rahasiaku dan apa yang terlintas dalam hatiku
dan aku tidak mengetahui apa yang Engkau sembunyikan dari ilmu gaib-Mu. Sesungguhnya
Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Hanya Engkau yang tahu
terhadap hal-hal yang gaib. Hanya Engkau yang tahu terhadap apa yang terjadi di
tengah-tengah mereka setelah Engkau angkat aku dari bumi: ‘Aku tidak
pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau kepadaku
(mengatakan)nya yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu.’
Demikianlah
kalimat-kalimat yang disampaikan oleh Isa bin Maryam. Dia hanya mengajak
manusia untuk hanya menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya: Dan
aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka.
Sesungguhnya
Engkau mengawasi mereka saat aku tinggal di tengah-tengah mereka dan mengajak
mereka ke jalan yang benar. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah
yang mengawasi mereka. Al-Wafat dalam Kitab Allah mempunyai tiga
bentuk: Pertama, wafat dalam pengertian kematian, sebagaimana
firman Allah SWT:
“Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya.” (QS. az-Zumar: 42)
Yakni
ketika tercabutnya ajal. Kedua, bahwa wafat adalah tidur, sebagaimana firman
Allah SWT:
“Dan
Dialah yang menidurkan kamu di malam hari. ” (QS.
al-An’am: 60)
Yakni
yang menidurkan kalian. Ketiga, wafat berarti pengangkatan,
sebagaimana firman Allah SWT:
“Hai
Isa, sesungguhnya Aku yang menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat
kamu kepada-Ku. ” (QS. Ali ‘Imran: 55)
Demikianlah
Isa terbebas dari apa yang mereka katakan dan apa yang mereka nisbatkan
kepadanya. Isa mengumumkan bahwa dakwahnya tidak lebih dari sekadar ajakan
untuk bertahuid dan tidak keluar dari kerangka Islam yang diakui oleh
pengikutnya. Kemudian Isa kembali menyampaikan pembicaraannya dan meminta belas
kasihan kepada Allah SWT: Jika Engkau rnenyiksa mereka,
makasesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu.Tidak seorang pun dari
makhluk yang mempunyai kekuasaan di atas-Mu dan tidak ada Pencipta selain-Mu. Maha
Suci Engkau dan tiada sekutu bagi-Mu dalam kerajaan dan kekuasaan. Pada
akhirnya, mereka adalah hamba-Mu dan seorang hamba tidak memiliki apa-apa di
hadapan tuannya kecuali kepatuhan: Dan jika Engkau mengampuni mereka,
maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’
Isa
tidak mengatakan jika Engkau mengampuni mereka, maka Engkau Maha Pengampun dan
Maha Pengasih. Jadi, jawaban Isa terfokus pada penyerahan diri dan kepatuhan
serta tunduk kepada kemuliaan Allah SWT dan kebesaran-Nya. Para pengikut Nabi
Isa adalah hamba-hamba Allah SWT yang patuh. Jika Allah SWT berkehendak, maka
Dia akan menyiksa mereka sesuai dengan siksaan yang layak mereka terima, dan
jika Dia berkehendak, maka Dia akan mengampuni mereka karena Dia mengetahui
karena mereka memang layak untuk mendapatkan ampunan. Dengan penyerahan yang
mutlak ini, Isa menyampaikan jawaban atas pertanyaan Allah SWT dan beliau
berlepas diri dari apa yang dikatakan oleh kaumnya sepeninggalnya. Isa
menyampaikan—pada awal pembicaraannya—bahwa hanya Allah SWT yang patut
disembah, dan pada akhir pembicaraannya Isa menyampaikan penyerahan dirinya
kepada Allah SWT. Allah berfirman: ‘Ini adalah suatu hari yang
bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.
Allah
SWT memuji ketulusan Isa, dan karena dialog tersebut terjadi pada hari kiamat,
Allah SWT berfirman: “Hari ini adalah hari kiamat di mana orang-orang yang
benar akan dapat mengambil manfaat dari kebenaran mereka di dunia. Kebenaran
mereka di sana akan mereka temukan balasannya yang berupa rahmat di sini. “Bagi
mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-selamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap-Nya. “
Demikianlah
balasan orang-orang yang benar, surga. Dan ada balasan yang lebih baik dari
surga, yaitu kepuasan (ridha) seorang hamba terhadap Allah SWT dan keridhaan
Allah SWT terhadap hamba. Pengertian kepuasaan seorang hamba adalah
kegembiraannya terhadap penyembahan kepada Allah SWT sedangkan pengertian
keridhaan Allah SWT terhadap hamba-Nya adalah rahmat yang diberikan-Nya kepada
mereka: Itulah keberuntungan yang paling besar.’ Setelah itu
Allah SWT, memberitahukan hakikat Isa dan seluruh nabi-Nya: “Kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu.” Allah SWT adalah Penguasa satu-satunya dan Dia
Pencipta satu-satunya. Selain-Nya adalah hamba.
Isa
terus melangsungkan dakwahnya sehingga kejahatan dan keburukan mengetahui bahwa
singgasana mereka terancam hancur. Lalu pasukan keburukan bergerak untuk
menangkapnya. Orang-orang Yahudi menyakitinya dan menuduhnya dengan berbagai
macam tuduhan. Isa dikatakan sebagai penyihir dan sebagai orang yang mengubah
syariat dan mereka menisbatkan kekuatannya yang luar biasa kepada kekuatan
setan. Ketika mereka tidak lagi memiliki tipu daya yang dapat melumpuhkan Nabi
Isa dan mereka melihat orang-orang yang lemah dan orang-orang fakir berkumpul
di sekitarnya, maka mereka mulai membikin suatu, makar. Mereka mempengaruhi
orang-orang Romawi.
Mula-mula
pemerintahan Romawi tidak turut campur karena menganggap bahwa
perselisihan-perselisihan antara orang-orang Yahudi adalah perselisihan yang
terjadi demi memperebutkan kepentingan sesama mereka. Lalu diadakanlah
majelis Sanhadurim (yaitu majelis undang-undang tertinggi dari
kalangan Yahudi). Mereka berkumpul untuk membuat persekongkolan demi
menyingkirkan Isa. Persekongkolan itu mengambil bentuk yang baru.
Ketika
orang-orang Yahudi tidak mampu memerangi Nabi Isa, mereka berpikir untuk
membunuhnya. Mulailah para ketua pendeta Yahudi bermusyawarah untuk membuat
suatu kesimpulan tentang cara yang mereka lakukan untuk menangkap Nabi Isa yang
tidak menirnbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
Ketika
para kepala Yahudi bermusyarah, maka salah seorang dari murid al-Masih yang dua
belas pergi kepada mereka, yaitu Yahuda al-Iskhriyutha. Ia berkata kepada
mereka, “Apa yang kalian berikan jika aku berhasil menyerahkannya kepada
kalian.”
“Meja
penghianatan telah digelar di antara mereka dan dimulailah perundingan.
Orang-orang Yahudi berusaha mencari titik temu dan mereka sepakat untuk
memberinya tiga puluh lempeng dari perak. Ini adalah harga yang biasa mereka
lakukan untuk membeli seorang budak sesuai dengan syariat Yahudi.” (penjelasan
Injil Mata)
Selesailah
konspirasi yang menetapkan untuk menangkap al-Masih dan kemudian membunuhnya.
Dikatakan bahwa kepala pendeta Yahudi merobek-robek bajunya secara dramatis di
suatu pertemuan agama dan ia berteriak, “sungguh Isa telah kafir.” Pero bekan
baju dalam tradisi orang-orang Yahudi dilakukan ketika mereka mendengar atau
melihat sesuatu yang mengandung penghinaan terhadap Allah. Para pendeta Yahudi
tidak memiliki kekuasaan untuk menetapkan hukum bunuh pada saat itu. Semua itu
dilakukan oleh kekuasaan penguasa Romawai. Tetapi tampaknya mereka berhasil
meyakinkan kekuasaan Romawi bahwa Isa telah membuat rencana untuk melengserkan
kekuasaan Romawi atau mereka berhasil meyakinkan penguasa Romawi bahwa masalah
yang mereka hadapi murni berkaitan dengan tradisi mereka dan keyakinan mereka.
Kemudian mereka menyarankan agar penguasa tidak turut campur atas apa yang
mereka tetapkan. Demikianlah konspirasi itu telah ditetapkan dan telah
diputuskan bahwa Isa harus ditangkap dan kemudian disalib.
Empat
Injil yang diakui oleh kalangan Masehi saat ini membicarakan tentang proses
pembunuhan Isa di mana beliau disalib kemudian beliau bangkit dari kematiannya
dan naik ke langit. Semua Injil ini sepakat tentang proses pengyaliban Isa dan
kematiannya, sebagaimana mereka sepakat tentang tabiat Isa yang mengandung
ketuhanan yang bercampur dengan tabiatnya sebagai manusia. Kami akan
menyampaikan keyakinan orang-orang Masehi berkaitan dengan Isa sebagaimana diyakini
oleh mayoritas kaum Nasrani saat ini, kemudian kami akan mengemukakan keyakinan
Islam tentang Isa sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur’an al-Karim dan
disampaikan oleh para ulama dan disebutkan dalam hadis. Setelah itu, kita akan
membicarakan hal-hal yang perlu dibicarakan berkaitan hubungan antara kaum
Muslim dan kaum Masehi serta kaitannya dengan akidah mereka.
Injil
Mata mengatakan, “Isa ditangkap dan majelis Sanhadirum memutuskan
bahwa ia harus dibunuh. Kemudian para anggota mejelis itu dari kepala-kepala
para pendeta dan para tokoh mereka menghinanya dan mengejeknya serta berbuat
aniaya terhadapnya bahkan mereka meludahi wajahnya dan menempelengnya. Sambil
mengejek mereka berkata, “beritahukanlah wahai al-Masih siapa yang memukulrnu.”
Setelah itu al-Masih ditangkap dan ia ditetapkan untuk dibunuh.
Adalah
sudah menjadi tradisi di kalangan orang-orang Romawi untuk mencambuk orang yang
ditetapkan untuk dibunuh sebelum pelaksaan hukum tersebut. Oleh karena itu,
para penguasa Romawi menetapkan agar al-Masih dicambuk terlebih dahulu.
Sedangkan syariat Musa menetapkan agar cambukan itu tidak melebihi empat puluh
kali, namun orang-orang Romawi tidak berhenti pada batasan ini bahkan mereka
terus mencambuk korban dengan cambukan yang kejam dan terus-menerus sehingga
punggung yang bersangkutan hampir saja patah dan napasnya nyaris tinggal
sedikit. Setelah itu, mereka mulai melaksanakan hukum bunuh kepadanya.
Demikianlah yang dilakukan oleh tentara terhadap penyelamat kita. (Injil Mata
26)
Selesailah
proses pecambukan, lalu penguasa Romawi menyerahkan Isa kepada tentara agar
mereka menyalibnya. Kemudian para tentara membuat sesuatu hal yang bermaksud
untuk menghibur. Mereka mencabut pakaian Isa yang dilumuri dengan darah yang
ada luka di tubuhnya setelah proses pencabukan, lalu mereka memakaikan pakaian
merah dengan maksud untuk mengejeknya. Para raja biasanya memakai pakaian
merah. Mereka terus menghinanya. Mereka memakaikannya mahkota dari duri dan
meletakkannya di atas kepalanya. (Injil Mata 26)
Akhirnya,
mereka sampai pada suatu tempat yang bernama Jaljatsah, yaitu suatu tempat di
luar pagar Ursyilim. Tradisi Yahudi menetapkan untuk memberi satu gelas khamer
yang bercampur dengan minyak wangi bagi orang yang ditetapkan untuk dihukum
mati sebelum pelaksanaan hukum. Ini dimaksudkan sebagai alat pembius untuk
meringankan penderitaannya. Tetapi para tentara menentang tradisi ini dan
mereka memberi al-Masih satu gelas dari cuka yang bercampur dengan sesuatu yang
pahit.” (Injil Mata 26)
Teks
Injil mata mengatakan (cetakan tahun 1972) pada pasal kedua puluh tujuh:
“Sehingga mereka sampai ke suatu tempat yang bernama Jaljatsah lalu mereka
memberinya minuman keras yang bercampur dengan empedu agar ia meminumnya.
Ketika ia merasakannya, ia enggan untuk meminumnya. Kemudian mereka
menyalibnya. Kemudian mereka duduk di sana menjaganya dan meletakkan di atas
kepalanya suatu tuduhan yang tertulis: Ini adalah Yasu’, penguasa Yahudi.
Mereka benar-benar menyalibnya bersama Yasim. Salah seorang dari keduanya di
sebelah kanannya dan yang lain di sebelah kirinya. Lalu orang-orang yang lewat
di tempat itu mencelanya dan berkata, “wahai yang menghancurkan tempat sembahan
dan yang membangunnya pada tiga hari, selamatkanlah dirimu dan jika engkau
adalah anak Allah, maka turunlah dari tempat penyaliban itu.”
Demikianlah
sebagian riwayat kaum Masehi tentang proses penyalipan serta penafsiran mereka
berkaitan dengannya. Kami telah menukilnya tanpa memperhatikan tentang catatan
yang terdapat dalam Injil Mata yang terbaru, yaitu ia merupakan catatan yang
paling baik dalam bentuknya yang terkumpul dari ulama-ulama mereka dan
tokoh-tokoh agama Masehi sehingga ia lebih mudah untuk dipahami dan lebih
sederhana. Kami telah mengemukakan sebagiannya kepada Anda dalam
halaman-halaman ini.
Sementara
itu, dalam akidah Islam disebutkan suatu riwayat yang berbeda dengan riwayat
yang ada dalam Injil-Injil yang terdapat sekarang, baik yang berhubungan dengan
kehidupan akhir yang dialami oleh Isa maupun tabiat Isa yang merupakan sumber
perselisihan setelah pengangkatannya. Al-Qur’an al-Karim menceritakan bahwa
Allah SWT tidak menghendaki Bani Israil untuk membunuh Isa atau menyalibnya
tetapi Allah SWT menyelamatkannya dari kekufuran mereka lalu mengangkatnya di
sisi-Nya. Mereka tidak berhasil membunuhnya dan tidak berhasil menyalibnya
tetapi ia diserupakan seperti orang-orang di antara mereka. Allah SWT berfirman:
“Dan
karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, Isa putra
Maryam, Rasul Allah,’ padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya,
tetapi yang mereka bunuh ialah arang yang diserupakan dengan Isa bagi meeha.
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa,
benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidah mempunyai
keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka,
mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang
sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepadanya.” (QS.
an-Nisa’: 157-158)
Dan
Allah SWT juga berflrman:
“(Ingatlah),
ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan karnu pada
akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari
orang-orang yang kafir. ” (QS. Ali ‘Imran: 55)
Para
ulama-ulama Islam sepakat atas hal itu dan mereka berselisih pendapat tentang
cara beragumentasi terhadap apa yang mereka yakini sebagai kebenaran. Sebagian
mereka meyakini nas-nas Al-Qur’an saja yang menyebut tentang Isa al-Masih dan
mereka tidak mendukungnya atau memperkuatnya dengan kitab-kitab lain selain
Al-Qur’an. Kedua metode tersebut memiliki titik kekuatan tersendiri. Orang yang
berpegangan dengan pendapat yang pertama mengatakan bahwa Nabi melarang untuk
membahas kitab-kitab pegangan kaum Yahudi dan kaum Nasrani. Bagi kaum itu agama
mereka dan bagi kita agama kita dan hanya Allah SWT yang akan memutuskan segala
perselisihan di antara kita pada hari kiamat.
Sedangkan
orang-orang yang berpegangan dengan cara yang kedua mengatakan bahwa larangan
Nabi tersebut terjadi pada permulaan masa Islam di mana kaum Muslim sangat
dekat dengan masa jahiliah. Nabi memerintahkan mereka agar tidak disibukkan
dengan kitab-kitab lain selain kitab mereka, yakni Al-Qur’an. Yang demikian ini
dimaksudkan agar mereka memiliki akidah yang kuat dan keyakinan mereka
benar-benar tertanam dalam diri mereka, Tetapi ilmu dan pandangan ilmiah
menetapkan bahwa seorang yang alim harus banyak menggali kitab-kitab kuno dalam
rangka mengetahui kebenaran dan jika ia mendapati sesuatu yang sesuai dengan
apa yang didapatinya dengan kebenaran, maka hatinya akan lebih merasa tenang
dan damai. Berkaitan dengan kelompok yang pertama yang merasa cukup dengan
Al-Qur’an, kita tidak menemukan perincian-perincian yang mendalam berkenaan
dengan usaha penangkapan Isa, bagaimana proses pengangkatannya ke langit, di
mana Isa diserupakan dengan salah seorang di antara mereka, bagaimana dia
diserupakan dengan salah seorang di antara mereka. Allah SWT telah
menyerupakannya dengan salah seorang di antara mereka sedangkan Nabi Isa
diangkat ke langit. Demikianlah penjelasan singkat mereka, tidak ada penambahan
lagi. Sedangkan kelompok yang kedua, mereka melontarkan kisah secara lengkap.
Mereka mengatakan bahwa Allah SWT menyerupakan Isa dengan Yahuda. Yahuda ini
adalah Yahuda al-Askhariyutha yang menurut Injil ia menjualnya kepada
musuh-musuhnya dan menunjukkan kepada mereka tentang keberadaannya. Ia adalah
seorang muridnya yang terpilih. Demikian ini sesuai dengan Injil Barnabas di
mana disebutkan di dalamnya: “Ketika para tentara mendekat bersama Yahuda di
tempat yang di situ terdapat Yasu’, maka Yasu’ mendengar kedatangan
segerombolan orang yang menuju tempatnya. Oleh karena itu, ia segera pergi ke
rumah dalam keadaan takut. Di dalam rumah itu terdapat sebelas orang yang
tidur. Ketika Allah melihat bahaya akan mengancam hamba-Nya, maka Dia
merintahkan Jibril, Mikail, dan Rafail (Israfil), serta Idril (Izrail) yang
mereka semua adalah para utusan-Nya untuk mengambil Yasu’ dari dunia. Lalu
datanglah malaikat-malaikat yang suci di mana mereka mengambil Yasu’ dari pintu
yang dekat dengan arah selatan. Mereka membawanya dan meletakkannyadi langit
yang ketiga dengan disertai para malaikat yang selalu bertasbih kepada Allah
selama-lamanya. Yahuda masuk secara paksa ke kamar yang di situlah Yasu’
diangkat ke langit. Saat itu murid-murid sedang tidur semuanya, lalu Allah
mendatangkan keajaiban yang luar biasa di mana Yahuda berubah cara berbicaranya
dan juga wajahnya. Ia sangat mirip sekali dengan Yasu’ sehingga kami mengiranya
Yasu’. Adapun ia (Yahuda) setelah membangunkan kami, ia mencari-cari di mana si
guru berada. Oleh karena itu, kami merasa heran dan kami menjawab, “bukankah
engkau wahai tuanku guru kami, apakah sekarang engkau telah melupakan kami?”
Demikianlah kisah yang terdapat dalam Injil Barnabas. Allah SWT berfirman:
“Al-Masih
putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang Sesungguhnya telah berlalu
sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya
biasa memakan makanan.” (QS. al-Maidah: 75)
Para
ulama berkata, “Al-Masih dinamakan al-Masih karena ia mengusap bumi dan
membersihkannya serta usahanya untuk menyelamatkan agama dari fitnah di zaman
itu karena saking hebatnya kebohongan orang-orang Yahudi kepadanya dan
bagaimana usaha mereka untuk menciptakan dusta padanya dan kepada ibunya as.”
Banyak ulama yang meriwayatkan tentang kesucian spiritual dari Nabi Isa. Abu
Hurairah meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau menceritakan tentang al-Masih
sebagai berikut: “Isa melihat seorang lelaki yang mencuri lalu ia berkata:
“Wahai si fulan apakah engkau mencuri?” Orang itu berkata: “Tidak, demi Allah
aku tidak mencuri,” Isa berkata: “Aku beriman kepada Allah SWT dan
pengelihatanku telah berbohong.” Ini menunjukkan kesucian ruhani Isa di mana ia
lebih memilih sumpah orang itu atas apa yang disaksikannya. Ia membayangkan
bahwa orang tersebut tidak akan bersumpah dan membawa nama Allah SWT yang Maha
Besar lalu ia berdusta sehingga ia menerima pernyataannya dan ia kembali kepada
dirinya sendiri sambil berkata: “Aku beriman kepada Allah SWT, yakni aku mempercayaimu
dan mataku telah berbohong karena engkau telah bersumpah.” Ada riwayat lagi
yang mengatakan bahwa suatu hari Nabi Isa berjalan bersama sahabatnya dan
mereka melewati bangkai anjing yang busuk baunya, lalu sahabat-sahabat Isa
sangat terpukul dan sangat menderita dengan bau anjing itu. Melihat sikap
mereka, Isa berkata: “Lihatlah betapa putih giginya.”
Isa
ingin mengajari manusia bagaimana mereka menghadapi keburukan di mana Nabi Isa
menekankan agar mereka lebih melihat kepada keindahan dan kebaikan. Dakwah Nabi
Nabi Isa merupakan puncak dari ketinggian ruhani dan idealisme yang mengagumkan
di mana Beliau lebih menekankan kebaikan daripada keburukan. Rasulullah
berkata: “Semua para nabi adalah saudara, agama mereka satu sedangkan mereka
dilahirkan dari berbagai macam ibu dan aku adalah manusia yang utama begitu
juga Isa bin Maryam di mana tidak ada nabi setelahku dan sesudahnya.” Dalam
berbagai riwayat disebutkan bahwa Nabi Isa akan turun pada akhir zaman. Islam
sangat memberikan penghormatan kepada Isa yang sesuai dengan kedudukannya
sebagai salah satu nabi ulul azmi yang besar. Islam
menamakannya Rasulullah dan Kalimatullah yang telah diberikan kepada Maryam.
Allah SWT berfirman:
“Wahai
ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah hamu
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya al-Masih Isa putra
Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka
berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan:
‘(Tuhan itu) tiga.’ Berhentilah dari ucapan itu. (Itu) lebih baik bagimu.
Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci dari mempunyai anak, segala
yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi
Pemelihara. Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan
tidak (pula enggan) malaikat malaikat yang terdekat (kepada Alah). Barangsiapa
yang enggan dari menyernbah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan
mengumpulkan mereka semua kepadanya. Adapun orang-orang yang beriman dan
berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah
untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan
menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih,
dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong
selain dari Allah. ” (QS. an-Nisa’: 171- 173)
Ibnu
Katsir berkata dalam Qhisasul Anbiya’: Para pengikut Nabi Isa
berselisih pendapat setelah Nabi Isa diangkat ke langit. Sebagian mereka
mengatakan, di tengah-tengah kita ada hamba Allah SWT dan rasul-Nya (Ariyus).
Sebagian lagi mengatakan, dia adalah Allah. Yang lain lagi mengatakan, dia
adalah anak Allah. Mereka berselisih pendapat tentang Injil yang menyebutkan
berbagai kebo hongan di mana terdapat di dalamnya penambahan, pengurangan, dan
pergantian. Al-Qur’an al-Karim telah membahas persoalan ketuhanan. Ia
menjelaskan bahwa Allah SWT Maha Suci dari segala sekutu dan anak dan segala
hal yang menyerupai-Nya serta segala bentuk ingkarnasi, kejauhan, kedekatan dan
pencapaian pandangan mata. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah:
“Dia-lah Allah, YangMahaEsa.’Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala
sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang
pun yang setara dengan Dia. ” (QS. al-Ikhlash: 1-4)
Dan
tentang Isa as Allah berfirman: “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi
Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,
kemudian Allah berfirman kepadanya: ‘Jadilah’ (seorang manusia), maka jadilah
ia.” (QS. Ali ‘Imran: 59)
“Mereka
(orang-orang kafir) berkata: Allah mempunyai anah.’ Maha Suci Allah, bahkan apa
yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepadanya.
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan)
sesuatu, maka (cukuplah) Dia mengatakan kepadanya: ‘Jadilah’, lalujadilah ia.” (QS.
al-Baqarah: 116-117)
“Orang-orang
Yahudi berkata: ‘Uzair itu putra Allah’ dan orang-orang Nasrani berhata:
Al-Masih itu putra Allah.’ Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka,
mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Mereka dilaknat oleh
Allah; bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS.
at-Taubah: 30)
Nas
tersebut mengisyaratkan akidah orang-orang Mesir dan orang-orang seperti mereka
dari umat-umat yang terdahulu di mana akidah mereka terfokus pada keyakinan
penyaliban Isa, tentang tebusan dan kebangkitan Tuhan yang disembelih serta
penentangannya terhadap para pengikutnya setelah kematiannya.
Allah
SWT berfirman:
“Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih
putra Maryam.‘ Katakanlah: ‘Maka siapakah (gerangan) yang dapat
menghalang-halangi kehendah Allah, jika Dia hendak membinasakan al-Masih putra
Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi
semuanya?’ Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apayang ada di
antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dihehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.” (QS. al-Maidah: 17)
“Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan: Allah salah seorang dari yang tiga,’
padahal sekali-kali tidak ada selain dari Tuhan YangEsa.” (QS.
al-Maidah: 73)
Demikianlah
Al-Qur’an al-Karim menyebutkan sikap berbagai aliran yang saling berlawanan
yang tumbuh setelah pengangkatan al-Masih. Al-Qur’an menjelaskan bahwa al-Masih
adalah hamba Allah SWT dan seorang rasul yang diutus kepada Bani Israil. Kata
hamba dan rasul adalah kata yang sangat jelas artinya, adapun yang dimaksud
dengan al-Kalimah dan ar-Ruh, maka kedua kata
tersebut perlu dijelaskan. Kaum Muslim memahami bahwa al-Kalimahadalah
petunjuk Allah SWT yang diberikan-Nya kepada Maryam sedangkanar-Ruh adalah
menunjukkan atau mengisyaratkan kepada Ruh Kudus, yaitu Jibril as. Allah SWT
telah menguatkannya atau menguatkan Nabi Isa dengan ruh yakni Jibril:
“Dan
(ingatlah) ketiha Aku dukung kamu dengan Ruhul Kudus.” (QS.
al-Maidah: 110)
Setelah
mengemukakan keyakinan kaum Masehi tentang karakter Nabi Isa dan akhir dari
kehidupannya dan setelah menjelaskan kebenaran yang Allah SWT ceritakan kepada
kita tentang karakter tersebut dan akhir dari kehidupan yang dialami oleh Nabi
Isa, kita ingin mengetahui apa yang harus dilakukan oleh kaum Muslim dalam
hubungan mereka dengan orang-orang Masehi serta keyakinan mereka. Islam
menetapkan atau menyampaikan nas-nas yang jelas yang mengkhususkan agama
Masehi—di antara agama-agama yang lain—dengan kecintaan. Al-Qu’ran mengingkari
ketuhanan al-Masih; ia juga mengingkari penyaliban dan tebusan dosa yang
dilakukannya. Namun Al-Qur’an menegaskan dalam nasnya bahwa agama Nasrani
merupakan agama yang lebih dekat kecintaannya kepada Islam. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya
kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang
yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya
kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman
ialah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.’ Yang
demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani)
terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka
tidak menyombongkan diri.” (QS. al-Maidah: 82)
Allah
SWT memuji para pengikut al-Masih yang berjalan di atas petunjuknya. Allah SWT
berfirman:
“Dan
Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih
sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyah (keadaan tidak menikah dan
mengurung diri di biara) padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi
mereka sendirilah yang mengada-adakannya untuk mencarai keridhaan Allah.” (QS.
al-Hadid: 27)
Tidak
terdapat kontradiksi dari dua sikap tersebut. Pengingkaran Al-Qur’an terhadap
ketuhanan al-Masih dan pengakuannya terhadap kecintaan kaum Nasrani serta
pujiannya terhadap orang-orang yang mengikuti Nabi Isa mengandung makna lebih
dari satu: Pertama, bahwa Masehi berdasarkan pada agama Tauhid dan sangat sulit
bagi para pengikutnya untuk meninggalkan tauhid, dan hanya Allah SWT yang
mengakui hakikat apa yang terpendam dalam hati; kedua, dalam kalangan
orang-orang Nasrani terdapat para pendeta dan para rahib yang tidak bersikap
congkak di hadapan Allah SWT tetapi mereka sangat patuh dan tunduk kepadanya;
ketiga, sebagian pengikut Nabi Isa memiliki hati yang dipenuhi dengan kasih
sayang dan rahmat. Tentu rahmat dan kasih sayang tersebut tidak tumbuh kecuali
dari keimanan terhadap hari akhir. Allah SWT telah menetapkan perintah-Nya
kepada kaum Muslim agar mereka memperlakukan ahlul kitab dengan
perlakuan yang mulia dan baik, sebagaimana Islam menjamin kebebasan untuk
menentukan keyakinan pada setiap manusia. Allah SWT berfirman:
“Dan
jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi
orang-orang yang beriman semuanya?” (QS. Yunus: 99)
“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang salah.” (QS. al-Baqarah: 256)
“Katakanlah:
‘Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidah kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula)
sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika
mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami
adalah orang-orang yang menyerahkan diri (kepada Allah).’” (QS.
Ali ‘Imran: 64)
Kita
perhatikan bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang cara memperlakukan kaum
Masehi sebagai individu sebagaimana ia berbicara tentang bagaimana kita
memperlakukan keyakinan mereka. Sehubungan dengan kaum Masehi sebagai individu,
kita menyaksikan ayat-ayat tersebut memerintahkan untuk membalas kecintaan yang
mereka perlihatkan di mana nas tersebut dengan tegas mengatakan bahwa mereka
lebih dekat kecintaannya kepada orang-orang yang beriman. Jika Allah SWT yang
menegaskan hal tersebut, maka orang-orang Muslim harus membalas kebaikan dan
kecintaan yang ditunjukkan oleh kaum Nasrani. Adapun sehubungan dengan
keyakinan mereka, di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang melarang untuk
memaksa manusia dalam bentuk apa pun. Allah SWT berfirman:
“Dan
katakanlah: ‘Kebenaran itu datang dari Tuhanmu. Maka barangsiapa yang ingin
beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia
kafir.” (QS. al-Kahfi: 29)
Yang
demikian itu, karena keimanan yang didahului dengan paksaan adalah bukan
keimanan karena ia berarti mencabut ikhtiar atau kebebasan manusia, padahal itu
adalah syarat dari keimanan. Dan barangkali inilah yang menunjukkan kesempumaan
Islam dilihat dari sikapnya yang demikian indah. Kami kira tanpa kita harus
memaksakan tafsiran kita kepada ayat-ayat tersebut dan memohon kepada Allah SWT
dari kesalahan dan kebodohan bahwa Islam dengan sikapnya itu ingin menjauhkan
para pengikutnya dari kalangan awam dari perdebatan yang panjang dan melelahkan
seputar keyakinan orang lain. Tentu perdebatan tersebut tidak akan berujung dan
akan menjadi seperti debat kusir saja. Namun tugas tersebut hanya diemban oleh
para ulama, di mana mereka membahas sebagaimana mereka kehendaki berbagai
keyakinan-keyakinan keberagamaan, sedangkan orang-orang awam tidak diberi
tanggung jawab dalam hal itu. Lagi pula, perselisihan antara keyakinan dan
aliran-aliran di kalangan Masehi dan kalangan Yahudi jika melibatkan
orang-orang awam, maka itu hanya memboroskan waktu dan hanya membuat lelah saja.
Islam
akan kembali menjadi asing dan akan kembali menjadi asing seperti pertama kali
terbit. Dalam suasana keasingan Islam yang pertama, orang-orang Muslim berhasil
membangun suatu individu Muslim yang kokoh. Dan ketika bangunan tersebut telah
selesai, maka sempurnalah pembangunan pemerintahan Islam. Kita tidak mendengar
bahwa salah seorang di antara mereka terlibat dalam perdebatan yang sengit yang
tidak berujung sekitar keyakinan orang lain. Sesungguhnya memberi petunjuk
kepada orang lain sehingga orang tersebut engetahui jalan menuju Allah SWT
adalah perbuatan yang indah, tetapi hidayah tersebut didahului dengan tekad
seseorang untuk memberikan petunjuk kepada dirinya sendiri. Seandainya
orang-orang Islam membimbing mereka menuju jalan Allah SWT niscaya Allah SWT
memberi petunjuk melalui mereka siapa saja yang dikehendaki dari
hamba-hamba-Nya.
Al-Qur’an
menetapkan dua mukjizat kepada Nabi Isa yang tidak disebutkan dalam kitab
Injil: pertama mukjizat yang berupa pembicaraannya saat ia masih menyusui
dibuaian. Dan yang kedua mukjizat makanan yang turun dari langit kepada kaum
Hawariyin. Sebagaimana Al-Qur’an menetapkan kemuliaan yang diperoleh oleh Nabi
Isa saat ia diselamatkan dari tangan-tangan jahat orang-orang Yahudi yang ingin
menyiksanya atau membunuhnya sehingga Nabi Isa terselamatkan dan dia diangkat
ke langit. Rasulullah saw mewasiatkan kepada sahabatnya agar mereka
memperlakukan orang-orang Masehi dengan penuh kebaikan, bahkan beliau menikahi
Maria al-Qibthiya. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seseorang
lelaki dari Bani Salim bin Auf yang bernama al-Hasin mempunyai dua orang anak
yang masih Kristen, lalu ia masuk Islam dan bertanya kepada Rasulullah saw
bagaimana seandainya ia harus memaksa kedua anaknya untuk memeluk Islam
sedangkan mereka berdua menolak agama lain selain agama Masehi? Kemudian Allah
SWT menurunkan ayat yang berbunyi:
“Tidak
ada paksaan dalam memeluk agama (Islam).” (QS. al-Baqarah: 256)
Ketika
para utusan Najran dari kalangan kaum Masehi datang ke Madinah untuk berunding
dengan Nabi, maka beliau memberi mereka setengah dari mesjidnya agar mereka
dapat melaksanakan salat dengan cara mereka di dalamnya. Pada suatu hari
Rasulullah saw berdiri untuk melakukan salat kepada seseorang jenazah lalu
dikatakan kepadanya bahwa ia adalah jenazah Yahudi. Kemudian Rasulullah
menjawab: “Bukankah ia adalah manusia.” Dalam kesempatan lain Rasulullah saw
bersabda: “Barangsiapa yang mengganggu secara aniaya seorang Yahudi atau
seorang Nasrani, maka aku akan jadi musuhnya pada hari kiamat.” Terkadang
kekuasaan akan langgeng meskipun disertai dengan kekufuran tetapi ia tidak akan
abadi ketika disertai dengan kelaliman.
Para
ulama Islam berselisih pendapat berkaitan dengan keadaan Nabi Isa setelah
pengangkatannya. Mereka sepakat bahwa beliau tidak disalib tetapi Allah SWT
mengangkatnya di sisi-Nya. Tetapi ketika ia tidak disalib, maka bagaimana
keadaannya setelah itu: apakah ia masih hidup, ataukah ia mati seperti matinya
nabi yang lain? Mayoritas mengatakan bahwa Allah SWT mengangkat Isa dengan
fisiknya dan ruhnya di sisi-Nya. Mereka mengambil zahir dari firman-Nya:
“Tetapi
Allah mengangkatnya di sisi-Nya.” (QS. an-Nisa’: 158)
Juga
sebagian hadis yang mendukung hal tersebut. Sementara itu, kelompok yang lain
dari kalangan mufasirin, dan ini adalah kelompok yang minoritas, mereka
mengatakan bahwa Nabi Isa hidup sehingga Allah SWT mematikannya sebagaimana Dia
mematikan nabi-nabi-Nya lalu Dia mengangkat ruhnya di sisi-Nya sebagaimana ruh
para nabi diangkat, begitu juga ruh para shidiqin (orang-orang yang benar) dan
syuhada. Mereka mengambil zahir firman-Nya:
“(Ingatlah)
ketika Allah berfirman: ‘Hai ha, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada
akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari
orang-orang yang kafir.” (QS. Ali ‘Imran: 55)
Kami
sendiri lebih memilih pendapat yang pertama karena ia sangat sesuai—sebagai
mukjizat yang luar biasa—dengan kelahiran Isa di mana kelahiran tersebut
dipenuhi dengan mukjizat yang luar biasa, juga sesuai dengan kehidupannya dan
kesuciannya. Jadi, kedua-duanya merupakan mukjizat yang luar biasa.♦
By : Me
Tidak ada komentar:
Posting Komentar